tirto.id - Persoalan pengolahan sampah di Yogyakarta masih belum surut. Terbaru, keluhan warga tentang bau TPST Kranon, Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta yang menguar ke pemukiman sempat viral di sosial media.
Melalui akun X, @merapi_uncover, seorang warga Kranon melaporkan bau tak sedap tercium dari wilayah pemukiman warga di sekitarnya. Bau tak sedap TPST Kranon disebut sudah dalam taraf mengganggu aktivitas warga sekitar TPST Kranon.
“Disini saya punya balita 11 bulan, biasanya bukaan pintu, mainan di luar. Sekarang tiap hari tutupan pintu terus,” tulis unggahan warga di X tersebut pada Senin (3/6/2024).
Ketua RT 45 Kranon, Sugiyono, menyatakan jika persoalan bau menyengat yang menguar di pemukiman warga terjadi beberapa kali. Hal tersebut, katanya, terjadi jika pengangkutan sampah organik hasil pemilahan yang terlambat diangkut dan berdiam di TPST selama berhari-hari.
“Kadang bau kadang enggak. Tergantung sampah yang dibawa. Kalau yang sampai bau sekali itu karena keterlambatan pengangkutan [sampah] organiknya,” katanya ketika ditemui pada Rabu (6/5).
Menurut Sugiyono, setelah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, keterlambatan tersebut seringkali terjadi karena armada pengangkut yang seringkali tak mencukupi.
Akan tetapi, Sugiyono menjelaskan jika ia tidak mengetahui apakah laporan warga tentang bau menyengat berasal dari TPST mana, karena di wilayahnya terdapat dua TPST yang kini beroperasi, yakni TPST Kranon yang masih dalam tahap pembangunan dan TPST Nitikan.
Keduanya merupakan Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle. Keduanya juga menggunakan skema pengolahan yang sama, yakni memilah sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik nantinya akan digunakan sebagai Resfused Derived Fuel (RDF) sementara sampah organik akan kembali diangkut oleh DLH.
Kontributor Tirto sudah mencoba menghubungi pihak DLH Kota Yogyakarta untuk dimintai keterangan perihal hal ini, namun hingga artikel ini diterbitkan tak ada jawaban.
Berdasarkan pantauan kontributor Tirto pada Rabu, di kedua TPST tersebut, bau sampah sesekali tercium dari perkampungan warga jika angin bertiup dari arah TPST. Namun, bau tersebut tak sampai menyengat.
Bau sampah yang menyengat dapat dirasakan terkonsentrasi di lokasi pengolahan sampah dan di dalam TPST terlihat memang terdapat tumpukan sampah hasil pemilahan yang belum diangkut.
Masih Sering Overload dan Mesin Rusak
Menurut Sugiyono, bau menyengat sebagai dampak dari pengolahan sampah di wilayahnya terjadi karena volume sampah sering kali melebihi kapasitas yang bisa diproses TPST.
“Ini [TPST Kranon] kalau dipacu penuh, maksimal [pengerjaan per hari] baru 25 ton. Yang sana [TPST Nitikan] sekitar 30 ton. Padahal sampah kota perharinya 260 ton,” ujarnya.
Volume sampah yang terlalu besar untuk diolah tersebut, jelas Sugiyono, terkadang diperparah dengan alat pengolahan sampah yang terbatas dan masih sering rusak.
“Itu, masalah mesin, sering saya komplain beberapa kali. Bagi saya, mesinnya kurang memadai, kurang bersih, kurang cepat. Jadinya kalau mesinnya rusak, terjadi penumpukan,” ujarnya.
Sugiyono menyatakan sudah berkoordinasi dengan DLH agar sampah yang dikirim ke TPST di wilayahnya sesuai dengan kapasitas. Kendati demikian, Sugiyono menyatakan sejauh ini pihak DLH cukup proaktif ketika menerima keluhan tentang pengolahan sampah dari warga.
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Anggun P Situmorang