tirto.id - Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Kedua belah pihak membahas seputar anggaran hingga keselamatan pengawas pemilu pada saat penyelenggaraan pesta demokrasi.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan, Presiden Jokowi mendukung hal yang dimintakan pihaknya, akan tetapi kepala negara berpesan agar penegakan hukum pemilu dilakukan dengan tegas tanpa pandang bulu.
"Permintaan pak presiden agar Bawaslu tegas dari mulai awal hukum, baik penegakan hukum pidana maupun penegakan hukum administrasi," kata Bagja kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Presiden Jokowi, kata Bagja, juga mengapresiasi upaya Bawaslu yang berani memeriksanya di masa lalu. Ia menilai pemeriksaan tersebut sebagai bentuk penindakan serius pengawas pemilu.
Di saat yang sama, Bawaslu juga meminta kepada Presiden Jokowi agar ada revisi Undang-Undang Pemilu terutama setelah kemunculan daerah otonomi baru.
Bagja juga meminta agar presiden mengusulkan usia minimal panitia pengawas pemilu menjadi 17 atau 18 tahun serta kriteria minimal pengawas ad hoc berpendidikan minimal SMP.
Menurut dia, Indonesia bukan hanya Jakarta. Selain itu, kemudahan syarat akan membuat Bawaslu lebih mudah dalam merekrut panitia pengawas di tingkat TPS dan kelurahan.
"Pak presiden mengerti kesulitan Bawaslu dalam melakukan rekrutmen terhadap pengawas ad hoc khususnya di kabupaten/kota, apalagi daerah kepulauan, daerah perbatasan," terang Bagja.
Bagja pun mengaku sempat merespons permintaan presiden. Ia menegaskan Bawaslu sepakat agar kampanye masa depan tidak lagi memicu masalah seperti polarisasi layaknya pemilu sebelumnya.
"Kami, Bawaslu dan pemerintah punya kesamaan yang sama mengenai politisasi SARA, hoaks dan juga black campaign yang harus diturunkan ke depan sehingga tidak terjadi polarisasi," pungkasnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky