Menuju konten utama
Hari Warga Senior Sedunia

Berdaya dan Berkarya: Merayakan Perjalanan Menua yang Paripurna

Warga senior, sebutan alternatif yang lebih memberdayakan daripada lansia atau manula, selalu memiliki ruang dan potensi untuk terus bersuara dan berkarya.

Berdaya dan Berkarya: Merayakan Perjalanan Menua yang Paripurna
Header diajeng Hari Warga Senior Sedunia. tirto.id/Quita

tirto.id - Sejak 34 tahun yang lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengukuhkan setiap tanggal 1 Oktober sebagai International Day of Older Persons.

Perayaan ini bertujuan untuk memberikan pengakuan sekaligus penghormatan kepada generasi lebih tua, seperti angkatan orang tua atau kakek-nenek kita.

Pertanyaannya, sejauh mana esensi merayakan orang-orang tua ini sudah terwujud?

Apresiasi terhadap generasi lebih tua salah satunya dapat dimulai dari sesederhana menggunakan istilah yang memberdayakan untuk menyebut demografi mereka.

Di Indonesia, kita kerap memanggil kalangan yang menginjak usia 60 tahun atau sudah berusia 65 tahun ke atas dengan lansia (lanjut usia). Tak jarang juga kita memakai istilah manula (manusia lanjut usia) atau jompo.

Baru-baru ini, sejumlah kalangan dari komunitas sampai pemerhati di bidang gerontologi, menyerukan betapa panggilan-panggilan tersebut menimbulkan kesan orang tua sebagai manusia yang tidak berdaya dan lemah.

Terlebih dari itu, istilah demikian berpotensi menimbulkan diskriminasi usia atau ageisme.

Ageisme mengacu pada bentuk-bentuk stereotip, prasangka (prejudice), hingga diskriminasi terhadap seseorang hanya karena perbedaan usia.

Praktik ageisme dapat menyerang siapa pun dari segala rentang usia, tak terkecuali kalangan berusia lanjut. Dianggap sudah tidak ‘berharga’ bagi kepentingan publik karena usianya, mereka pun berpotensi mengalami pengucilan sosial.

Alternatif pengganti istilah lansia atau manula adalah ‘senior’ atau 'warga senior' yang diadopsi dari kata dalam bahasa Inggris.

Makna ‘senior’ dinilai lebih mencerminkan respek dan optimisme dibandingkan lansia atau manula yang cenderung memberi penekanan pada usia.

Istilah 'warga senior' mengingatkan kita bahwa orang-orang tua masih menjadi bagian dari masyarakat yang memiliki ruang dan potensi untuk berdaya, bersuara, serta berkarya sebagaimana warga pada umumnya.

Masih Aktif dan Bersuara

Di berbagai tempat di dunia, warga senior senantiasa menciptakan kisah dan berbagi pengalamannya yang mengesankan.

Menengok ke Jerman pada akhir Agustus silam, sekelompok perempuan senior berusia rata-rata 70 tahun turun ke jalanan untuk menyuarakan protes terhadap gerakan sayap kanan jauh yang dipopulerkan oleh partai Eurosentris populis Alternative for Germany (AfD).

Mereka merupakan bagian dari ribuan perempuan pensiunan dalam inisiatif sipil Omas Gegen RechtsNenek-Nenek Melawan Gerakan Sayap Kanan—yang tersebar di 100 grup cabang lebih di penjuru Jerman.

Berdiri sejak 2018, mereka terinspirasi dari gerakan yang sama dari negeri tetangga Austria.

Aktivisme Omas Gegen Rechts sangat kuat di Thuringia, negara bagian di bekas wilayah Jerman Timur, yang menjadi basis pendukung terkuat AfD.

Dalam aksi-aksinya, Omas Gegen Rechts mencoba menjangkau pendukung AfD dan membuka ruang diskusi dengan mereka agar mempertimbangkan kembali dukungannya untuk AfD—yang bulan lalu akhirnya menjadi partai sayap kanan jauh pertama yang menang di Jerman seusai Perang Dunia II.

Tak hanya itu, mereka ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang era kepemimpinan Nazi agar dapat mengingatkan generasi muda terhadap dampak destruktif fasisme.

“Hitler bisa naik ke tampuk kekuasaan karena orang-orang diam saja membiarkannya. Kalau saya tetap diam sekarang, berarti saya tidak lebih baik daripada orang tua saya tahun 1930-an dulu,” ujar Gabriele Wolke-Rebhan (76), salah satu figur pendiri grup Omas Gegen Rechts di Jerman, kepada NPR.

Wolke-Rebhan tidak menampik gerakan mereka diremehkan, namun dia tetap percaya diri.

“Kalangan kanan jauh mengejek kami perempuan tua konyol. Mereka sepertinya tidak paham bahwa kami perempuan semakin tidak tergoyahkan seiring bertambah usia. Justru salah besar kalau meremehkan kami.”

Selain menyuarakan protes terhadap AfD, Omas Gegen Rechts memperjuangkan isu keadilan lingkungan, antirasisme, dan feminisme. Kehadiran mereka di dunia digital mampu menjangkau puluhan ribu pengikut di X dan Facebook.

Omas Gegen Rechts

Orang-orang memegang plakat 'Omas gegen Rechts' (Nenek menentang ekstremisme kanan) selama demonstrasi untuk demokrasi dan hak asasi manusia serta melawan ekstremisme sayap kanan pada tanggal 25 Agustus 2024 di Leipzig, Jerman bagian timur, seminggu menjelang pemilihan kepala daerah di dua negara bagian federal timur. (Foto oleh Jens Schlueter / AFP)

Sementara itu, warga senior di Inggris lantang bersuara untuk meningkatkan kesadaran publik tentang krisis iklim dan lingkungan.

Empat bulan yang lalu, dua perempuan aktivis lingkungan Just Stop Oil melayangkan aksi protes dengan berusaha memecah kaca pelindung dokumen sejarah Magna Carta di British Library, London.

Tebak, berapa umur mereka? Masing-masing berusia 85 tahun dan 82 tahun.

Dua tahun yang lalu, masih terkait dengan aksi Just Stop Oil, pensiunan guru Gaie Delap (76) asal Bristol berpartisipasi dengan memanjat tiang jalan tol di London Raya yang terkenal super sibuk. Aksinya membuat jalanan macet.

Sebelumnya, pada 2021, seorang nenek berusia 60 tahun bernama Karen Wildin asal Leicester berdiri di atas atas gerbong kereta kargo sembari mengibarkan bendera Extinction Rebellion.

Aksi Wildin berdampak pada terhentinya perjalanan kereta pengangkut serbuk kayu yang akan dibakar di stasiun pembangkit listrik Drax, North Yorkshire. Sebagai hukuman, Wildin didenda tiga ribu poundsterling atau sekitar Rp60 juta rupiah.

Di kawasan Asia, persisnya daratan Cina, warga senior tidak tinggal diam saat otoritas pemerintah memutuskan untuk memotong tunjangan asuransi kesehatan pensiunan pegawai BUMN.

Melansir Radio Free Asia, warga senior dan pensiunan termasuk dalam ribuan demonstran yang turun ke jalanan di kota Wuhan dan Dalian pada awal 2023 silam.

Dalam salah satu video di media sosial, mereka menyanyikan antem komunis The Internationale, lagu protes yang sudah sering digaungkan sejak pandemi Covid-19 lalu untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap situasi ekonomi.

Warga Senior di Indonesia

Di dalam negeri, kita pun memiliki warga senior panutan yang keberanian dan semangatnya untuk terus bersuara dan berkarya tak kalah menginspirasi.

Maria Catarina Sumarsih atau akrab disapa Sumarsih, misalnya, menjadi salah satu pelopor Aksi Kamisan yang sudah berlangsung selama 17 tahun.

Ia merupakan ibu dari Benardius Realino Norma Irawan, salah satu korban pelanggaran HAM berat yang tewas ditembak peluru dalam kasus Semanggi I pada 13 November 1998 silam.

Sejak tragedi tersebut, Sumarsih berdiri di Istana Negara setiap hari Kamis, mengenakan baju dan membawa payung hitam untuk menguak kebenaran di balik kematian anaknya serta aktivis-aktivis lainnya yang menjadi korban.

Atas aksinya dalam memperjuangkan keadilan tersebut, Sumarsih menerima penghargaan Yap Thiam Hien Award 2024 di Museum Nasional Jakarta.

Sampai sekarang, Aksi Kamisan terus mendapatkan perhatian publik hingga berkembang untuk memperjuangkan seluruh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

AKSI KAMISAN KE-586

Keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu Maria Catarina Sumarsih (kanan) berdialog dengan anggota kepolisian saat menggelar aksi Kamisan ke-586 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (16/5/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.

Usia juga bukan hambatan bagi warga senior untuk memberikan edukasi.

Sebagai angkatan Milenial, apa kamu ingat dengan penulis buku pelajaran Marthen Kanginan?

Marthen baru-baru ini jadi pembicaraan di media sosial karena memiliki akun Youtube yang digunakannya sejak 2015 untuk menjelaskan tentang soal-soal matematika, fisika, dan kimia.

Memasuki usia ke-66 tahun, Marthen masih konsisten melakukan live streaming secara berkala untuk mewariskan ilmunya kepada generasi muda.

Selain Marthen, ada pula Eyang Blangkon asal Malang yang suka membagikan ilmu tentang komputer di akun YouTube.

Di kanal media sosial lain, dapat kita temukan konten-konten menghibur dan edukatif dari warga senior atau granfluencer, misalnya akun Instagram milik Opa Gogi (72) yang suka membagikan tips olahraga atau akun TikTok milik Bapackgbd yang membahas gaya hidup sehari-hari.

@bapackgbd Ini ritual skincare saya! Bantu kasih ide buat video selanjutnya ya! #bapak#skincarebapak#skincarebapakbapak#azarine#nivea#bromen#skincareroutine♬ As It Was - Harry Styles

Tak bisa dimungkiri, menjadi tua erat dengan stigmatisasi kelompok demografi yang sudah ketinggalan zaman, tidak relevan, hingga menjadi beban masyarakat dan pemerintah.

Segudang pengalaman luar biasa dari tokoh-tokoh di atas menjadi bukti bahwa akan selalu ada upaya untuk menepis stigma itu semua. Merekalah warga senior yang menolak untuk “layu” di usia senja.

Keberanian mereka untuk menyuarakan pandangannya, berbagi ilmu serta pengalaman, dan memberdayakan diri patut untuk dirayakan dan diapresiasi. Selamat Hari Warga Senior Sedunia!

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Yolanda Florencia Herawati & Sekar Kinasih

tirto.id - Diajeng
Penulis: Yolanda Florencia Herawati & Sekar Kinasih
Editor: Sekar Kinasih