tirto.id - Jalan Jambulingam di Chennai, India dibangun pada 2002. Selama 15 tahun jalan ini belum ada tanda-tanda rusak meski telah diterjang banjir, badai, dan dilewati becak, mobil, hingga truk. Kekuatan Jalan Jambulingam mampu bertahan lama bukan karena mahalnya material yang digunakan. Jalan ini menjadi salah satu jalan pertama di India yang dibangun dengan menggunakan sampah plastik. Hingga ini, lebih dari 33 ribu kilometer ruas jalan di India terbuat dari aspal plastik.
Awalnya, sebagian besar aspal plastik digunakan untuk jalan-jalan pedesaan. Namun, sebagian jalan di kota besar seperti Chennai dan Mumbai juga telah memanfaatkan bahan baku pembuatan jalan yang sama. Pada 2015, pemerintah India memerintahkan penggunaan aspal plastik pada setiap jalan di India. Kebijakan itu dianggap membantu mengurangi sampah plastik yang menjadi persoalan lingkungan di sana.
Teknologi pencampuran plastik dengan ter atau bitumen dalam pembuatan aspal ditemukan oleh Rajagopalan Vasudevan, seorang profesor bidang kimia di Thiagaraj College of Engineering. Komposisi aspal pada umumnya terdiri dari 90 persen batu, pasir, dan batu kapur sedangkan sisanya adalah bitumen atau ter. Bitumen ini diekstrak dari minyak.
Rajagopalan mencampur limbah plastik yang dipanaskan dengan ter yang juga masih panas. Dia berhasil membangun jalan dengan cara ini pada 2002. Empat tahun kemudian, universitas tempat ia mengajar mendapat hak paten atas temuannya.
Tak ada batasan jenis plastik yang digunakan dalam proses pencampuran. Semua sampah plastik seperti kantong plastik, gelas plastik, botol plastik, hingga berbagai kemasan makanan ringan bisa dimanfaatkan. Untuk membuatnya, campuran agregat dipanaskan pada suhu 165 derajat. Limbah plastik yang sebelumnya dicincang kecil-kecil dicampurkan ke agregat selama 30-60 detik. Kemudian bahan ter atau bitumen dipanaskan pada suhu 160 derajat celciusuntuk bisa menghasilkan campuran yang baik.
Di Inggris, Toby McCartney melakukan eksperimen serupa. Hanya saja, McCartney mengolah sampah plastik itu terlebih dahulu menjadi butiran-butiran seperti makanan ikan. Baru kemudian mencampurnya dengan bitumen. McCartney mendirikan perusahaan bernama MacRebur yang menyediakan jasa pembangunan jalan berbahan plastik di Inggris. Perusahaan itu telah membangun jalan plastik di sejumlah taman dan bandar udara.
Di Belanda, inovasi jalan plastik tak hanya menjadikan sampah plastik sebagai campuran, tetapi bahan baku. Sebuah perusahaan bernama Volkerwessels menciptakan inovasi jalan yang seluruhnya dari plastik. Ia memperkenalkan inovasi itu pada 2015.
Jalan dibuat dalam bentuk potongan-potongan yang dapat dilepas jika terjadi kerusakan. Di antara lapisan atas dan bawahnya, ada rongga untuk meletakkan berbagai pipa atau kabel. Ada pula saluran yang akan mengeluarkan air jika terdapat genangan. Namun, sampai saat ini, belum ada instalasi atau pemasangan jalan. Prototipe pertama ditargetkan pada akhir tahun ini.
Sampah plastik adalah persoalan bagi keberlangsungan hidup manusia. Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, dalam Jurnal Science, di 2015 membeberkan hasil penelitiannya mengenai jumlah sampah plastik yang masuk ke laut.
Dari estimasi 275 juta metrik ton (MT) sampah plastik produksi 192 negara di seluruh dunia pada 2010, diperkirakan terdapat antara 4,8-12,7 juta MT masuk ke lautan lepas. Dari jumlah tersebut, Indonesia menjadi peringkat kedua negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia yaitu sebesar 3,2 juta MT. Tiongkok menempati urutan pertama sebesar 8,8 juta MT dan disusul oleh Filipina diperingkat ketiga yaitu sebesar 1,9 juta MT. Sampah-sampah ini kemudian dimakan oleh ikan, menumpuk di perut mereka, lalu membuat ikan-ikan itu mati.
Aspal Plastik di Indonesia
Sebagai negara yang dihadapkan oleh persoalan sampah plastik yang menggunung, beberapa solusi menjadi pilihan. Indonesia ingin mengekor keberhasilan India membangun jalan dengan bahan baku dari sampah plastik. Tak seperti Inggris dan Belanda yang menciptakan inovasi baru, Indonesia akan mengekor konsep aspal plastik dari India.
Pada 15 Juni lalu, sebuah kesepakatan antara Thiagarajar College of Engineering (TCE) dengan pemerintah Indonesia telah ditandatangani. Indonesia berencana mengganti semua jalan yang ada dengan jalan berbahan plastik sepanjang 2017 hingga 2025 mendatang.
Penandatanganan dilakukan di Bali. TCE diwakili oleh Rajagopalan Vasudevan dan Indonesia diwakili Safri Burhanudin, Deputi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Langkah MoU itu terkait dengan penggunaan paten milik TCE. Universitas di India itu juga akan melatih tenaga kerja Indonesia dalam proses pembangunan jalan plastik.
Agustus nanti, proyek pertama pembangunan jalan beraspal plastik di Indonesia akan segera dimulai di Jakarta Convention Centre (JCC) dengan campuran plastik maksimal 10 persen. Biaya yang akan dikeluarkan sekitar Rp1 miliar per kilometer. Ia jauh lebih murah dari pembangunan jalan konvensional. Pada 2014 lalu, pemerintah membangun jalan raya sepanjang 10,8 kilometer di Bojonegoro dengan biaya Rp270 miliar. Artinya, satu kilometer jalan dari beton cor membutuhkan biaya Rp27 miliar.
Selain itu, jalan dari plastik ini dipercaya tahan lebih lama, seperti di India. "Daya tahan jalan akan lebih bagus. Di India sudah dilakukan. Jalan tambah kuat, pembiayaan jalan lebih murah, pengurangan sampah," ujar Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan seperti dikutip Antara, Rabu (12/7).
Kota Bekasi akan menjadi pilot project pembangunan jalan beraspal plastik ini. "Tahun ini Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat] sudah punya programnya di Bekasi," kata Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Kendatipun masih menyontek dari India, kalau proyek ini berjalan dengan baik tanpa embel-embel penyimpangan hingga korupsi sana sini maka akan menjadi harapan besar bagi dunia infrastruktur dan lingkungan. Penggunaan aspal plastik tentu akan berdampak positif untuk penanggulangan sampah di Indonesia, terutama di kota besar seperti Jakarta.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Suhendra