tirto.id - Pada 1980, sekelompok eksekutif IBM bertandang ke kantor sebuah perusahaan kecil di Seattle bernama Microsoft, yang usianya baru seumur jagung. Kunjungan IBM ke kantor Microsoft, sebagaimana diceritakan Patricia Brennan Demuth dalam bukunya berjudul Who Is Bill Gates? (2013) dilakukan untuk mendiskusikan kerjasama eksklusif.
Di kantor Microsoft, seorang pria berumur 24 tahun menyambut kedatangan orang-orang IBM. Tak ingin berlama-lama berada di sana, salah seorang eksekutif IBM langsung bertanya pada sang pemuda, “Hey, ruangan bosmu di mana?” Tanpa pikir panjang, si pemuda menggiring eksekutif-eksekutif IBM ke ruangan bos Microsoft. Bukannya pergi, pemuda itu lalu duduk di kursi bos, memperkenalkan diri sebagai Bill Gates, pendiri Microsoft.
Sejak 1960, IBM adalah penguasa dunia komputer khususnya di dunia industri dengan hampir 70 persen pangsa pasar komputer industri. Di ranah komputer rumahan, IBM melempem. Apple, pada 1980, menguasai 10,77 persen pangsa pasar komputer rumahan melalui Apple II. Bahkan, setahun kemudian pangsa pasar Apple II naik menjadi 15 persen. IBM pun gusar dan meluncurkan “Project Chess,” proyek ambisius untuk menciptakan komputer rumahan dengan chip Intel 8089. Masalahnya, IBM hanya memiliki tenaga dan kemampuan untuk membangun hardware, bukan software.
Walhasil, Jack Sams, salah seorang petinggi IBM, meminta Microsoft untuk menciptakan untuk merealisasikan Project Chess. MS-DOS lalu menjadi 'hadiah' dari Microsoft untuk IBM guna memenangkan pertarungan komputer rumahan melawan Apple.
Tindakan eksekutif IBM yang menunjukkan sikap meremehkan itu berakhir dengan rasa malu. Terlebih, selain memberikan MS-DOS bagi IBM, tujuh tahun selepas pertemuan tersebut berlangsung, Gates menjelma menjadi seorang triliuner.
IBM memang berjasa membentuk Gates menjadi sosok yang kita kenal saat ini. Namun, jika ditarik ke titik paling dasar, kesuksesan Gates tentu saja tidak berakar pada IBM--atau bahkan perusahaannya sendiri, Microsoft--melainkan pada Lakeside School, sekolah swasta di Seattle, Washington, yang mendidik anak-anak sekolah mulai kelas 5 hingga kelas 12 (semacam SMP-SMA di Indonesia).
Lakeside School: Ketika Bill Gates Menemukan Tujuan Hidup dan Sahabat
Bill Gates alias William Henry Gates III lahir pada 28 Oktober 1955 di Seattle, AS. Angka “III” tersemat karena Gates merupakan laki-laki ke-3 dalam garis keturunan ayahnya yang menggunakan nama “William Henry”. Di dalam keluarga kecil itu, Gates adalah anak kedua dengan satu adik. Karena terdapat angka “III,” keluarga Gates memanggilnya dengan sebutan “Trey,” julukan yang lazim digunakan para pemain kartu untuk merujuk “tiga”. “Bill” sendiri merupakan sebutan teman-teman Gates.
Patricia Brennan Demuth, dalam bukunya berjudul “Who Is Bill Gates?” menyebut bahwa Gates lahir dari keluarga berpendidikan. Ibunya, Mary Gates, merupakan seorang pengajar, sementara sang ayah, William Gates II, merupakan seorang pengacara sukses. Karena peduli pendidikan, orang tua Gates melarang Gates kecil menonton TV di malam hari di hari-hari sekolah. Sebagai gantinya, Gates kecil diberi pasokan buku yang melimpah. Gates akhirnya perlahan menjadi bocah yang, tulis Demuth, "lapar buku”.
Menginjak usia SMP, Gates dimasukkan orangtuanya ke Lakeside School, sekolah swasta elite yang hanya menerima siswa laki-laki. Lakeside mendorong siswa-siswanya menemukan minat dan bakat mereka. Gates baru menyadari minat dan bakatnya pada suatu hari di musim semi 1968. Kala itu, seorang guru Lakeside membawa Gates dan beberapa temannya ke ruangan baru sekolah yang berisi komputer.
Komputer yang diperkenalkan guru Gates adalah sebuah mesin ketik elektrik (teletype) yang terkoneksi dengan komputer mainframe--ukurannya sebesar kamar kos--di pusat kota Seattle. Koneksi dua komputer terjalin via telepon.
“Sang guru menunjukkan kepada muridnya cara mengetik perintah. Klak-klak. Teletype mulai membuat lubang pada gulungan pita kertas yang panjang. Sangat berisik. Segera, perintah yang diketik itu diteruskan melalui kabel telepon ke komputer mainframe beberapa kilometer jauhnya. Beberapa saat kemudian, mesin mengetik kembali jawaban yang diterima dari komputer mainframe,” tulis Demuth.
Bak bocah bertemu cinta monyetnya, hati Gates meleleh.
Usai bertemu dengan komputer-yang-berbeda-dengan komputer-yang-kita kenal-sekarang itu, Gates kecil rajin mengunjungi ruang komputer usai menyelesaikan beberapa pelajaran. Tak ketinggalan, Gates juga membaca setiap buku manual komputer yang dapat ia temukan. Ia mempelajari BASIC, bahasa pemrograman purba. Kelak, dengan bahasa pemrograman yang pertama kali dipelajari Gates inilah Microsoft menciptakan bahasa pemrograman bernama Visual Basic.
Bersama teman-temannya yang juga jatuh cinta pada komputer, Gates mendirikan perkumpulan Lakeside Programmers dan menemukan seorang sahabat, Paul Allen. Hubungan keduanya sudah mirip Steven Jobs dan Steve Wozniak di Apple. Di kemudian hari Gates mendirikan Microsoft bersama Allen.
Gates kecil yang kala itu berusia 12 tahun menulis program pertamanya: game tic-tac-toe. Di sisi lain, Allen menciptakan Traf-O-Data, aplikasi yang dapat mengukur arus lalu-lintas di Seattle.
Sayangnya, di kemudian hari, Gates tahu bahwa komputer di sekolahannya bukan milik pihak sekolah, melainkan disewa dari General Electric, raksasa teknologi yang didirikan Thomas Alva Edison. Untuk menggunakan komputer itu, Lakeside diwajibkan membayar biaya USD 89 per bulan dan USD 8 per jam penggunaan. Tarif ini setara dengan USD 779 per bulan dan USD 70 per jam hari ini.
Walhasil, biaya sewa membengkak karena bocah-bocah seperti Gates menghabiskan waktu di komputer tersebut. Akhirnya, pihak sekolah mewajibkan murid yang hendak menggunakan komputer membayar biaya penggunaan per jam, seperti halnya warnet.
Meskipun sukses, orangtua Gates enggan memberikan uang lebih pada Gates guna membayar biaya sewa komputer. Dalam bukunya, Demuth menulis bahwa langkah orangtua Gates diambil agar sang anak mulai berpikir cara menghasilkan uang, apalagi mereka tahu Gates sangat cinta komputer.
Gates kemudian mencari pekerjaan yang dapat membuatnya terus-terusan berada di depan komputer. Nahas, tidak ada pekerjaan paruh waktu untuknya. Namun, sebuah perusahaan bernama Computer Center Corporation baru berdiri di Seattle. Gates mendatanginya dan pemilik Computer Center Corporation berjanji akan meminjamkan komputer jika Gates dapat menemukan bug, cacat desain, di komputer milik mereka. Gates setuju.
Setelah menemukan bug, Gates memperoleh akses gratis ke komputer milik Computer Center Corporation di waktu kosong, malam hari dan akhir pekan. Kemampuan pemrograman Gates diasah di sini.
Pada 1967, Lakeside School yang hanya menerima siswa laki-laki, digabungkan dengan Lakeside School versi yang hanya menerima siswa perempuan. Jadwal kelas pun menjadi rumit. Beberapa guru mencoba menulis program komputer yang menggabungkan kelas laki-laki dan perempuan, tetapi gagal, sampai-sampai mereka meminta murid-muridnya sendiri membuat program jadwal kelas. Hadiahnya istimewa: bebas dan gratis menggunakan komputer sekolah serta $5.000. Di sinilah Gates berkongsi dengan Allen, yang akhirnya sukses membuat program pembagian kelas. Bonus tambahan: Gates memanipulasi program agar dirinya masuk ke kelas-kelas yang diisi banyak siswa perempuan.
Usai menimba ilmu di Lakeside, Allen melanjutkan studi ke Washington State University. Gates, sebagaimana kisah yang sering kita dengar, hijrah ke Harvard University. Masalahnya, Gates dan Allen lebih cinta dunia komputer daripada bangku kuliah. Maka, baik Gates dan Allen akhirnya sama-sama memutuskan drop out dari bangku kuliahan. Pada 4 April 1975, di Albuquerque, New Mexico, Amerika Serikat, Gates yang masih berumur 19, dan Allen yang berusia 22, mendirikan Microsoft.
Dalam memoir berjudul Idea Man: A Memoir by the Cofounder of Microsoft (2011), Allen mengatakan bahwa pendirian Microsoft merupakan buah kesabaran menunggu momentum perkembangan mikroprosesor yang digagas Intel. Ini bermula pada 1969, ketika sebuah perusahaan asal Jepang meminta Intel membuatkan chip murah untuk kalkulator yang hendak mereka ciptakan. Permintaan itu dijawab Gordon Moore, pendiri Intel, dengan memperkenalkan Intel 4004. Mikroprosesor tersebut merangkum segala integrated circuit (IC) yang dibutuhkan dalam satu modul yang sebelumnya terpisah.
“Pertama kali saya lihat, Intel 4004 terlihat seperti core yang sangat bagus bagi kalkulator. Namun, selepas saya membaca lebih rinci, Intel 4004 merupakan sebuah central processing unit alias CPU sungguhan,” kata Allen dalam memoirnya. Sayangnya, menurut Gates, chip tersebut masih terlalu lambat.
Akhirnya, Intel kemudian meluncurkan versi terbaru chip bernama 8008, yang dirilis pada April 1974. Menurut Allen, chip ini merupakan mikroprosesor yang “telah lama ia bicarakan” bersama Gates. Allen pun berujar: “Ayo kita dirikan perusahaan (untuk menciptakan BASIC bagi 8080). Akan terlambat jika kita menunggu (chip yang lebih cepat). Kita akan tertinggal.”
Berkat kelahiran Intel 8008, Gates dan Allen akhirnya menciptakan sistem operasi berbasis BASIC, dan mereka sukses meyakinkan MITS, perusahaan pencipta komputer bernama Altair, untuk menggunakan karya Gates dan Allen itu. Dari BASIC untuk Altair, Gates (dan Microsoft) akhirnya membuat The Big Blue alias IBM kepincut. Microsoft menciptakan sistem operasi bagi IBM, MS-DOS. Dan karena IBM memperbolehkan MS-DOS dijual Microsoft ke perusahaan lain yang menciptakan tiruan komputer rumahan ala IBM, perlahan Microsoft berlabuh menjadi perusahaan raksasa.
Nahas, ketika Microsoft tengah menanjak, pada 1982 Allen harus angkat kaki dari perusahaan yang turut ia dirikan. Musababnya, Allen terkena Limpoma Hodgkin, salah satu jenis kanker yang susah disembuhkan. Akhirnya, Gates harus berjalan mengomandoi Microsoft seorang diri.
Namun, yang membuat nama Microsoft dan Bill Gates melambung bukan MS-DOS dan kerjasamanya dengan IBM, tetapi mahakarya mereka yang bernama Windows.
"Kayak Tai!"
“Ketika para penjudi dan wanita penghibur terlelap usai pesta di malam hari, pada suatu pagi di bulan November 1982 di Las Vegas, para eksekutif perusahaan, teknisi, dan programer, bergegas menghadiri COMDEX, pameran komputer terbesar di Amerika,” tulis Jennifer Edstrom dalam bukunya berjudul Barbarians Led By Bill Gates: Microsoft From The Inside, How The World’s Richest Corporation Wields Its Power (1998)
Bill Gates, tentu saja, tak termasuk dalam rombongan para penjudi yang terlelap melainkan salah satu pengunjung COMDEX yang pagi itu melihat-lihat perkembangan teknologi Amerika. Tiba-tiba ia berhenti di sebuah booth yang disewa perusahaan bernama VisiCorp. Ia takjub menyaksikan VisiCorp memperagakan sistem operasi komputer baru bernama VisiOn, sistem operasi yang memiliki GUI alias Graphical User Interface.
Bagi Gates, VisiOn adalah masa depan. Jika VisiCorp mampu memperoleh kerjasama strategis seperti Microsoft dan IBM, VisiOn akan menguasai dunia dan karir Microsoft tamat. Tapi, jika Microsoft dapat membuat produk serupa VisiOn, dunia akan digenggam Microsoft.
Pulang dari COMDEX, Gates bergegas mendirikan tim perancang sistem operasi baru yang menggunakan konsep GUI untuk menggantikan MS-DOS. Ia menunjuk dua karyawannya bernama Dan McCabe dan Rao Remala untuk merealisasikan proyek ini. Karena tahu VisiOn bukan pencetus konsep GUI, Gates memerintahkan dua karyawannya itu membeli Xerox PARC's Star system, membongkarnya dan mempelajari bagaimana sistem operasi berbasis GUI bekerja.
Setahun bekerja, McCabe dan Remala melahirkan Interface Manager. Bukan sistem operasi, tetapi semacam aplikasi yang berjalan di atas MS-DOS untuk menghadirkan kemampuan GUI. Malang, Interface Manager justru melahirkan kekacauan yang menghancurkan sistem operasi ala Microsoft. Akhirnya, Gates memasukkan Steve Wood, karyawan Microsoft lainnya yang merupakan lulusan Yale University. Menurut Wood, Microsoft gagal menciptakan GUI karena “tidak memiliki pemimpin yang benar-benar tahu GUI”.
Sadar diprotes karyawannya sendiri, tulis Edstrom, Gates merekrut Scott McGregor, peneliti pada Xerox PARC, yang tentu saja, terlibat melahirkan GUI. Tak lama, Gates memasukkan Marlin Eller, programer yang dikenal paham soal konsep GUI. Di titik inilah Gates lebih serius menciptakan sistem operasi berbasis GUI. Ia pun menamai timnya “Windows”.
Sayangnya, meskipun Gates telah membentuk tim yang mumpuni, kerja tim Windows selalu berujung jalan buntu. Suatu ketika Eller memilih mengerjakan proyek main-mainnya, membuat jam digital dengan warna di bagian latar belakang. Anehnya, ketika program itu dieksekusi di MS-DOS, source code ciptaannya selalu menghasilkan error.
“Greg, kok jam digital ku ngga jalan-jalan, ya?” tanya Eller pada McGregor. Dengan tenang, MCGregor menjawab bahwa mungkin kesalahan ada pada programnya sendiri. Namun, Eller yakin telah menulis program dengan benar, tanpa kesalahan.
Eller mengulang penciptaan jam digitalnya. Kali ini lebih teliti. Sayangnya, error lagi-lagi muncul. Eller pun yakin program jam digitalnya tidak salah. Ia yakin ada kesalahan fundamental pada MS-DOS. Tak mau mendapat jawaban serupa, Eller kali ini mengadu kepada sang bos besar, Gates.
“Bill, lihat ini,” kata Eller pada Gates, menunjukkan jam digitalnya tidak dapat bekerja di produk unggulan Microsoft kala itu. Eller meyakinkan Gates bahwa terdapat bug pada pondasi sistem operasi yang membuat konsep GUI tidak dapat bekerja. Kesal, ia berujar: “Siapa, sih, yang menulis kode kayak tai ini?”
Mendengar ucapan itu, Gates lantas sungguh-sungguh meninjau ulang inti sistem operasi Microsoft. Tak lama kemudian ia membenarkan bahwa terdapat cacat desain pada MS-DOS. Yang tak diketahui Eller, kode yang disebutnya "tai" itu ditulis oleh bosnya sendiri, Gates.
Usai mengatasi cacat desain pada MS-DOS, jam digital Eller dapat bekerja. Pada 20 November 1985, lahirlah Windows, yang mengusung GUI. Bergegas Gates terbang ke seantero negeri meyakinkan perusahaan-perusahaan produsen hardware dan software untuk menciptakan komputer dan aplikasi yang berjalan di atas Windows.
Lobi-lobi yang dilakukan Gates berbuah kesuksesan. Namanya, dan juga perusahaannya, kelak menjadi raksasa.
Editor: Windu Jusuf