Menuju konten utama

Berharap Proyek LRT Jabodebek Tak Molor

Proyek LRT Jabodebek tengah menghadapi persoalan pendanaan dari investor yaitu PT KAI.

Berharap Proyek LRT Jabodebek Tak Molor
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) di samping tol Jagorawi, Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (23/11). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Proses pengerjaan proyek kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) sudah genap bergulir dua tahun semenjak groundbreaking September 2015. Sepanjang itu pula persoalan pendanaan kerap muncul ke permukaan.

Belum lama ini, proyek LRT kembali menjadi sorotan setelah beredarnya salinan surat Menteri BUMN Rini Soemarno yang ditujukan kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Keuangan. Pada surat bertanggal 20 November itu, Rini mengusulkan agar PT KAI (Persero) tidak menjadi investor proyek LRT Jabodebek. Ini konsekuensi dari skema pembangunan proyek LRT Jabodebek yang dikerjakan oleh PT Adhi Karya Tbk sebagai kontraktor dan PT KAI (Persero) sebagai investor dan sekaligus operator.

Usulan ini mengacu dari naiknya nilai investasi proyek LRT tahap pertama menjadi Rp31,8 triliun dari semula Rp26,7 triliun. Rini menilai kenaikan investasi proyek LRT akan memberatkan keuangan PT KAI yang juga sedang dapat tugas dari pemerintah melakukan revitalisasi dan reaktivasi jalur rel kereta api Indonesia.

"Pendanaan aktivitas tersebut harus dilakukan oleh PT KAI sendiri. Kami mengusulkan KAI tidak menjadi penyelenggara pendanaan, namun hanya bertindak sebagai penyelenggara dan pengoperasian sarana LRT Jabodebek," tulis Rini dalam surat itu.

Empat hari berselang, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam keterangan resminya menegaskan bahwa PT KAI tetap sebagai investor pembangunan proyek ini. Namun, kejadian ini rupanya menjadi sorotan pelaku pasar, terutama terhadap Adhi Karya selaku kontraktor LRT. Saham Adhi Karya sempat turun pada 23 November 2017 lalu pasca beredarnya surat tersebut.

“Ini sudah dikoordinasikan dengan Menko Kemaritiman, Menteri Keuangan, dan Menteri BUMN. Minggu depan akan ada finalisasi dikoordinir oleh Menko Kemaritiman. Untuk ini kami siap mendukung,” kata Budi Karya.

Usulan Rini tentu bukan tiba-tiba, selain biaya yang membengkak, persoalan kontrak antara PT KAI dan PT Adhi Karya tak bisa dikesampingkan. Surat dari Rini keluar hanya berjeda beberapa pekan sebelum pembayaran kewajiban PT KAI terhadap Adhi Karya.

Pada perjanjian awal, pada Desember 2017 nanti, biaya pembangunan LRT yang sudah dikeluarkan kontraktor harus segera dibayarkan oleh investor yaitu PT KAI. Adhi Karya sebagai kontraktor telah menghabiskan dana hingga Rp4,5 triliun per September 2017 untuk LRT.

infografik kapan ya bisa naik lrt

Menurut Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo, surat Menteri BUMN yang ditujukan ke Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan isinya merupakan terkait dengan hasil rapat di Kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada 3 November 2017 atas naiknya nilai investasi proyek.

Semenjak itu, Kementerian BUMN meminta PT KAI dan PT Adhi Karya untuk mencari solusi terbaik agar proyek LRT dapat berjalan sesuai rencana. Solusinya, KAI akan bergabung bersama Adhi Karya dengan membentuk anak perusahaan atau perusahaan patungan.

Sehingga dapat memudahkan kedua perusahaan untuk mencari pendanaan proyek LRT Jabodebek. Artinya Pemerintah juga sudah setuju soal naiknya nilai proyek menjadi Rp31,8 triliun. Namun, masih belum diketahui berapa porsi setoran modal yang akan dikeluarkan Adhi karya dan KAI nantinya.

"Belum tahu. Mereka masih rapatkan lagi sebelum dibawa ke rapat minggu depan di Kemenko Bidang Kemaritiman," ujar Gatot kepada Tirto.

Membengkaknya investasi proyek LRT yang mencapai Rp4 triliun karena adanya perubahan pada teknologi sinyal kereta menjadi moving block. Sistem persinyalan ini jalannya kereta diatur melalui komputerisasi. Selain itu, jumlah stasiun pun rencananya akan ditambah. Hal ini menjadi bagian pengerjaan sarana yang menjadi tanggung jawab PT KAI.

Dana proyek LRT Jabodebek berasal dari kas negara melalui skema penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp9 triliun, sementara sisanya berasal dari kredit sindikasi perbankan.

LRT Jabodebek meliputi Cawang-Cibubur, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas, Cawang-Bekasi Timur, Dukuh Atas-Senayan, Cibubur- Bogor, dan Palmerah-Bogor yang akan dibangun dua tahap. Yang saat ini sedang dikerjakan adalah LRT tahap pertama dengan total lintasan 42,1 km mencakup Cibubur-Cawang 13,7 km, Cawang-Dukuh Atas sepanjang 10,5 km dan Bekasi Timur-Cawang 17,9 km

Saat ini, progres pembangunan LRT Jabodebek tahap pertama telah mencapai sekitar 24 persen dengan rincian jalur Cibubur-Cawang 41 persen, Cawang-Dukuh Atas 8,9 persen, Cawang-Bekasi Timur 24,3 persen. Hingga akhir 2017, tahapan konstruksinya ditargetkan bisa mencapai 35 persen.

Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto pernah mengatakan bahwa penyelesaian proyek transportasi massal itu akan tepat waktu, yakni beroperasi pada Mei 2019. "Akhir 2018 pembangunan fisik selesai. Comissioning empat bulan dan Mei 2019 beroperasi penuh," ujar Budi seperti dikutip Antara.

Persoalan dana yang membelit proyek LRT ini berpotensi memicu proyek ini tak sesuai target. Proyek LRT disiapkan untuk bisa terintegrasi dengan MRT di Jakarta yang targetnya beroperasi Maret 2019. Bila LRT molor maka keberadaan MRT tak akan maksimal, ini akan berdampak pada upaya menekan kemacetan di Jakarta dan wilayah sekitarnya.

Baca juga artikel terkait PROYEK LRT atau tulisan lainnya dari Dano Akbar M Daeng

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dano Akbar M Daeng
Penulis: Dano Akbar M Daeng
Editor: Suhendra