tirto.id - Safari politik capres nomor urut 02, Prabowo Subianto di Cianjur, Jawa Barat ramai diperbincangkan. Sebab, selain video Prabowo memukul tangan petugas viral di media sosial, ia juga terlihat menggunakan mobil dengan nomor polisi B 264 RIS.
Mobil tersebut diketahui milik dari seseorang bernama Chep Hernawan, Ketua Umum DPP Gerakan Reformasi Islam (Garis). Chep disinyalir pernah memberangkatkan 156 warga Indonesia ke Suriah untuk berperang dengan ISIS. Ia mengklaim mahar yang dikeluarkan mencapai Rp1 miliar.
Sontak, hal itu mendapat kritik dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf. Arya Sinulingga, salah satu juru bicara TKN menilai, sebagai calon pemimpin, Prabowo seharusnya menolak sumbangan atau bantuan fasilitas dari Chep.
Sebab, dengan menerima fasilitas tersebut, kata Arya, secara tidak langsung, Prabowo tidak keberatan dengan tindakan Chep selama ini.
“Kalau tahu mestinya ditolak. Kalau beliau tahu dan sadar harusnya dia menolak karena ISIS, kan, dilarang di Indonesia. Bukan karena oposisi lalu bertindak melanggar aturan negara, kan," kata Arya kepada reporter Tirto, Rabu (13/3/2019).
Arya menyampaikan penolakan harus dilakukan karena ada kekhawatiran bahwa pemberian fasilitas bisa jadi akan menimbulkan politik transaksional. Menurut dia, jika Prabowo menang nanti, maka bukan tidak mungkin Chep akan menuntut ganti dukungannya selama ini.
"Nanti akan ada hal-hal atau kepentingan tertentu. Apalagi dia [Chep] mendukung ISIS, ya arahnya bisa kita lihat ya," kata Arya lagi tanpa mau merinci lebih detail.
Selain mendukung pemberangkatan WNI ke Suriah, Chep sebenarnya dikenal dekat dengan beberapa pelaku terorisme, seperti Amrozi dan Abu Bakar Ba'asyir. Pada 2008, misalnya, dia pernah menawarkan sebidang tanah seluas 1 hektare untuk pemakaman Amrozi dan lainnya.
Chep juga mengaku sebagai pemimpin ISIS di Indonesia. Namun, tidak lama kemudian dia mengundurkan diri lantaran menuruti perintah dari Ba'asyir.
BPN Prabowo Menepis
Direktur Hukum dan Advokasi BPN Prabowo-Sandiaga, Sufmi Dasco Ahmad menepis dan mengklaim tak tahu menahu mengenai mobil yang digunakan Prabowo saat serangkaian agenda di Cianjur, Jawa Barat.
"Saya pikir kesiapan kampanye di daerah itu dipersiapkan oleh tim kampanye daerah. Nah, dalam kunjungan kemarin itu Pak Prabowo menaiki mobil yang memang sudah disiapkan oleh tim kampanye daerah tanpa tahu itu mobil siapa. Dan tentunya kalau ada pelanggaran hukum itu dalam hal soal transportasi itu adalah tanggung jawab tim kampanye daerah,” kata Sufmi saat dihubungi reporter Tirto.
Terlepas dari siapa pun pemilik mobil tersebut, kata Sufmi, Prabowo dan tim BPN pusat mengaku tak tahu menahu mengenai kepemilikan mobil. Sufmi juga merasa hal tersebut tak perlu dijadikan polemik.
"Pertanyaannya: apakah kemudian mobil yang dipinjamkan itu dan dipakai merupakan pelanggaran hukum? Tentu tidak. Mengenai soal latar belakang politik peminjam mobil, ya tentunya kemungkinan Pak Prabowo pasti tidak tahu dan saya enggak tahu tim kampanye daerah itu tahu atau enggak. Saya pikir ini tak perlu jadi polemik," kata Sufmi.
"Pak Prabowo dan timses pusat enggak tahu-menahu mengenai peminjaman kepemilikan mobil. Itu yang ngurus tim sukses daerah," lanjutnya.
Reporter Tirto berusaha mencari tahu siapa penanggung jawab agenda kampanye Prabowo di Cianjur, Jawa Barat, pada Selasa, 12 Maret kemarin. Ternyata penanggung jawab agenda di sana adalah Ahmad Riza Patria, yang tak lain adalah kader Partai Gerindra dan caleg DPR RI Dapil Cianjur.
Riza juga menepis kalau mobil itu merupakan pinjaman dari pihak-pihak tertentu--termasuk Chep Hernawan. Riza mengatakan semua kendaraan yang digunakan saat kampanye merupakan mobil sewaan yang sudah sesuai prosedur dan dilaporkan ke kepolisian, mengingat Prabowo merupakan seorang capres.
"Memang ada kepanitian, panitia yang ngatur. Ada pembiayaan yang sudah disiapkan, nah, kebutuhan mobil di daerah itu biasanya sewa. Jika ada kebutuhan di daerah, kami sewa. Jadi enggak bawa dari Jakarta," kata Riza saat dihubungi Rabu siang.
Dalam segala penggunaan kendaraan hingga konsumsi untuk kampanye Prabowo-Sandiaga, kata Riza, memiliki prosedur tersendiri sehingga tak bisa sembarangan. Mengingat mereka berdua adalah capres dan cawapres.
"Sewa [mobil] itu ada protapnya. Segala kebutuhan capres itu diperiksa, dari mobil hingga makanan juga diperiksa. Semua sudah diperiksa oleh kepolisian. Ada prosedur," kata Riza.
Terkait ini, pengajar ilmu politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menilai, jika memang benar Prabowo menerima atau meminta bantuan fasilitas dari Chep Hernawan, maka itu merupakan hal yang biasa.
Ujang menilai dalam situasi politik praktis pilpres, semua kandidat akan berusaha mendekat dengan kelompok masyarakat mana pun yang bisa memberikan keuntungan elektabilitas.
“Tentu para capres membutuhkan dukungan dari semua kelompok. Mulai dari modernis sampai fundamentalis, dalam konteks demokrasi kan memang one man one vote. Jadi basis massa yang kuat harus dirangkul dan ditarik," kata Ujang saat dihubungi reporter Tirto, Rabu sore.
Ujang menambahkan, kubu mana pun akan berusaha menggaet kelompok masyarakat dari latar belakang yang berbeda demi mendapatkan suara. Seperti yang dilakukan Hashim Djojohadikusumo beberapa waktu lalu yang mengaku mau menerima dukungan dari keluarga PKI.
"Kubu pilpres akan menerima dukungan dari PKI atau kelompok ekstrimis. Suara dari mana saja ditampung saja. Diambil hatinya. Kecuali kalau organisasi terlarang. Itu tidak boleh," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz