tirto.id - Program ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama ini kerap dikritik memuat banyak kebijakan populis. Namun, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kebijakan populis tidak salah.
"[Kebijakan] Populis itu enggak salah, karena untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tapi harus tetap sesuai dengan UU APBN," kata dia dalam Seminar Indonesia Economic Outlook 2019 di Hotel Westin, Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Sri Mulyani mengklaim kebijakan populis pemerintah saat ini sudah tepat. Selain itu, kata dia, selama ini Indonesia memiliki rekam jejak yang baik dalam menjaga ketahanan ekonomi.
Dia mencontohkan fokus pemerintah ke pembangunan infrastruktur memang terkesan populis, tapi hal itu juga salah satu kebutuhan utama masyarakat.
"Akselerasi infrastruktur adalah [kebijakan] populis yang benar. Infrastruktur left behind [tertinggal], menyebabkan kehidupan masyarakat terbebani," kata Sri Mulyani.
Sri mulyani menambahkan, banyak negara kerap mengalami pembengkakan defisit APBN saat masuk tahun politik. India, kata dia, pernah mencatatkan defisit 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) saat memasuki tahun politik.
Dia mengakui alokasi APBN RI saat ini juga memuat kebijakan populis. Namun, ia menegaskan pemerintah tetap serius menjaga stabilitas ekonomi meski menjelang Pemilu 2019.
"Defisit [APBN Indonesia] dibatasi maksimal 3 persen PDB. Jadi tidak usah khawatir. Kita populis, tetapi tetap sustain [ekonomi terjaga]," jelas dia.
Sri Mulyani lalu membandingkan perekonomian Indonesia dan Venezuela yang juga menerapkan kebijakan populis dalam penganggaran. Namun, beda dengan Indonesia, dia menilai Venezuela salah menerapkan strategi ekonomi.
Produksi minyak Venezuela yang berlimpah, menurut Sri Mulyani, sempat membuat pemerintah negara Amerika Latin itu dengan mudah memberikan banyak fasilitas gratis kepada warganya. Akan tetapi, ketika harga minyak dunia jatuh, perekonomian Venezuela turut ambruk.
"Dia [Venezuela] punya minyak banyak, kemudian dia pakai untuk sebesar-besarnya gratis tidak hanya untuk rakyatnya tapi ke negara negara tetangganya. Kuba, Haiti dan lain lainnya,” ujar Sri Mulyani.
“Negara-negara di Karibia itu tergantung kepada Venezuela sehingga waktu harga minyak dunia jatuh, bangkrut APBN-nya. ekonominya bangkrut karena program itu sudah tidak sustainable," tambah dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Addi M Idhom