tirto.id - Kuasa hukum TKN Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan pernyataan kontroversial. Pernyataan itu menyangkut salah satu isu yang akan dibahas, yakni hak asasi manusia (HAM). Yusril mengatakan, selama masa pemerintahan Joko Widodo tidak pernah terjadi pelanggaran HAM berat.
"Alhamdulillah, pada masa Pak Jokowi itu tidak terjadi kasus pelanggaran HAM yang berat. Itu tidak ada,” kata Yusril, Rabu (16/1/2019).
Yusril juga menyatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu masih terkendala masalah teknis. Selain itu, kata dia, memang tak ada niatan dari unsur yang terkait pemerintahan Jokowi-JK dan berhubungan dengan HAM untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.
“Terutama kendala hukum dan kendala teknis penyidikannya," ujarnya.
Pernyataan Yusril mendapat respons dari berbagai pihak, salah satunya Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, membenarkan ucapan Yusril mengenai tidak ada tindakan pelanggaran HAM berat selama empat tahun Jokowi berkuasa. Namun, ia menepis tudingan bahwa Komnas HAM tak berniat mengusut kasus-kasus pelanggaran HAM.
"Upaya formal penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat itu ada, tapi memang tidak signifikan, yang terjadi hanya koordinasi-koordinasi antarkementerian dan lembaga saja. Komnas HAM kewenangannya menyelidiki, Jaksa Agung menyidik," kata Beka saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (17/01/18).
Komisioner Komnas HAM lainnya, Choirul Anam, justru mempertanyakan niatan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat kepada Jokowi, yang merupakan klien Yusril.
"Siapa yang paling serius dalam pelanggaran HAM itu ketika Presiden tak menggunakan kewenangannya, atau tak memiliki komitmen untuk menyelesaikan, atau memang membiarkan ketidakpatuhan Jaksa Agung ketika diberi perintah menyelesaikan kasus-kasus itu?" kata Anam.
Anam mengkritisi sikap diam Jokowi saat Jaksa Agung tidak menjalankan perintahnya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, padahal, Komnas HAM telah melimpahkan berkas penyelidikan beberapa kasus pelanggaran HAM berat kepada Kejaksaan Agung. Namun, kejaksaan justru mengembalikan semua berkas perkara tersebut.
"Masak, perintah Presiden tidak dilaksanakan dan Presiden diam saja? Harusnya ada jalan keluar. Ini yang membuat mengapa tema ini sangat gagal diselesaikan. Ini malah berkas-berkas kasusnya dikembalikan semua ke Komnas HAM," ujarnya.
Menurut Anam, salah satu tindakan konkret yang bisa dilakukan Presiden Jokowi adalah mengeluarkan Perppu khusus agar Komnas HAM memiliki wewenang untuk menyidik.
"Itu ekspresi kemauan politik Presiden. Kalau tidak, pelanggaran HAM berat pada akhirnya menjadi komitmen lip service," kata dia.
Pelanggaran HAM Masih Ada
Direktur Amnesty International, Usman Hamid sepakat dengan ucapan Anam dan Beka. Ia mengatakan, secara sistem dan birokrasi kasus-kasus pelanggaran HAM berat bisa diselesaikan. Menurutnya, penyelesaian kasus-kasus tersebut tinggal menunggu kemauan pemerintah.
Kendati sepakat dengan ucapan Yusril mengenai tak adanya pelanggaran HAM berat selama pemerintahan Jokowi, namun kata Usman, pelanggaran HAM lainnya tidak bisa diabaikan. Ia mencontohkan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.
"Pelanggaran HAM berat dalam skala Orde Baru memang tidak ada. Tapi ada masalah-masalah lainnya yang cukup serius. Termasuk pemenjaraan warga dengan pendapat-pendapat yang sah dengan dalih penodaan agama, belum melindungi minoritas, SKB tiga menteri juga belum dicabut," ujarnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan