tirto.id - Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Berjangka Komoditi BappebtI Tirta Karma Sanjaya menanggapi adanya adanya temuan Ombudsman RI terkait adanya tiga maladministrasi yang dilakukan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berkaitan dengan izin bursa kripto
Menurut Tirta, maladministrasi ini berkaitan dengan permohonan dari bursa yang masih membutuhkan perbaikan. Oleh karena itu, Bappebti melakukan secara ketat dalam memberikan izin bursa kripto.
“Kemarin kami sudah mendapatkan LHAP dari Ombudsman. Pada prinsipnya kami sudah memenuhi panggilan ombudsman dan ombudsman sudah mengeluarkan hasil koreksinya bagi Bappebti termasuk juga dalam Kementerian Perdagangan,” katanya di Merlynn Park Hotel, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Dia menjelaskan, sistem perizinan untuk bursa kripto menggunakan konsep perbaikan dari pemohon jika belum memenuhi syarat. Hal itu dilakukan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Bukan hanya itu, bursa akan menjadi pengawas pertama terhadap seluruh ekosistem pedagang yang mempunyai platform. Nantinya, akan ada banyak aduan yang harus diselesaikan.
“Bursa harus mempunyai kemampuan yang lengkap. Bukan hanya sistem tapi organisasi dan sebagainya. Bursa menjadi pengawas pertama sebagai fungsi pengawasan. Bursa harus memiliki syarat– syarat yang harus dilengkapi,” ujar Tirta.
Tirta meminta kepada para pemohon, jika betul- betul ingin mendapatkan izin bursa kripto maka para pemohon harus melengkapi semua persyaratan yang diminta oleh Bappebti.
“Itu adalah tugas pemohon untuk memperbaiki Mengapa tujuannya ini, karena kami harus terus memberitahukan betul- betul agar pemohon melengkapi semua,” kata Tirta.
Sebelumnya, Ombudsman RI menyatakan Bappebti terbukti melakukan maladministrasi berkaitan dengan izin bursa kripto PT Digital Future Exchange (DFX).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, berdasarkan serangkaian pemeriksaan dokumen dan pihak terkait, pihaknya menemukan tiga bentuk maladministrasi yang dilakukan oleh Bappebti dalam proses perizinan bursa berjangka, meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang.
Yeka menjelaskan, Ombudsman melakukan proses pembuktian dengan permintaan dokumen, keterangan dan investigasi.
“Dari alat bukti yang ada, maka ada temuan Ombudsman. Temuan ini kemudian disandingkan dengan regulasi yang ada, hingga menghasilkan pendapat Ombudsman,” tutur Yeka dalam konferensi pers, Senin (20/3/2023).
Adapun pendapat Ombudsman dibagi menjadi enam pendapat. Pertama, terkait proses pemenuhan persyaratan Izin Usaha Bursa Berjangka oleh PT DFX, Yeka menyebutkan Ombudsman berpendapat bahwa PT DFX telah kooperatif dan proaktif dalam memenuhi semua persyaratan pemenuhan perizinan.
Kedua, Ombudsman berpendapat bahwa PT DFX telah memenuhi semua persyaratan perizinan bursa berjangka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan IUBB.
Dalam memenuhi IUBB, PT DFX telah menjalani semua rangkaian pemeriksaan dan telah memenuhi semua persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan perizinan Izin Usaha Bursa Berjangka.
Ketiga, terkait berlarutnya proses pengajuan IUBB ini menimbulkan kerugian.
“Berlarutnya proses Izin Usaha Bursa Berjangka yang diajukan PT DFX menjadi bukti lambannya pelayanan birokrasi yang dilaksanakan oleh Bappebti selaku pihak yang memiliki kewajiban dalam penyelenggaran pelayanan publik dalam perizinan bursa berjangka sehingga menimbulkan kerugian secara materiil dan immateriil bagi plapor,” ucap Yeka
Atas berlarutnya proses IUBB yang diajukan kepada Terlapor, Pelapor telah mengeluarkan biaya sebesar Rp.19 miliar sejak awal pengajuan perizinan pada 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022.
Keempat, terkait tranparansi dan akuntabilitas dalam proses permohonan IUBB PT DFX, Ombudsman berpendapat Bappebti tidak transparan dan akuntabel dalam melakukan penilaian fit and proper test jajaran direksi PT DFX.
Kelima, terkait adanya penambahan persyaratan IUBB PT DFX di luar ketentuan peraturan perundang-undangan, Ombudsman berpendapat Bappebti telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang.
Adapun penyalahgunaan wewenang dengan memberikan persyaratan tambahan berupa hak ases wiewing dan memberikan persyaratan tambahan kepada PT DFX untuk melakukan simulasi perdagangan dengan akun real dan perdagangan dengan sistem ISO 27001.
Keenam, terkait kebutuhan ekosistem dan urgensi kehadiran bursa kripto, Yeka mengatakan berdasarkan keterangan para stakeholder seperti OJK, Bank Indonesia, Kemenkeu, Bappebti serta praktisi, bahwa kehadiran bursa aset kripto dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Reja Hidayat