Menuju konten utama

BI: Rupiah Melemah Bukan karena Isu Rush Money dan Demo 212

AS. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, menjelaskan pelemahan tersebut bukan karena sentimen pasar dari rencana demonstrasi pada 2 Desember 2016 dan isu penarikan uang tunai secara masif atau rush money.

BI: Rupiah Melemah Bukan karena Isu Rush Money dan Demo 212
Petugas menunjukkan uang dolar US dan uang rupiah di tempat penukaran uang di kantor PT Valuta Inti Prima, Jakarta, Jumat (11/11). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Nilai tukar rupiah pada Kamis dan Jumat ini melemah sampai ke level Rp13.500 per dolar AS. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, menjelaskan pelemahan tersebut bukan karena sentimen pasar dari rencana demonstrasi pada 2 Desember 2016 dan isu penarikan uang tunai secara masif atau rush money.

"Penarikan uang itu tidak ada isu. Kita perbankannya sehat, likuditasnya juga baik. (Pelemahan) Ini karena faktor di luar negeri," kata Agus, Jumat (25/11/2016).

Menurut BI, tekanan terhadap rupiah pada Kamis dan Jumat ini, lebih disebabkan oleh nilai tukar mata uang dolar AS yang menguat setelah dirilisnya data-data perbaikan ekonomi AS pada Rabu (23/11). Sentimen positif ekonomi AS tersebut membuat pelaku pasar semakin yakin Bank Sentral AS The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuannya pada 14 Desember 2016. Hal tersebut berdampak pada pergerakkan arus modal ke negara Paman Sam, yang akhirnya memperkuat kurs dolar AS dan memperlemah mata uang non-dolar AS, termasuk rupiah.

Menurut Agus pula volatilitas nilai tukar rupiah ini hanya bersifat sementara. "Ini adalah kondisi temporer, dan kondisi temporer ini yang paling utama adalah karena kondisi di luar negeri," kata Agus.

Mantan Menteri Keuangan RI ini juga menyampaikan ekseptasi kenaikan bunga acuan The Fed, volatilitas kurs rupiah juga karena ketidakpastian kebijakan ekonomi Presiden AS terpilih Donald Trump yang membayangi sikap dan keputusan para pelaku pasar.

Agus mengatakan pelaku pasar masih menunggu kepastian mengenai kebijakan fiskal Trump dan kabinet menteri yang akan membantunya. Pelaku pasar juga menyoroti, apakah Trump benar-benar akan merealisasikan kebijakan fiskal yang ekspansif, sehingga memperbesar nilai penerbitan surat utang ke pasar.

"Apakah akan ada defisit fiskal yang sangat besar karena pengurangan pajak yang besar, kemudian pengeluaran infrastruktur yang ditingkatkan dan apakan kemudian akan ada utang yang lebih besar di Amerika, dan juga bagaiman hubungan antara pemerintah dan The Federal Reserve," ujarnya.

Pada pembukaan perdagangan Jumat, kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank melemah sebesar enam poin menjadi Rp13.515, dibandingkan Kamis yang di posisi Rp13.509 per dolar AS.

Sementara kurs rupiah dari refrensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI bergerak di Rp13.570 per dolar AS pada Jumat siang.

"Pelemahan rupiah bersamaan dengan pelemahan mata uang di kawasan Asia merespon notulensi pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang cenderung 'hawkish' terhadap kenaikan suku bunga AS," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta pada Jumat pagi.

Namun menurut Rangga, sentimen mengenai demonstrasi juga masih membayangi fluktuasi mata uang rupiah di pasar valas domestik.

"Secara umum sentimen negatif terhadap rupiah akan bertahan dalam jangka pendek walaupun hari ini shock tekanan bisa mereda," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait NILAI TUKAR RUPIAH

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH