Menuju konten utama
Periksa Data

Benarkah Pengesahan RUU Bergantung dari Restu Bos Parpol?

Berdasarkan UU MD3, tidak ada satu pasal pun yang mengatur bahwa pengesahan sebuah RUU mesti berbekal persetujuan ketua parpol.

Benarkah Pengesahan RUU Bergantung dari Restu Bos Parpol?
Header Periksa Data Polemik Anggota DPR: Wakil Rakyat Atau Parpol. tirto.id/Quita

tirto.id - Nama Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau yang kerap disapa Bambang Pacul belakangan ini menjadi sorotan. Politisi PDIP itu viral lantaran pernyataannya di rapat bersama Komite Nasional Koordinator Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Baca juga: Tarik Ulur Pemerintah-DPR soal Pengesahan RUU Perampasan Aset

Mengutip laporan Tirto, Bambang Pacul dalam rapat tersebut diminta oleh Mahfud MD (selaku Ketua Komite Nasional Koordinator Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sekaligus Menko Polhukam) untuk membantu mengesahkan dua undang-undang (UU), salah satunya RUU Perampasan Aset.

Alih-alih menindaklanjuti permintaan Mahfud MD, Bambang Pacul mengatakan bahwa jika ingin mengajukan pengesahan RUU tersebut, Mahfud MD sebaiknya bukan melobi DPR, melainkan 'juragan' atau ketua partai politik (parpol) dari masing-masing anggota DPR.

"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan," kata Bambang Pacul di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023) lalu.

"Saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa [disahkan], tetapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," singkatnya.

Lantas, benarkah pengesahan RUU bergantung dari persetujuan ketua parpol?

Penelusuran Fakta

Merujuk UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)—yang kerap disebut sebagai UU MD3—termaktub bahwa DPR punya tiga fungsi utama, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Dalam Pasal 70 beleid tersebut tertulis, fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk UU. Artinya, DPR mempunyai kemandirian penuh saat merancang, membahas, hingga mengesahkan UU.

Bila dijabarkan lebih lanjut, berdasarkan Pasal 71 huruf a, b, dan c, DPR berwenang untuk:

  1. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
  2. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang;
  3. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
Jika merujuk pada perundangan itu, pernyataan Bambang Pacul yang menyebut bahwa pihak yang berkepentingan untuk mengesahkan RUU harus terlebih dahulu melobi ketua parpol itu tidak benar dan tak berdasar.

Namun, dalam praktiknya, keterkaitan anggota DPR dan parpol dalam sistem parlemen nyatanya memang tidak bisa dipisahkan. Sebab, Pasal 82 ayat 3 UU MD3 mengamanatkan setiap anggota DPR harus menjadi anggota fraksi.

Mengutip laman DPR, fraksi didefinisikan sebagai kelompok anggota DPR yang memiliki pandangan politik yang sejalan (dalam hal ini, berdasarkan parpol yang sama). Dengan kata lain, meski dipilih oleh rakyat, para anggota DPR juga mewakili pandangan parpolnya masing-masing.

Hubungan antara fraksi dan anggota DPR berlanjut ke konteks pertanggungjawaban antara keduanya. Satu sisi, anggota DPR bertanggung jawab atas penegakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) parpol.

Di sisi lain, parpol memiliki tanggung jawab mengontrol kinerja anggotanya di DPR. Salah satu bentuk kontrolnya adalah hak recall, di mana parpol bisa menarik kembali dan menghentikan masa jabatan anggota.

Hak recall atau pemberhentian antar waktu (PAW) ini diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2009. Menukil Pasal 213 ayat 2 huruf e, PAW dilaksanakan atas usul parpol.

Pakar hukum tata negara Indonesia Margarito Kamis pernah angkat suara tentang hal ini. Ia menekankan, jika mencermati sejarah rule of law dan sejarah partai, tidak ada partai yang berdaulat penuh atas kadernya di kursi parlemen.

"Itu sebabnya di sebagian negara demokratik, cara menarik anggota DPR itu hanya dengan semacam pemilu. Hanya bisa ditarik oleh rakyat yang memilihnya. Tidak oleh bos-bos partai," tutur Margarito pada Mei 2021 lalu, dikutip dari Sindonews.

Kesimpulan

Bila menilik peraturan perundangan dan dasar hukum yang berlaku, pernyataan Bambang Pacul yang menyebut bahwa pihak yang berkepentingan untuk mengesahkan RUU harus terlebih dahulu melobi ketua parpol adalah tidak benar.

Berdasarkan UU MD3, tidak ada satu pasal pun yang mengatur bahwa pengesahan sebuah RUU mesti berbekal persetujuan ketua parpol.

Namun, dalam praktiknya, anggota DPR banyak bergantung kepada elite parpol dalam hal pengambilan keputusan. Parpol bahkan punya kekuatan besar untuk mengontrol kinerja anggotanya di DPR, salah satunya melalui hak recall.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - Politik
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Farida Susanty & Shanies Tri Pinasthi