Menuju konten utama

Basarnas Prediksi Masih Banyak Korban Belum Terevakuasi di Petobo

BNPB mencatat 2.045 korban tewas akibat gempa dan tsunami Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah (Sulteng) hingga 10 Oktober 2018.

Basarnas Prediksi Masih Banyak Korban Belum Terevakuasi di Petobo
Relawan dan warga mencari korban gempa dan tsunami yang belum ditemukan di permukiman warga di Wani I, Donggala, Sulawesi Tengah, Selasa (9/10/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/18

tirto.id - Menginjak hari ke-12 usai gempa dan tsunami, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) masih terus melakukan upaya evakuasi dan encari korban yang kemungkinan masih ada di tumpukan tanah dan lumpur salah satu perumahan di Kecamatan Petobo, Kelurahan Sigi, Sulawesi Tengah.

Perumahan tersebut menjadi salah satu lokasi terparah akibat gempa berkekuatan 7,4 SR yang menggoyang Palu dan sekitarnya pada Jumat (28/9/2018).

"Dari hari pertama hingga kemarin, total kami berhasil mengevakuasi korban mencapai 174 orang. Hari ini kami dapat satu orang, meski keadaannya sudah tidak utuh, jadi bertambah menjadi 175," kata komandan regu Basarnas, Muhammad Nursidi, kepada wartawan Tirto di lokasi, Rabu (10/10/2018) siang.

"Penemuan korban hingga hari kesembilan dan kesepuluh, maaf, sudah tidak utuh. Namun untuk ciri-ciri warga kita kerja sama dengan PMI yang bisa mengidentifikasi lewat wajah, pakaian, dan lain-lain," lanjut Nursidi.

Saat wawancara dengan Nursidi sedang berlangsung, tiba-tiba ada satu anggota Basarnas yang melapor ke Nursidi. Ia mengatakan bahwa baru saja menemukan dua korban yang sedang terjepit di timbunan tanah dan lumpur.

Namun, kata Nursidi, timnya perlu memikirkan lebih panjang lagi mengingat dua korban itu terjepit di timbunan tanah dan lumpur yang jika dibongkar atau dibor akan menelan segala hal di atas permukaan. Kata Nursidi, tanah dan lumpur itu masih aktif.

"Risikonya lebih besar. Ini posisi dilematis memang," kata Nursidi.

Saat wartawan Tirto melihat langsung keadaan di lapangan, perumahan tersebut memang sudah hancur. Tanah dan lumpur, yang pada saat terjadi gempa sangat aktif dan menelan segala hal yang ada di permukaan tanah, menjadi menggembur dan mengembang ke atas setinggi lima meter menjadi tumpukan bukit-bukit.

"Dengan tanahnya naik ke atas, perkiraan, dari pelaporan beberapa warga, mungkin masih ada korban-korban yang belum dievakuasi. Sampai hari ini ya masih. Ada tidak ada laporan pun kita tetap mencari," kata Nursidi.

Nursidi mengaku terdapat beberapa kesulitan untuk melakukan evakuasi korban-korban yang masih berada di timbunan tanah dan lumpur setinggi itu.

"Kesulitan kami hingga saat ini adalah pencarian korban memang hanya mengandalkan permintaan keluarga dan dengan menggunakan alat berat. Karena semua sudah tertimbun tanah dan lumpur, sudah tidak terlihat lagi secara kasat mata. Jika ada permintaan warga, untuk rumahnya dilihat apa ada anggota keluarga, ya kita prioritaskan," kata Nursidi.

Nursidi mengatakan, apabila ada korban yang berhasil dievakuasi namun belum teridentifikasi, maka akan langsung dimakamkan secara massal di TPU Poboya. Namun jika terdapat korban yang sudah bisa diidentifikasi dan diklaim oleh keluarga, pihak keluarga dipersilakan melakukan pemakaman secara personal.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.045 korban tewas akibat gempa dan tsunami Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah (Sulteng) hingga 10 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB.

"Seluruh korban meninggal telah dimakamkan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers di Jakarta.

Total 2.045 korban tewas itu terdiri dari 1.636 orang di Kota Palu, 171 orang di Donggala, 222 orang di Sigi, 15 orang di Parigi Moutong, dan satu orang di Pasangkayu di Sulawesi Barat.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto