tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan suhu maksimum harian di Indonesia mencapai 37,2॰ celsius. Angka itu tercatat oleh Stasiun Pengamatan BMKG di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pekan lalu.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan fenomena peningkatan suhu di Indonesia bukan termasuk dalam kategori gelombang panas.
“Secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk kedalam kategori gelombang panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu (26/4/2023).
Badan meteorologi di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand dan Laos telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40° celsius dalam beberapa hari belakangan. Beberapa pakar iklim menyebut fenomena yang tengah berlangsung ini sebagai gelombang panas atau heatwave.
Sementara untuk kondisi di Indonesia, Dwikorita menjelaskan secara karakteristik fenomena suhu panas di Tanah Air merupakan akibat dari adanya gerak semu matahari. Hal itu merupakan siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun.
“Sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya,” lanjut Dwikorita.
Untuk bisa disebut gelombang panas, Dwikorita menjelaskan suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas dari rata-rata klimatologis suhu maksimum.
“Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikategorikan sebagai gelombang panas,” ujarnya.
Dwikorita juga menyampaikan bahwa suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36 derajat celsius di beberapa lokasi.
“Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April-Mei-Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November,” terangnya.
Dia juga menyoroti soal informasi kondisi suhu udara panas yang dikaitkan dengan fluktuasi radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari yang diukur dengan indeks nilai UV. Menurut Dwikorita, tinggi rendahnya indeks UV tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara di suatu wilayah.
Indeks ini dibagi menjadi beberapa kategori: 0-2 (low), 3-5 (moderate), 6-7 (high), 8-10 (very high), dan 11 ke atas (extreme).
“Masyarakat disarankan agar tidak perlu panik menyikapi informasi UV harian tersebut, serta mengikuti dan melaksanakan himbauan respon bersesuaian yang dapat dilakukan untuk masing-masing kategori index UV, seperti menggunakan perangkat pelindung atau tabir surya apabila melakukan aktivitas di luar ruangan,” tutup Dwikorita.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan