Menuju konten utama

Bareskrim Gandeng PPATK Analisis Dugaan TPPU Panji Gumilang

Ada indikasi TPPU terkait yayasan, penggelapan, korupsi dana BOS, hingga penyalahgunaan zakat oleh Panji Gumilang.

Bareskrim Gandeng PPATK Analisis Dugaan TPPU Panji Gumilang
Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang (tengah) berjalan saat akan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/7/2023). Panji Gumilang menjalani pemeriksaan sebagai terlapor terkait penistaan agama.  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz

tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan pemilik pondok pasantren Al Zaytun Panji Gumilang (PG).

"Dirtipideksus Bareskrim melakukan koordinasi dan analisis mendalam dengan tim analisis PPATK dan ahli pencucian uang," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Jumat, (21/7/2023).

Dalam hasil rapat koordinasi, lanjut Ramadhan, terdapat dugaan penyalahgunaan yang terindikasi TPPU. "Ada indikasi TPPU terkait yayasan, penggelapan, korupsi dana BOS, hingga penyalahgunaan zakat oleh PG," jelasnya.

Saat ini, penyidik telah meminta keterangan tiga saksi yang mengetahui proses penyaluran dana-dana tersebut. Untuk dugaan penyalahgunaan dana BOS dan zakat, polisi telah berkoordinasi kepada tiga pejabat yang berkompeten dalam Kementerian Agama dan instansi terkait.

Polisi juga menelusuri dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Panji Gumilang. Bahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah diberikan juga kepada Kejaksaan Agung.

"SPDP ini terkait dugaan penodaan/penistaan agama yang dianut di Indonesia dan/atau menyiarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Kamis, 13 Juli lalu.

Tindak pidana itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.

Baca juga artikel terkait KASUS AL ZAYTUN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat