Menuju konten utama

Blunder Wiranto Soal Permintaan Tunda Penetapan Tersangka Pilkada

KPU dan Bawaslu menegaskan tindakan KPK dalam penetapan tersangka beberapa calon kepala daerah tidak bakal mengganggu proses Pilkada.

Blunder Wiranto Soal Permintaan Tunda Penetapan Tersangka Pilkada
Menko Polhukam Wiranto berpidato saat menghadiri apel akbar Pancasila dan Bela Negara di Lapangan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (28/9/2017). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto sempat meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penetapan tersangka atau pemanggilan sebagai saksi calon kepala daerah Pilkada 2018 karena pertimbangan keamanan. Permintaan ini mendapat kritik dari pegiat anti korupsi.

Pada Senin (12/3) Wiranto mengatakan penetapan calon kepala daerah menjadi tersangka atau pemanggilan sebagai saksi dapat mempengaruhi pelaksanaan Pilkada 2018. Apalagi saat ini sudah memasuki periode kampanye.

"Ditunda dahulu lah penyelidikan, penyidikan, dan pengajuan dia sebagai saksi dan sebagai tersangka," kata Wiranto.

Bagi kalangan yang mengkritik, sikap Wiranto dinilai kontraproduktif. Alasannya, bila menunggu hingga Pilkada selesai, maka itu membuka peluang kepala daerah yang terpilih adalah tersangka korupsi. Masyarakat yang akan kena imbasnya.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan usulan Wiranto ini mengabaikan kedaulatan rakyat.

"Pikiran pemerintah menurut saya kebalik-balik ini. Mau menyelamatkan politisi yang bermasalah tapi mengabaikan kepentingan rakyat yang punya kedaulatan," kata Dadang kepada Tirto, Selasa (13/3/2018).

Dadang menyarankan agar KPK tak perlu menanggapi usulan Wiranto. Sebagai lembaga independen, KPK tidak punya tanggung jawab mematuhinya. Pimpinan KPK harus tetap objektif dan konsisten dengan rencana mengumumkan nama-nama calon kepala daerah yang ditetapkan menjadi tersangka dalam waktu dekat.

"Abaikan saja karena itu tak relevan untuk KPK," kata Dadang.

Setelah mendapat kritik, Wiranto memang meralat sikapnya yang sebelumnya meminta KPK menunda penetapan tersangka. Ia mengatakan KPK berhak untuk tidak mengikuti usulan itu. Ia menggarisbawahi bahwa pernyataannya hanya usulan. Konsekuensi dari usulan maka bisa dilaksanakan, ditimbang, atau diabaikan saja.

Keterkaitan Pilkada dan Hukum

Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan KPK bakal mengumumkan nama calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka pada pekan ini. Saat ini yang perlu dirampungkan tinggal persoalan administratif saja.

Donal Faris, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, mengatakan bahwa langkah KPK perlu diapresiasi. Hal ini dapat membantu masyarakat dalam menentukan pilihan.

"Proses hukum oleh KPK bagian dari cara menghadirkan para calon pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas. Sebab mekanisme ini tidak dilakukan partai dalam menjaring kandidat," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tirto.

Donal mengatakan perlu ada pembedaan dalam melihat aspek politik dan hukum dalam pernyataan Wiranto. Menurutnya, apa yang dilakukan KPK tidak mengganggu proses politik.

"Pada faktanya, penetapan tersangka oleh KPK terhadap lima calon kepala daerah 2018 tidak menghentikan atau mengganggu tahapan Pilkada yang akan dilaksanakan di daerah tersebut, dan juga tidak menciptakan gangguan keamanan," kata Donal.

Salah satu calon kepala daerah yang sudah jadi tersangka adalah Bupati Ngada, NTT sekaligus bakal calon gubernur NTT, Marianus Sae. Penetapan ini dilaksanakan pada Februari lalu.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadanil mengatakan penetapan tersangka dengan kelancaran Pilkada tak ada kaitannya.

"Kalau terkait gangguan keamanan, itu kan menjadi domain dari aparat kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Jadi, jangan coba dibenturkan proses penegakan hukum terhadap tersangka korupsi dengan keamanan di daerah yang [menyelenggarakan] Pilkada," ujar Fadli.

Sikap Pihak Lain

Usulan Wiranto semakin tidak relevan ketika penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu menyikapi yang dilakukan KPK tidak bakal membuat proses Pilkada terganggu.

Anggota KPU Wahyu Setiawan pada rapat kerja dengan Komisi II DPR RI dengan jelas mengatakan bahwa "proses Pilkada akan berjalan terus, sementara proses hukum silakan berjalan terus."

Sementara itu, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan proses hukum tidak ada kaitannya dengan Pilkada. "Tidak ada hubungannya dengan Pemilu. Terkait kasus korupsi harus ditindak," katanya.

Bagaimana dengan KPK? Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tidak secara langsung menjawab pertanyaan soal respons instansi terhadap usulan Wiranto. Namun, pemerintah sebaiknya membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membuka kemungkinan pergantian kandidat kasus korupsi dan alih-alih membatasi wewenang lembaga.

Saat ini, calon kepala daerah yang menjadi tersangka tak bisa diganti kandidat lain. Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) poin e Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017, bakal calon kepala daerah hanya bisa diganti apabila dijatuhi pidana yang berkekuatan hukum tetap. Kandidat juga bisa diganti jika mengalami gangguan kesehatan, atau berhalangan tetap dalam menjalankan tugasnya.

Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada juga tak mencantumkan syarat "tak pernah menjadi tersangka" sebagai hal yang harus dipenuhi kandidat dalam Pilkada. Calon kepala daerah dan wakilnya hanya disyaratkan tak pernah menjadi terpidana, atau bagi mantan terpidana telah terbuka mengakui perbuatannya.

Menurut Saut, bila KPK menghentikan proses hukum terhadap kandidat yang tersangka, hal itu berdampak negatif pada angka indeks persepsi korupsi di Indonesia.

"Selama kita memiliki bukti. Akan diumumkan kalau memang ada, bukan diada-adakan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino