Menuju konten utama

BNPT: Terorisme Proksi untuk Hancurkan Islam dan Negara

Pelaku teror adalah kelompok pembangkang atau bughot yang ingin mengganti ideologi negara.

BNPT: Terorisme Proksi untuk Hancurkan Islam dan Negara
Kapolda Sulteng Irjen Pol Rudy Sufahriadi menunjukkan foto empat orang sisa Daftar Pencarain Orang (DPO) Teroris anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso di Mapolda Sulteng di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (22/9/2021). Pascatertembak matinya pimpinan MIT Poso Ali Ahmad alias Ali Kalora, Kepolisian merilis kembali sisa DPO Teroris anggota MIT Poso sebanyak empat orang terdiri dari Askar alias Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Mukhlas, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang, dan Suhardin alias Pranata. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.

tirto.id - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengatakan, terorisme merupakan kejahatan yang tidak hanya mengancam keamanan masyarakat, tetapi sebagai proksi untuk menghancurkan citra Islam dan Indonesia.

"Perlu ditegaskan bahwa memang tidak ada kaitannya antara terorisme dengan agama, karena tidak ada satu pun ajaran agama yang membenarkan terorisme. Tetapi, terorisme berkaitan dengan pemahaman yang menyimpang dari subtansi agama oleh oknum umat beragama," kata Nurwakhid Saat menjadi narasumber di Muktamar ke 22 Darud Da'wah wal Irsyad (DDI) di Samarinda, dikutip dari Antara, Rabu (23/2/2022).

Nurwakhid mengatakan, tanpa banyak disadari terorisme sering kali memfitnah Islam karena mengatasnamakan ajaran agama tersebut. Padahal sejatinya aksi teror bertentangan dengan ruh ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.

Narasi propaganda oleh kelompok radikal terorisme, lanjutnya, sangat jauh dari nilai agama yang mengajarkan perdamaian dan persaudaraan.

"Kelompok radikal justru melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti mengadu domba sesama masyarakat, ajakan tidak percaya terhadap negara, bahkan saling mengkafirkan sesama muslim. Tujuan kelompok ini sejatinya ingin membuat kegaduhan untuk menciptakan konflik," jelasnya.

Selain sebagai fitnah terhadap Islam, menurut Nurwakhid, radikal terorisme sebenarnya merupakan gerakan politik yang mempolitisasi agama, dengan tujuan mengganti dasar dan ideologi negara. Mereka disebut memperalat dalil agama untuk kepentingan nafsu politiknya dalam menentang perjanjian luhur dan konsensus nasional.

Di dalam sistem demokrasi, semua pihak mendapatkan ruang kebebasan untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran yang berbeda. Namun, tambahnya, pandangan dan ideologi yang digagas dan diusung tidak boleh bertentangan dengan perjanjian yang telah disepakati bersama sebagai komitmen berbangsa dan bernegara.

"Kita boleh berdebat tentang hal khilafiyah, tetapi hal yang tidak bisa ditawar dan menjadi kewajiban dalam beragama adalah menjaga dan merawat perjanjian. Mereka (radikal terorisme) adalah kelompok pembangkang atau bughot yang ingin mengganti dasar dan ideologi negara dengan mempolitisasi agama," pungkas Nurwakhid.

Baca juga artikel terkait BNPT

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Editor: Fahreza Rizky