tirto.id - Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Raharjo Puro, menerangkan bahwa kasus pagar laut yang ditemukan di perairan Tangerang berbeda dengan yang di Bekasi. Perbedaannya ada pada waktu penerbitan sertifikat dan pemalsuannya.
Hal itu diketahui usai penyidik melakukan penanganan perkara dan turun langsung ke lokasi.
"Kalau kita melihat dari apa yang kita laksanakan penyidikan terkait di Kohod dengan di Bekasi itu ada perbedaan. Jika pada kasus Kohod kita melihat bahwa pemalsuan dokumen dilakukan pada saat sebelumnya atau saat proses penerbitan sertifikat," kata Djuhandani di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2025).
Djuhandani mengungkapkan untuk kasus di Bekasi, pemalsuan dilakukan setelah terbitnya sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah. Kemudian, diubah sedemikian rupa menjadi nama pemegang hak yang baru berikut perubahan data luasan dan lokasi objek sertifikat.
"Jadi sebelumnya sudah ada sertifikat, kemudian diubah dengan alasan revisi, di mana dimasukkan baik itu perubahan koordinat dan nama. Sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut, dengan luasan yang lebih luas, itu yang pertama," tutur Djuhandani.
Lebih lanjut dijelaskan Djuhandani, untuk kasus pagar laut di Bekasi sendiri, penyelidik menemukan adanya dugaan kasus lain. Penyelidik menduga adanya peristiwa pidana serupa di Desa Huripjaya, Babelan, Bekasi.
Menurut dia, Desa huripjaya berdekatan dengan Desa Segara Jaya yang ditemukan adanya pagar laut. Penyelidik pun kini tengah mendalami dugaan tindak pidana di Desa Hurip Jaya.
"Di situ juga muncul dan saat ini kita temukan, baru kemarin kita temukan. Saat ini tim sedang turun mengecek, sejauh mana, karena itu berkaitan yang sementara kita praduga tak bersalah, itu terkait dengan PT Mega Agung Nusantara, ini yang kemudian kita dalami," ungkap Djuhandani.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto