tirto.id - Bank Indonesia (BI) diprediksi mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen. Tak hanya itu, bank sentral juga diprediksi masih mempertahankan suku bunga deposit facility menjadi sebesar 5,5 persen dan suku bunga lending facility di 7 persen.
Ekonom Senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Ryan Kiryanto, menjelaskan bahwa situasi meredanya tekanan eksternal terhadap rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi ke depan tetap dalam koridor 1,5-3,5 persen menjadi dasar pertimbangan utama.
Selain itu, The Fed juga diprediksi masih belum akan menurunkan Fed rate di level 5,25-5,50 persen dalam jangka pendek ini atau setidaknya hingga akhir 2024.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, juga memproyeksikan BI akan mempertahankan BI Rate di level 6,25 persen dengan mempertimbangkan risiko dari skenario kebijakan Fed yang higher-for-longer.
Dari sisi global, menurut dia, kondisi pasar keuangan pada Mei 2024 mulai menunjukkan perbaikan, didukung oleh meredanya kekhawatiran akan konflik geopolitik di Timur Tengah dan perkembangan data ekonomi Amerika Serikat, terutama tren penurunan inflasi Amerika Serikat (AS).
"Menyusul meningkatnya tekanan di pasar keuangan global pada bulan April 2024, yang memaksa BI untuk menaikkan BI-rate sebesar 25 basis points menjadi 6,25 persen, rupiah cenderung menguat sebesar 1,47 persen month to date (mtd)," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (21/5/2024).
Josua mengatakan, imbal hasil obligasi acuan 10 tahun telah turun 32 basis points mtd, dan telah terjadi arus modal masuk ke pasar portofolio sebesar 441 juta dolar AS mtd pada Mei 2024.
Sementara itu, sentimen dari dalam negeri, data inflasi Indonesia pada April 2024 bertepatan dengan perayaan Idul Fitri, mulai menurun. Dampak musiman dari peningkatan permintaan diimbangi oleh peningkatan pasokan makanan karena musim panen.
"Namun demikian, risiko dari eksternal dan domestik tetap ada. Secara global, sinyal dari banyak pejabat The Fed masih menunjukkan sinyal bahwa Fed tidak terburu-buru menurunkan suku bunga kebijakan Fed Funds Rate meskipun proses disinflasi di AS masih berlanjut," kata Josua.
Menurutnya, hal itu dapat membatasi sentimen risk-on yang saat ini sedang meningkat dan dengan demikian membatasi potensi aliran modal masuk.
Dari kondisi domestik, penyempitan surplus perdagangan yang berimplikasi pada pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di kuartal I-2024 juga menjadi perhatian. Hal ini disebabkan oleh risiko pelebaran defisit yang berlanjut di kuartal II-2024, terutama didorong oleh pola musiman dari puncak pembayaran instrumen keuangan Indonesia kepada non-residen di setiap kuartal kedua.
Oleh karena itu, permintaan domestik terhadap dolar AS tetap tinggi, sehingga menimbulkan risiko terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah.
"Kami memperkirakan bahwa BI hanya akan menurunkan BI-rate setelah The Fed mulai menurunkan suku bunga kebijakannya," tuturnya.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Maya Saputri