Menuju konten utama

Benarkah Konsumsi Bayam Bisa Mengurangi Risiko Kanker Usus Besar?

Rajin mengonsumsi bayam dan sayuran hijau lainnya sering dikaitkan dengan risiko negatif kanker.

Benarkah Konsumsi Bayam Bisa Mengurangi Risiko Kanker Usus Besar?
Ilustrasi Bayam. foto/istockphoto

tirto.id - Sebuah studi baru mengeksplorasi hubungan antara konsumsi bayam dan kanker usus besar (kolorektal).

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), kanker kolorektal adalah penyebab utama kematian akibat kanker ketiga di Amerika Serikat.

Selain beberapa kanker kulit, ini juga merupakan kanker paling umum ketiga pada pria dan wanita.

Kanker kolorektal meliputi kanker usus besar dan kanker rektum. Usus besar dan rektum keduanya merupakan bagian dari usus besar.

Ilustrasi Kanker Usus Besar

Ilustrasi Kanker Usus Besar. Getty Images/iStockphoto

Penelitian sebelumnya telah menetapkan bahwa makan bayam dapat mengurangi risiko kanker usus besar sebanyak setengahnya.

Sebuah studi baru dari TAMU Health Science Center menegaskan kembali sifat antikanker bayam dan menyelidiki bagaimana sayuran berinteraksi dengan bakteri usus dan genetika untuk mencapai efek menguntungkannya.

Bayam menghambat pertumbuhan polip usus besar. Dari semua kasus kanker kolorektal, tipe familial herediter hanya menyumbang 10-15%.

Selain itu, hanya 5-10% polip yang berkembang menjadi kanker kolorektal.

Para peneliti TAMU sebelumnya telah mengkonfirmasi kemampuan bayam untuk menekan perkembangan polip pada tikus yang memiliki bentuk kanker yang diinduksi mirip dengan kanker kolorektal nongenetik, atau “sporadik” manusia.

Sekitar 85-90% kasus kanker kolorektal bersifat sporadis.

Studi baru ini melihat nilai bayam untuk orang dengan bentuk kanker kolorektal herediter yang disebut poliposis adenomatosa familial.

Polip adenomatosa familial menyebabkan pertumbuhan beberapa, kadang-kadang ratusan, polip kolon non-kanker.

Kebanyakan orang dengan kondisi tersebut akhirnya memerlukan pembedahan untuk mengangkat usus besar, setelah itu mereka akan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang berpotensi beracun untuk mencegah polip tumbuh di duodenum.

Untuk studi mereka, para peneliti memberi makan bayam beku-kering untuk tikus dengan poliposis adenomatosa familial selama 26 minggu.

Studi menunjukkan bahwa konsumsi bayam dapat menunda pertumbuhan polip, menunda kebutuhan untuk perawatan intensif.

Studi ini muncul dalam jurnal Gut Microbes.

Multi-omik

Untuk memahami mengapa bayam sangat efektif dalam memperlambat pertumbuhan polip, para peneliti menggunakan metodologi berbasis data yang disebut multi-omics, yang semakin populer.

Multi-omics menganalisis data dari sistem yang berbeda dalam tubuh, mencari asosiasi yang dapat menyarankan area penelitian yang potensial, demikian seperti dilansir Medical News Today.

Bagian "omics" dari multi-omics mengacu pada akhiran "ome" dalam nama sistem tersebut.

Pakar omics sekaligus profesor di Skaggs School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences di UC San Diego, CA memberikan dua penjelasan tentang omics dari banyaknya omics yang ada

“Ya, ada banyak. Saya akan menjelaskan dua: pertama, kanker memiliki mikrobioma uniknya sendiri, dan penanda tersebut berpotensi digunakan sebagai diagnostik," kata dia.

Kedua, lanjutnya, mungkin yang paling menakjubkan adalah bahwa PD1 checkpoint inhibitors yang digunakan untuk mengobati [sistem kekebalan] berfungsi sebagai pengobatan untuk kanker, tetapi hanya jika pasien memiliki komunitas mikroba yang benar.

Dalam studi saat ini, para peneliti menganalisis sampel dari tiga sistem:

  1. The microbiome, mikroba usus yang bermanfaat dan berbahaya
  2. Transkriptom, kumpulan RNA dan mRNA yang diekspresikan oleh sel atau jaringan
  3. Metabolome, metabolit yang dihasilkan sel selama aktivitas metabolisme
Inti Analisis Metabolomik Terintegrasi (IMAC) TAMU melakukan analisis metabolom.

IMAC mengoperasikan rangkaian spektrometer massa canggih yang memungkinkannya melakukan metabolomik, studi multi-omik dari molekul kecil dan metabolit yang terkandung di dalam sel, jaringan, dan biofluida organisme.

Penyelidik senior Dr. Roderick Dashwood menjelaskan hasil mengejutkan dari analisis tim tersebut

“Bias saya adalah untuk fokus pada cerita klorofil karena sejarah panjang saya meneliti efek antikanker dari klorofil. Tapi ternyata pendekatan multi-omics mendorong ide lain," ujarnya.

“Ketika kami melihat data metabolisme, tidak ada klorofil. Sebenarnya asam lemak dan turunan asam linoleat yang menyebabkan efek menguntungkan,” sambung Dashwood.

Para peneliti berencana untuk menyelidiki lebih lanjut sifat antikanker dari metabolit asam linoleat dan asam lemak rantai pendek pada model hewan mereka.

Harapannya adalah bahwa pekerjaan ini pada akhirnya akan mengarah pada penyelidikan mekanisme metabolisme manusia.

Mengenai apakah orang harus mulai mengonsumsi bayam sebagai tindakan pencegahan terhadap perkembangan kanker usus besar, Dr. Dashwood menyarankan: “Semakin cepat, semakin baik.”

“Anda tidak harus menunggu sampai polip muncul untuk mulai melakukan hal-hal pencegahan semacam ini,” Kkta Dr. Dashwood.

Bayam menawarkan banyak manfaat kesehatan dalam hal apa pun, seperti yang dikatakan ahli diet kardiologi Michelle Routhenstein.

“Bayam mengandung beberapa nutrisi yang membantu melindungi kesehatan jantung Anda. Bayam adalah sumber yang kaya vitamin K1, yang telah terbukti membantu mengurangi risiko kardiomegali. Bayam juga secara alami kaya akan glutathione, yang membantu meningkatkan jalur antioksidan utama dalam tubuh, [membantu] mengatasi stres oksidatif dan mendukung fungsi kekebalan tubuh,” paparnya

Routhenstein melanjutkan, bayam juga mengandung folat, yang merupakan salah satu vitamin yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar homosistein dalam tubuh, kadar homosistein yang tinggi menyebabkan peningkatan plak di arteri.

Makanan kaya folat juga telah terbukti menurunkan kadar asam urat dengan menghambat pembentukan purin.

Intinya, tambah Dr. Dorrestein, ilmu pengetahuan saat ini menyarankan makanan dan minuman manis meningkatkan kanker, sementara lebih banyak konsumsi buah dan sayuran dikaitkan dengan risiko negatif.

Baca juga artikel terkait KANKER USUS BESAR atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Iswara N Raditya