tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bakal memanggil PT AMMAN Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) kedua, Rabu (14/12/2022). Dalam pertemuan tersebut Komisi VII bakal menanyakan terkait dugaan pelanggaran HAM kepada AMMAN.
"Rdpu DPR dengan Amman Mineral tanggal 14 Desember," kata Anggota Komisi VII DPR, Adian Napitupulu kepada Tirto, Rabu (13/12/2022).
Dia menuturkan sejumlah dugaan pelanggaran HAM oleh AMMAN meninggalkan banyak korban jiwa. Terdapat 4 korban jiwa yang diidentifikasi dan belasan lagi luka-luka.
"Tentunya hal tersebut tidak bisa di biarkan terjadi. Berjalannya RDPU tanggal 14 Desember besok akan menjadi bukti bahwa DPR tidak bisa diintervensi siapapun dan untuk kepentingan apapun," bebernya.
Sebelumnya, Amnesty International Indonesia (AII) meminta perusahaan tersebut ditutup sementara hingga hasil penyelidikan pelanggaran HAM rampung dilakukan.
“Penutupan sementara dapat menjadi langkah yang harus dipertimbangkan. Muara dari penyelidikan pelanggaran HAM itu dapat berujung pada perlunya pertanggungjawaban pidana pribadi-pribadi pengelola perusahaan yang dianggap bertanggung jawab dan juga bisa dikenai pada perusahaannya,” jelas Direktur Amnesty International, Usman Hamid kepada wartawan, Senin (21/11/2022).
“Hukum pidana kita mengenal dua tindak pidana baik oleh individu dan kelompok maupun pidana oleh korporasi,” sambungnya.
Sejumlah dugaan pelanggaran HAM oleh PT AMNT ini sebelumnya dipersoalkan oleh Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tambang Kabupaten Sumbawa Barat (Amanat KSB). Salah satu yang disoroti adalah terkait kebijakan ketenagakerjaan.
Mulai dari kecelakaan kerja, PHK sepihak, union busting, black list, alert list, jam kerja hingga pembatasan media sosial. Selain itu juga soal tidak adanya transparansi soal dana Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan program pascatambang. Usman Hamid menegaskan, berbagai persoalan tersebut harus ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait.
Hal itu penting agar terciptanya keadilan, utamanya bagi masyarakat yang terdampak dari perusahaan yang mengoperasikan 25 ribu hektare tambang emas dan tembaga di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara tersebut.
“Pemerintah perlu menyerap aspirasi masyarakat, menyelidiki tuntas dugaan tersebut, dan memenuhi permintaan masyarakat Sumbawa untuk meminta pertanggungjawaban direksi sebagai pengambil kebijakan tertinggi korporasi yang menyebabkan kerugian negara, pelanggaran HAM, dan lingkungan hidup,” tegas Usman Hamid.
Editor: Anggun P Situmorang