Menuju konten utama

Beralasan Ajukan Uji Materi ke MK, Setnov Mangkir Pemeriksaan KPK

"Kita kan sudah bikin surat resmi, saya yang bikin surat resmi. Jadi tentu tidak hadir (pemeriksaan KPK)," kata Fredrich.

Beralasan Ajukan Uji Materi ke MK, Setnov Mangkir Pemeriksaan KPK
Ketua Umum Partai Gokar, Setya Novanto. tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Pengacara Ketua DPR Setya Novanto Fredrich Yunadi menegaskan Ketua DPR Setya Novanto tidak akan memenuhi panggilan perdana pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh penyidik KPK, Rabu (15/11/2017).

"Kita kan sudah bikin surat resmi, saya yang bikin surat resmi. Jadi tentu (Setnov) tidak hadir (pemeriksaan KPK)," kata Fredrich saat dihubungi Tirto, Rabu (15/11/2017).

Dalam surat tersebut, Fredrich menjelaskan kalau Setya Novanto tidak akan hadir memenuhi panggilan dengan alasan tengah mengajukan gugatan uji materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan pertama terkait kewenangan KPK yang bisa memanggil dan memeriksa anggota DPR yang dilindungi UUD'45. Kedua, pihak Novanto juga mengajukan gugatan ke MK terkait kewenangan pencegahan Setnov ke luar negeri oleh pihak imigrasi.

Fredrich mengemukakan surat resmi ketidakhadiran Setnov tersebut sudah dikirimkan ke KPK. Namun, informasi yang dihimpun, pihak lembaga antirasuah belum menerima surat tersebut.

"Kalau itu penyidiknya mungkin kurang komunikasi. Kan surat kita enggak bisa kasihkan penyidik. Kita kan surat pasti kita kasihkan ke bagian penyuratan (surat-menyurat)," ujar Fredrich.

Fredrich menegaskan, pihak Novanto ingin mendapatkan perlindungan hukum. Mereka tidak mempunyai motif kecuali hal tersebut. Apabila KPK melakukan upaya paksa kepada Novanto, dikatakan Fredrich, KPK bersikap diskriminatif terhadap pansus hak angket.

"Kalau beliau (Setnov) bisa (dipaksa), berarti KPK juga hadir dong ke DPR. Pansus DPR hak angket itu adalah pro justicia loh. Sama loh dengan polisi. Dia punya upaya paksa," kata Fredrich.

Oleh karena itu, Fredrich berharap agar KPK juga menghormati upaya hukum yang tengah dilakukan Novanto. Ia mengingatkan, hukum adalah panglima di Indonesia. "Mohon semua pihak sama-sama menghormati hukum. Jangan arogan," kata Fredrich.

Terkait konfirmasi ketidakhadiran Setya Novanto melalui kuasa hukumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap Novanto memenuhi panggilan penyidik KPK.

Febri menekankan alasan pihak Novanto selama ini, yakni alasan imunitas atau pun alasan dibutuhkannya persetujuan tertulis dari presiden tidak berlaku. Pihak KPK telah melakukan analisis terkait alasan Novanto dan menemukan indikasi dalil Novanto tidak berlaku.

"Kami sudah analisis surat-surat yang dibaca tersebut dan kesimpulannya jelas tidak dibutuhkan atas klausul peraturan tertulis presiden tidak dapat diberlakukan dalam konteks ini," kata Febri saat di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (14/11/2017).

Febri menegaskan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), pasal 224 UU MD3 yang mengatur hak imunitas anggota DPR karena pelaksanaan tugas tak bisa diberlakukan dalam konteks ini.

"Tentu saja dalam konteks dugaan tindak pidana korupsi, imunitas tidak dapat digunakan di sana karena berisiko sekali dengan alasan imunitas seseorang anggota DPR kemudian tidak bisa diperiksa atau lebih sulit diperiksa dalam kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi," ujar Febri.

Pemeriksaan KPK saat ini, dikatakan Febri, bukan dalam kapasitas sebagai saksi, tetapi sebagai tersangka korupsi. Oleh karena itu, penerapan penegakan hukum berbeda saat Novanto sebagai saksi dan tersangka. Selain itu, KPK masih melakukan penelaahan apakah alasan Novanto sebagai langkah memperlambat proses hukum.

"Kami masih fokus pada analisis alasan-alasan disampaikan dan kesimpulan KPK sampai saat ini tidak relevan dalam konteks ketidakhadiran itu," jelas Febri.

Selain itu, terkait penahanan Setnov apabila mantan ketua Fraksi Partai Golkar itu tidak hadir dalam pemeriksaan, KPK masih enggan berkomentar. "Kita belum bicara tentang penahanan juga karena agendanya adalah pemanggilan dan pemeriksaan sebagai tersangka," kata Febri.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri