tirto.id - Bank Indonesia menjelaskan fenomena depresiasi nilai tukar yang hampir menyentuh angka Rp16.000-an per dolar AS terjadi lantaran adanya aktivitias investor asing yang menarik dananya secara besar-besaran.
Para investor global disebut-sebut tengah menarik asetnya baik dalam bentuk saham maupun surat berharga negara (SBN) sampai-sampai muncul istilah “cash is the king”.
Untuk itu, kata Perry, BI telah mengeluarkan dana sekitar Rp195 triliun untuk mengintervensi pasar keuangan dan menahan perlemahan nilai tukar rupiah. Salah satunya, untuk membeli SBN agar harganya tak jatuh.
"Selama 2020 ini kami sudah membeli hampir Rp 195 triliun SBN yang dilepas oleh asing dan itu kami lakukan dalam upaya menjaga stabilitas rupiah termasuk juga spot maupun DNDF," tegas Perry di kantornya, Jakarta, Kamis (19/3/2020).
Perry juga menyatakan, BI akan terus menjaga pasar keuangan Indonesia terutama di tengah ketidakpastian menghadapi Covid-19 baik itu terkait pasar, likuiditas, valas.
Selain membeli SBN, BI sendiri sudah menjalankan mekanisme intervensi antara lain intervensi di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).
Hinga saat ini, BI juga terus memantau dinamika perekonomian global yang telah menyebabkan tekanan bagi Indonesia dan semua negara. Alhasil terjadi pembalikan modal secara besar-besaran dalam waktu hampir relatif bersamaan.
Ia menyebutkan posisi cadangan devisa dipastikan akan tetap cukup menghadapi tekanan yang ada. Per Februari 2020 lalu ada sekitar 130,4 miliar dolar AS.
“Kami pastikan penentuan nilai tukar di pasar baik dari broker dan interbank itu konvergen, kami pastikan pagi-sore bi selalu di pasar untuk menjaga confident, mekanisme pasar, dan kecukupan likuiditas agar dalam situasi sulit ini terus dijaga,” ucap Perry.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana