tirto.id - Pemerintah terus mendorong ekonomi syariah, baik dalam sektor keuangan maupun sektor industri riil. Tujuannya agar dapat menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dalam negeri, yang pada kuartal I-2018 mencapai 5,5 miliar dolar AS.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, apabila defisit transaksi berjalan dapat ditekan, maka hal tersebut dapat menguatkan cadangan devisa negara. Untuk diketahui, berdasarkan catatan Bank Indonesia pada 30 Juni 2018, cadangan devisa negara sebesar 119,839 miliar dolar AS.
Cadangan devisa digunakan Bank Indonesia sebagai instrumen jangka pendek untuk mengintervensi nilai tukar (kurs) rupiah agar tidak terdepresiasi terlalu dalam terhadap dolar AS. Sementara ini, kurs rupiah terdepresiasi cukup dalam yakni berada dalam level Rp14.475.
"Current account deficit ini akan berpengaruh pada cadangan devisa. Kita harus pikirkan apa solusi yang kita perlukan dalam jangka pendek sampai setahun ke depan. Dalam solusi kami, industri syariah harus punya kontribusi," ujar Bambang di Kementerian PPN/Bappenas Jakarta pada Rabu (25/7/2018).
Ekonomi Halal Berpotensi Dorong Pertumbuhan Ekonomi Global
Bambang mengatakan, ekonomi halal merupakan sebuah arus perekonomian baru yang berpotensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi global. Potensi tersebut dilihat dari, pertama, semakin meningkatnya pertumbuhan populasi muslim dunia yang diperkirakan akan mencapai 27,5 persen dari total populasi dunia pada tahun 2030.
Kedua, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara muslim. Lalu ketiga, munculnya pasar halal potensial, seperti Cina dan India.
Berdasarkan data dari Halal Industry Development Corporation (2016), diperkirakan besaran pasar produk dan jasa halal mencapai 2,3 triliun dolar AS. Produk dan jasa halal ini mencakup beberapa sektor di antaranya, makanan, bahan dan zat aditif, kosmetik, makanan hewan, obat-obatan dan vaksin, keuangan syariah, farmasi dan logistik.
Dengan melihat potensi tersebut, Bambang mengatakan Indonesia harus meningkatkan kapasitas ekspor produk dan jasa halal. Namun, kata Bambang, saat ini Indonesia masih menjadi negara importir produk dan jasa halal dari negara asing.
"Produk kita masih berbasis pada sumber daya alam seperti CPO (crude palm oil/minyak mentah dunia). Tapi, yang kita harapkan adalah kita mengekspor produk-produk yang tidak berbasis sumber daya alam, tapi olahan. Kami ingin masukan bagaimana seharusnya Pemerintah Indonesia mendorong dan mendukung industri halal ini? Banyak stakeholder, jadi bagaimana bisa mendukung satu sama lain," ungkapnya.
KNKS akan Susun Road Map Ekonomi Syariah
Pemerintah melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) berencana menyusun road map ekonomi syariah, terutama pengembangan sektor keuangan syariah dan industri riil halal.
"Karena kami semakin percaya bahwa industri keuangan syariah hanya bisa berkembang kalau industri riil halal-nya berkurang. Jadi kenapa industri keuangan syariah kita masih kecil? Ya karena sejalan juga dengan kita lebih banyak sebagai net costumer, industri halal kita belum berkembang," ujarnya.
Bambang mengatakan, untuk menjadi net produser produk halal, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas produksi. Kemudian, menjajaki kebutuhan pasar ekspor produk halal.
"Kalau mau cepat harus ada upaya lebih serius dalam berkoordinasi lintas kementerian/lembaga. Momennya adalah defisit transaksi berjalan hanya bisa ditutupi kalau meningkatkan ekspor dan pariwisata, dan kebetulan segmen industri halal ada di dua-duanya. Jadi fokus di industri halal bisa berkontribusilah mengurangi defisit transaksi berjalan," ungkapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto