tirto.id - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengatakan, terorisme merupakan kejahatan yang tidak hanya mengancam keamanan masyarakat, tetapi sebagai proksi untuk menghancurkan citra Islam dan Indonesia.
"Perlu ditegaskan bahwa memang tidak ada kaitannya antara terorisme dengan agama, karena tidak ada satu pun ajaran agama yang membenarkan terorisme. Tetapi, terorisme berkaitan dengan pemahaman yang menyimpang dari subtansi agama oleh oknum umat beragama," kata Nurwakhid Saat menjadi narasumber di Muktamar ke 22 Darud Da'wah wal Irsyad (DDI) di Samarinda, dikutip dari Antara, Rabu (23/2/2022).
Nurwakhid mengatakan, tanpa banyak disadari terorisme sering kali memfitnah Islam karena mengatasnamakan ajaran agama tersebut. Padahal sejatinya aksi teror bertentangan dengan ruh ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.
Narasi propaganda oleh kelompok radikal terorisme, lanjutnya, sangat jauh dari nilai agama yang mengajarkan perdamaian dan persaudaraan.
"Kelompok radikal justru melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti mengadu domba sesama masyarakat, ajakan tidak percaya terhadap negara, bahkan saling mengkafirkan sesama muslim. Tujuan kelompok ini sejatinya ingin membuat kegaduhan untuk menciptakan konflik," jelasnya.
Selain sebagai fitnah terhadap Islam, menurut Nurwakhid, radikal terorisme sebenarnya merupakan gerakan politik yang mempolitisasi agama, dengan tujuan mengganti dasar dan ideologi negara. Mereka disebut memperalat dalil agama untuk kepentingan nafsu politiknya dalam menentang perjanjian luhur dan konsensus nasional.
Di dalam sistem demokrasi, semua pihak mendapatkan ruang kebebasan untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran yang berbeda. Namun, tambahnya, pandangan dan ideologi yang digagas dan diusung tidak boleh bertentangan dengan perjanjian yang telah disepakati bersama sebagai komitmen berbangsa dan bernegara.
"Kita boleh berdebat tentang hal khilafiyah, tetapi hal yang tidak bisa ditawar dan menjadi kewajiban dalam beragama adalah menjaga dan merawat perjanjian. Mereka (radikal terorisme) adalah kelompok pembangkang atau bughot yang ingin mengganti dasar dan ideologi negara dengan mempolitisasi agama," pungkas Nurwakhid.