Menuju konten utama

Biografi Karel Satsuit Tubun Pahlawan Revolusi Gugur saat G30S

Aipda KS Tubun gugur di tangan PKI meski dirinya bukan target operasi. Mengapa bisa begitu? Cari tahu penjelasannya di biografi Karel Satsuit Tubun berikut.

Biografi Karel Satsuit Tubun Pahlawan Revolusi Gugur saat G30S
Karel Satsuit Tubun. wikimedia commons/domain public

tirto.id - Aipda Karel Satsuit Tubun atau yang lebih dikenal dengan nama KS Tubun merupakan seorang polisi yang meninggal dalam peristiwa G30S.

Berkat pengorbanannya, Karel Satsuit Tubun diberi gelar Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta menjadi Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda).

Biografi Karel Satsuit Tubun

KS Tubun lahir di keluarga yang tergolong kurang mampu. Karena itu setelah lulus SD di tahun 1941, Aipda Karel Satsuit Tubun tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena terhalang faktor ekonomi.

Karier Militer Karel Satsuit Tubun

Melansir buku Wajah dan Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional, karier militer KS Tubun dimulai pada tahun 1951. Saat itu Kepolisian Negara (sekarang Polri) membuka lowongan untuk menjadi anggota polisi. Karel Satsuit Tubun pun langsung mendaftarkan diri ke Sekolah Polisi Negara di Ambon.

KS Tubun lolos ujian masuk dengan nilai baik dan menjalani pendidikan di SPN selama enam bulan. Usai menjalani pendidikan, tepatnya pada 9 Februari 1952, Karel Satsuit Tubun menyandang pangkat Agen Polisi II dan ditempatkan di kesatuan Brimob di Ambon.

Beberapa bulan setelahnya, KS Tubun dipindahkan ke kesatuan Brimob di Jakarta. Tahun 1954, pangkatnya naik satu tingkat menjadi Agen Polisi I. Di tahun yang sama, Karel Satsuit Tubun menjalani pelatihan Brimob selama tiga bulan di SPN Megamendung Bogor.

Bentuk Perjuangan Karel Satsuit Tubun

Tahun 1955, KS Tubun mendapat tugas tempur pertamanya. Bersama pasukan lainnya, ia diberangkatkan ke Aceh untuk operasi militer menghadapi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Pada tahun 1958, muncul pemberontakan lain di Sumatera Barat dan Sulawesi Utara. Saat itu golongan separatis mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Semesta (PRRI/ Permesta). Kesatuan Brimob kembali diturunkan dan Karel Satsuit Tubun terlibat operasi militer di Sulawesi Utara.

KS Tubun mendapat kenaikan pangkat menjadi Agen Polisi Kepala di tahun 1959. Tahun berikutnya, ia ditugaskan ke Sumatera Barat untuk mengikuti operasi militer selama enam bulan menghadapi pemberontakan PRRI.

Awal tahun 1960-an, Indonesia juga sedang berjuang membebaskan Irian Barat dari Belanda. Pemerintah lalu mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang intinya untuk merebut Irian Barat dari para penjajah.

Sebagai anggota Brimob yang punya banyak pengalaman di medan pertempuran, Karel Satsuit Tubun juga terjun ke dalam operasi Trikora.

Usai menjalani operasi Trikora, KS Tubun dinaikkan pangkatnya menjadi Brigadir Polisi pada tahun 1963. Saat tugasnya di Irian Barat sudah selesai, Karel Satsuit Tubun pun pulang dan kembali ke induk pasukannya di Bogor.

KS Tubun Gugur saat Peristiwa G30S

Pada April 1965, KS Tubun yang punya banyak pengalaman tempur akhirnya menjadi anggota pasukan pengawal di kediaman Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena. Namun, di tahun itulah Karel Satsuit Tubun harus gugur di tangan PKI meskipun dirinya bukanlah target operasi.

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, PKI berencana untuk menculik beberapa jenderal Angkatan Darat. Salah satu yang menjadi target adalah Jenderal A.H. Nasution yang kala itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankam/ Kasab).

Rumah Jenderal A.H. Nasution yang berada di Jalan Teuku Umar bersebelahan dengan rumah Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena.

Saat itu ada 3 anggota Brimob yang berjaga di kediaman Dr. Leimena yang notabene pejabat tinggi pemerintahan. Tiga orang itu adalah Lussy, Lubis, dan KS Tubun.

PKI berniat untuk melumpuhkan para pengawal yang ada di kediaman Dr. Leimena demi melancarkan operasi G30S. Saat PKI muncul, Lussy sedang berada di bagian belakang rumah.

Lubis yang berjaga di pekarangan depan langsung disergap dan dilucuti senjatanya, sementara Karel Satsuit Tubun sedang tidur di gardu jaga. Sesuai pembagian tugas dengan dua pengawal lainnya, saat itu KS Tubun memang kebagian istirahat pada dini hari.

Saat itulah gerombolan PKI mendatangi dan membangunkan Karel Satsuit Tubun dengan kasar. KS Tubun yang tidur sambil memegang senjata sempat mengira kalau yang mengganggu tidurnya adalah Lussy dan Lubis.

Namun setelah tubuhnya ditendang-tendang, KS Tubun pun bangun dan sadar kalau yang membangunkannya adalah orang asing. KS Tubun sempat melakukan perlawanan seorang diri, tetapi tentu saja kalah jumlah. Ia lalu ditembak oleh kawanan PKI dan tewas seketika, tepat beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ke-37.

KS Tubun Menerima Gelar Pahlawan Revolusi

Berdasarkan SK Presiden No.114/KOTI/1965 pada tanggal 5 Oktober 1965, Karel Satsuit Tubun resmi mendapat gelar Pahlawan Revolusi.

KS Tubun yang gugur saat menjalankan tugas juga mendapat kenaikan pangkat secara anumerta menjadi Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda).

Keluarga KS Tubun

KS Tubun lahir pada tanggal 14 Oktober 1928 di Rumadian, Maluku Tenggara. Ia menikah dengan seorang gadis asal Jawa bernama Margaretha Waginah pada tahun 1959.

Dari pernikahannya tersebut, Aipda Karel Satsuit Tubun dikaruniai tiga orang anak laki-laki. Mereka adalah Philipus Sumarna, Petrus Waluyo, dan Paulus Suprapto.

Baca juga artikel terkait KS TUBUN atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Penyelaras: Ibnu Azis