tirto.id - Ekonom pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori mengatakan biaya produksi gula di pabrik penggilingan milik BUMN selama ini jauh lebih mahal daripada swasta.
Khudori mencatat biaya produksi gula di pabrik pengolahan tebu milik BUMN mencapai Rp10.500 per kilogram. Sementara biaya produksi gula di pabrik swasta hanya Rp6.000 per kilogram.
"Jadi gula petani ya, bukan gula swasta. Itu ketemu Rp10.500 per kilogram. Itu ongkos produksi saja. Nah kalau pemerintah memperhitungkan keuntungan petani katakan lah 15 persen atau 30 persen, tinggal dikalikan saja," kata Khudori kepada reporter Tirto pada Jumat (8/2/2019).
Pabrik gula milik swasta, kata dia, memiliki sistem yang terintegrasi, dari perkebunan sampai pengolahan. Mesin-mesin yang digunakan untuk pengolahan gula juga lebih canggih dibandingkan milik pabrik BUMN.
"Ketidakefisienan [pabrik gula BUMN] itu tercermin dari ongkos produksi yang sangat mahal. Kalau kita bandingkan dengan ongkos produksi, pabrik gula swasta itu sangat murah," ujar Khudori.
Dia mencontohkan, perusahaan swasta seperti gulaku dan sugar grup, yang sebagian pabriknya di Lampung, hanya perlu ongkos produksi Rp5.509 sampai Rp6.000 per kilogram.
"Ongkos produksinya [pabrik swasta] hampir separuhnya [pabrik gula BUMN]," ujar dia.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah menilai permintaan untuk menaikkan harga gula di tingkat petani tebu, bisa mengerek ongkos produksi.
Harga pokok pembelian (HPP) gula dipatok pemerintah senilai Rp9.700 per kilogram. Sementara Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah menaikkan HPP menjadi senilai Rp10.500 per kilogram, atau setara dengan biaya produksi di pabrik milik BUMN berdasar hitungan Khudori.
"Itu ujung-ujungnya konsumen harus membayar jauh lebih mahal dari yang sesungguhnya," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen juga mengeluhkan biaya produksi yang mahal akibat pabrik gula milik BUMN sudah tua.
Soemitro juga menilai Biaya Pokok Produksi (BPP) gula nasional tinggi karena banyak pabrik penggilingan tebu di Indonesia tidak efisien. Mesin dan fasilitas produksinya juga sudah tua.
Berdasar data per tahun 2013, dari 62 unit pabrik gula di Indonesia, 51 unit di antaranya adalah milik BUMN. Namun, pabrik BUMN hanya mampu menyumbang 60,78 persen dari total produksi gula nasional.
Produktivitas sebagian besar pabrik gula di Indonesia juga rendah, rata-rata hanya 7 ton gula dari 100 ton tebu. Padahal, dengan 100 ton tebu, pabrik gula di Thailand menghasilkan 14 ton gula.
“Karena di Indonesia pabriknya bikinan zaman Belanda,” kata Soemitro.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Addi M Idhom