tirto.id - Rabu, 22 Maret 2017 adalah hari bersejarah bagi Malindo Air. Maskapai asal Malaysia yang tergabung dalam Lion Air Group ini menjadi perusahaan penerbangan pertama di dunia yang menggunakan pesawat Boeing 737 Max 8.
Senyum lebar pun terpancar di wajah pendiri Lion Air Group Rusdi Kirana saat foto bersama Senior Vice President, Asia-Pacific & India Sales for Boeing Commercial Airplanes Dinesh Keskar dan Dirut Malindo Air Chandran Rama Muthy.
Torehan sejarah Lion Air Group di Boeing rupanya tidak berhenti. Pada Mei 2018, Lion Air menjadi operator pesawat Boeing 737 Max 9 pertama di dunia. Dari catatan sejarah ini, Boeing 737 Max membuat hubungan mereka semakin mesra.
Sayang, hubungan kerja yang baik itu tiba-tiba mendapatkan ujian berat. Pada 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air JT-610 jenis Boeing 737 Max jatuh di Tanjung Karawang, dan menelan korban jiwa sebanyak 189 orang.
Reputasi Lion Air dan Boeing kini berada di ujung tanduk. Kedua perusahaan sama-sama dimintai tanggung jawab. Namun, Boeing melakukan manuver dengan menyalahkan Lion Air atas kecelakaan tersebut.
Upaya menyalahkan Lion Air itu terlihat dari rilis Boeing saat merespon laporan pendahuluan (preliminary report) dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) beberapa waktu lalu.
Boeing juga meyakinkan publik bahwa pesawat jet terlarisnya itu aman untuk diterbangi. Itu ditegaskan Chief Executive Officer Boeing Dennis Muilenburg kepada CNBC. Ia mengaku sangat yakin akan keselamatan Boeing 737 Max.
“Kami tahu pesawat kami itu aman. Sampai saat ini, kami belum mengubah filosofi desain kami,” tutur Dennis seperti dikutip Reuters, Kamis (6/12/2018).
Gara-gara Boeing "berkhianat", Rusdi Kirana murka. Pria yang juga menjabat Dubes Indonesia untuk Malaysia ini mengancam akan membatalkan pesanan 188 pesawat Boeing 373 Max senilai 22 miliar dolar AS.
Angka 22 miliar dolar AS atau setara Rp318,67 triliun (kurs Rp14.485) itu jelas bukan nilai yang kecil. Angka tersebut bernilai sekitar seperempat dari total pendapatan Boeing yang diraup pada 2017, yaitu sebesar 93,39 miliar dolar AS.
Tidak Terpengaruh
Lantas, apakah Boeing akan terguncang apabila Lion Air benar-benar membatalkan pesanan Boeing 737 Max?
Analis penerbangan dari CommunicAvia, Gerry Soejatman, menilai kehilangan pendapatan 22 miliar dolar AS tentu agak disayangkan. Namun, angka itu terbilang kecil jika melihat secara keseluruhan pesanan Boeing 737 Max di dunia.
“Seingat saya itu, load book Boeing 737 Max di dunia itu di atas 4.000 unit. Pesanan Lion Air berarti kurang dari 5 persen. Jadi, sebenarnya tidak menjadi masalah buat Boeing,” katanya kepada Tirto.
Berdasarkan data dari Boeing per Oktober 2018, total pesanan Boeing 737 Max di dunia sudah mencapai 4.783 unit. Adapun pesanan Lion Air Group hanya 201 unit, di mana 13 unit di antaranya sudah terkirim.
Meski sumbangannya terbilang kecil ketimbang total pesanan Boeing 737 Max di dunia, Lion Air merupakan maskapai dengan jumlah pemesanan pesawat terbesar dibandingkan operator-operator lain.
Setelah Lion Air, maskapai dengan pemesanan pesawat Boeing 737 Max terbanyak kedua adalah FlyDubai dari Uni Emirat Arab dengan jumlah pesanan 175 unit. Diikuti Southwest Airlines dari AS sebanyak 150 unit.
Melihat jumlah pesanan Lion Air itu, dampak pembatalan pesanan agaknya tidak terlampau signifikan terhadap Boeing. Bahkan, tak menutup kemungkinan dampak itu bisa sama sekali tidak ada, jika Boeing mendapatkan penggantinya.
“Saya pikir jika Lion melepas pesanannya itu, akan ada maskapai lain yang mengambil. Bagaimanapun kebutuhan pesawat masih akan tumbuh ke depannya. Jadi aman buat Boeing,” tutur Gerry.
Industri Aviasi Tumbuh Pesat
Kebutuhan pesawat yang masih tinggi terjadi lantaran jumlah penumpang setiap tahun terus meningkat. International Air Transport Association (IATA) memprediksi jumlah penumpang naik dua kali lipat menjadi 8,2 miliar pada 2037.
Berdasarkan laporan IATA’s 20-Year Air Passenger Forecast disebutkan bahwa pertumbuhan pengguna angkutan udara di dunia akan mencapai 3,5 persen setiap tahun sampai dengan dua dekade mendatang.
“Sektor aviasi terus tumbuh, dan itu menciptakan manfaat besar bagi dunia. Jumlah pengguna angkutan udara yang naik dua kali lipat akan mendukung 100 juta lapangan kerja di dunia,” kata Dirjen dan CEO IATA Alexandre de Juniac dikutip dari laman resminya.
Di sisi lain, kebutuhan pesawat yang terus tumbuh juga membuat pundi-pundi keuntungan Boeing dalam lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2014, Boeing hanya meraup laba bersih sebesar 5,44 miliar dolar AS
Pada 2017, laba bersih yang diraup Boeing sudah menembus 8,19 miliar dolar AS, naik 51 persen dari laba bersih 2014. Dengan jumlah pesanan yang ada saat ini, ditambah industri aviasi yang terus tumbuh, pesanan Lion Air yang batal bukan jadi soal buat Boeing.
Editor: Ivan Aulia Ahsan