Menuju konten utama

Bengisnya Preman Penagih Iuran Ruko di Jakarta Barat

Orang suruhan pengelola Ruko 1.000 Cengkareng diduga kerap memeras, melakukan kekerasan, dan merusak fasilitas jika pemilik Ruko tak bayar iuran.

Bengisnya Preman Penagih Iuran Ruko di Jakarta Barat
Suasana gedung PT Titu Harmoni (bangunan cokelat) dan Ruko milik Benny (ada bekas bongkaran) di Ruko Pelangi, Cengkareng, Jakarta Barat, (28/8/2018). tirto.id/Adi Briantika

tirto.id - Beberapa anggota Jatanras dan Resmob Polres Metro Jakarta Barat lebih dari delapan kali memuntahkan tembakan peringatan, Jumat (24/8/2018). Mereka membekuk tujuh orang di Kompleks Rumah Toko (Ruko) 1.000 Cengkareng, Jakarta Barat, di aspal yang coak.

Ketujuh orang itu lantas disuruh tiarap dan tangannya diikat ke belakang pinggang. Setelah dilakukan pengembangan, polisi menggelandang satu orang lainnya yang tak lain Vreddy, Direktur PT Titu Harmoni, pengelola kompleks ruko. Jumlahnya jadi delapan orang. Kedelapan orang itu diduga preman yang rutin memalak para pemilik toko.

"Itu anggota kami yang menyamar kemudian dikeroyok oleh mereka [preman] ini. Kami melakukan pembelaan terhadap mereka. Kami lepaskan tembakan ke udara," kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Hengki Haryadi, Senin (27/8/2018).

Penangkapan kedelapan orang itu dilakukan di depan Ruko Blok R Nomor 7-8, milik Benny Loe. Hari itu, mereka yang ditangkap beramai-ramai menagih Iuran Keamanan Kebersihan Ruko (IKKR) kepada Rani, seorang pengusaha yang menyewa ruko milik Benny, tapi Rani menolak memberikan uang.

Para preman ini meminta Rani membayar IKKR sebesar Rp 42 juta. Rinciannya Rp 350 ribu per bulan dikalikan selama 10 tahun. Kemudian ditambahkan denda Rp 24 juta. Rani keberatan lantaran dirinya baru menyewa ruko, sedangkan tunggakan IKKR sampai 10 tahun adalah ulah penyewa sebelum dia.

Karena tak mau membayar, tujuh orang itu merusak penutup selokan di depan ruko yang disewa Rani. Mereka juga menggembok paksa ruko itu.

Selasa (28/8/2018) kemarin, saya mendatangi ruko yang disewa Rani. Ruko itu sudah dikelilingi garis polisi dan berjarak sekitar 50 meter dari gerbang utama Kompleks Ruko 1.000 yang bercat biru muda. Kompleks ruko itu sepi, tanpa penjagaan, sebab seluruh petugas keamanan dan direkturnya ditahan di Polres Metro Jakarta Barat.

Aspal jalanan area Kompleks Ruko 1.000 Cengkareng, sudah coak, banyak kerikil, dan sedikit pepohonan. Angin memudahkan debu menyusup ke mata siapa saja yang berada di sana. Puntung rokok, kertas, dedaunan, bertebaran di jalanan yang mudah becek jika terkena air.

Material dari bongkaran penutup saluran air masih teronggok di depan teras ruko yang disewa Rani. Siapa pun bisa melongok dasar selokan, air hitam pekat tidak berbau, tapi mampu membuat siapa pun bisa melihat pantulan bayangan atap Ruko di air tersebut.

Preman Terorganisir Dalam Perusahaan

Para penagih IKKR ini bergerak atas nama PT Titu Harmoni. Mereka diperintah Direktur PT Titu Harmoni bernama Vreddy. Lelaki berkepala plontos itu kini juga ikut ditahan polisi. Bukan hanya Rani, penghuni dan penyewa ruko yang lain juga memendam protes kepada pengelola.

Besaran harga keamanan dan kebersihan ruko ditetapkan secara sepihak oleh PT Titu Harmoni. Feriyanto, 36 tahun, salah satu pemilik ruko, mengaku tidak pernah mendapatkan sosialisasi ihwal kenaikan tarif IKKR.

“Awal saya di sini, biaya masih Rp 100 ribu, lalu berubah jadi Rp 200 ribu,” ujar Feriyanto, Selasa (28/8/2018) kemarin.

Feriyanto mengaku rutin membayar iuran selama menempati ruko itu sejak enam tahun lalu. Namun, lanjut Feriyanto, sejak tahun 2014, tarif IKKR naik menjadi Rp 350 ribu per bulan.

Feriyanto mengungkapkan, kenaikan harga itu menyebabkan konsumen nekat menunggak. Mereka merasa biaya yang harus dibayar rutin tiap bulan, tidak sebanding dengan pelayanan dan pembenahan infrastruktur. Misalnya untuk memperbaiki jalanan Kompleks Ruko 1.000 Cengkareng yang rusak.

“Kami pernah adukan ke pengelola soal jalan, tapi tidak ditanggapi,” tuturnya.

Tuntutan konsumen soal pembenahan jalan dan bangunan di area ruko, juga disampaikan oleh Heri. Penyewa ruko di Blok K Nomor 27 ini mengaku rutin membayar IKKR, namun keluhannya terkait sarana dan prasarana kompleks yang buruk, dianggap angin lalu oleh pengelola.

Selain membayar IKKR, Heri juga harus menyetorkan uang sewa Rp 25 juta per tahun kepada pemilik ruko. Ruko dua setengah lantai berukuran 4x12 meter yang ia tempati, dia gunakan untuk usaha panti pijat.

“Tiap bulan harus bayar Rp 350 ribu. Saya bayar IKKR melalui pemilik, langsung dibayar lunas untuk satu tahun. Nanti pemilik yang menyetor ke pengelola,” jelas Heri.

Di kompleks itu terdapat 998 unit ruko yang dibangun di lahan seluas sekitar satu hektar. Jika seluruh Ruko rutin membayar IKKR, PT Titu Harmoni bisa meraup dana Rp 349 juta per bulan atau Rp 4,1 miliar per tahun.

“[Penagih IKKT] Bukan preman. Petugas keamanan itu resmi dinaungi pengelola,” imbuhnya.

Saya juga mendatangi PT Titu Harmoni. Kantor perusahaan itu terletak di bangunan satu lantai berwarna cokelat muda di Blok H No. 33. Bangunan itu kini dililit garis polisi.

Di muka bangunan itu, dipasang rumbai kain merah-putih dengan logo Garuda yang ditambatkan di sisi kanan-kiri dinding bangunan. Selain itu terpasang plang bertuliskan “PT Titu Harmoni, Pengelola Kawasan 1.000 Ruko”. Di bawah kalimat itu tertera “Keamanan, Kebersihan dan Perparkiran”.

Infografik Pemerasan Di Jakarta

Jika Tak Bayar, Ruko Dirusak

Feriyanto menuturkan pada 13 Maret 2018 lalu, ia pernah terlibat adu mulut dengan orang suruhan PT Titu Harmoni yang menagih IKKR. Saat itu, para petugas mendatangi rukonya dengan membawa cangkul untuk membongkar penutup selokan.

Alasan pembongkaran itu atas dalih Feriyanto menunggak IKKR dari April 2014 hingga Maret 2018. Dia harus melunasi tunggakan biaya keamanan dan kebersihan selama 48 bulan. Nilainya Rp 16,8 juta. Pada saat yang sama, Feriyanto juga menanggung beban pengeluaran untuk membayar tagihan listrik sebesar Rp 700 hingga Rp 800 ribu per bulan dan biaya air Rp 300 ribu hingga Rp 350 ribu per bulan.

Meski Feriyanto sudah membayar Rp 5 juta sebagai cicilan tunggakan pada Januari tahun lalu, dia dianggap belum membayar sama sekali. “Uang yang saya cicil dianggap uang titipan,” keluh Feriyanto.

Feriyanto menunjukkan salah satu surat pemberitahuan bertanggal 16 Oktober 2016 kepada saya. Surat itu ditandatangani oleh bagian Operasional PT Titu Harmoni bernama Ferry. Feriyanto pun diwajibkan membayar tunggakan terhitung tujuh hari sejak surat itu dikeluarkan. Apabila dalam tempo sepekan tidak ada pembayaran, pengelola akan membongkar saluran air miliknya dalam rangka program kerja perusahaan untuk pelaksanaan kegiatan infrastruktur.

“Meski saya membayar IKKR, tidak ada perubahan signifikan, pelayanan juga biasa saja,” ungkapnya.

Menurut Feriyanto, pengelola menganggap setiap bangunan yang berada di luar pintu ruko merupakan fasilitas umum yang menjadi kewenangan PT Titu Harmoni. Dirinya hanya berhak memiliki lahan dari pintu ke arah dalam ruko. Dalih inilah yang juga dijadikan tameng oleh pengelola untuk mengancam konsumen.

Ulah culas preman berseragam satuan pengamanan ini juga diakui Heri. Menurut dia, para petugas keamanan hanya menagih konsumen yang menunggak IKKR. Jika penyewa tetap bandel tidak mau melunasi utang iuran, maka perusakan saluran air menjadi hal lumrah yang dilakukan pengelola. Ia menyebut penutup saluran air itu dengan istilah ‘jembatan’, karena menghubungkan bibir jalan dengan teras ruko.

“Kebiasaan [penagih IKKR] akan menghancurkan [penutup saluran air]. Kalau mau aman ya harus bayar tunggakan,” jelas Heri.

Heri juga memberikan ciri-ciri ruko yang pernah menjadi sasaran perusakan yakni jembatan tidak lagi datar, jadi agak menanjak. Sedangkan penutup saluran air yang orisinal tidak menanjak atau sejajar dengan tanah, sesuai dengan bangunan asli ruko.

Peristiwa penangkapan disertai letusan senjata api pada Jumat lalu membuat suasana tegang di Komples Ruko 1.000. Delapan orang dibekuk termasuk pimpinan PT Titu Harmoni. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 170 KUHP tentang Kekerasan terhadap Orang atau Barang di Muka Umum, Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan, dan Pasal 335 KUHP tentang Pemaksaan Orang Lain untuk Melakukan atau Tidak Melakukan Sesuatu dengan Kekerasan.

“Pukul 12.30 WIB saya kembali ke ruko, tidak melihat ada yang aneh di sekitar sini. Tiba-tiba tidak lama, saya mendengar keributan. Ternyata ada polisi,” kata Feriyanto.

Baca juga artikel terkait PREMANISME atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dieqy Hasbi Widhana