Menuju konten utama

Bapanas Prediksi Kebutuhan Beras Melonjak Jelang Pilkada

Menurut Arief Prasetyo Adi, kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan beras melalui produksi dalam negeri.

Bapanas Prediksi Kebutuhan Beras Melonjak Jelang Pilkada
Pekerja mengangkut beras program bantuan pangan di Gudang Perum Bulog Cabang Batam, Kepulauan Riau, Selasa (25/6/2024). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/YU

tirto.id - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi lonjakan kebutuhan beras menjelang Pilkada Serentak yang akan digelar pada 27 November 2024. Apalagi tiga bulan terakhir pada 2024 dan dua bulan awal di 2025 menjadi momen krusial, yakni masa produksi beras tengah berlangsung.

Menurutnya, kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan beras melalui produksi dalam negeri. Dari data yang dimilikinya, saat ini stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang terdapat di Perum Bulog hanya sekitar 1,3 juta ton, jauh dari target aman.

"Mohon maaf, nanti 27 November itu menjadi sangat kritikal. Biasanya peningkatan kebutuhan beras menjelang Pilkada sangat tinggi. Apalagi pada waktu produksi tiga bulan terakhir di akhir tahun, ditambah dua bulan di awal tahun," kata dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (4/9/2024).

Arief menyebutkan, idealnya pemerintah memiliki stok setidaknya 2 juta ton untuk menjaga agar kebutuhan beras nasional tetap aman. Dia khawatir, meski pengadaan beras diupayakan dapat dicukupi dari dalam negeri, namun saat stok dalam negeri tidak mencukupi berisiko mendorong naiknya harga beras.

Karena itu, kata dia, salah satu upaya untuk menghindarinya, Bapanas akan mempertimbangkan opsi impor demi memenuhi kebutuhan CBP.

Namun, di saat yang sama Arief juga mendorong penganekaragaman atau diversifikasi pangan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden No 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal yang baru dirilis Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

"Itu dia ada pompanisasi, ada [cetak sawah di] Merauke, itu kan ikhtiar. Usaha kita bersama-sama untuk menggenjot produksi dalam negeri. Kira-kira opsinya apa kalau tidak tercapai produksi dalam negeri? Kan langsung ke impor terus gitu ya. Nggak dong, jadi harusnya ada tuh tadi Perpres 81 penganekaragaman konsumsi pangan," tegas Arief.

Menurutnya, penganekaragaman bahan pangan ini juga berlaku untuk memenuhi kebutuhan beras dalam rangka penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis. Dia mengakui produksi beras nasional tak bisa menutup seluruh kebutuhan Program prioritas Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mencapai 35 juta ton dalam setahun.

"Mengenai penganekaragaman, nggak harus [selalu] nasi. Orang disuruh puasa nasi? Nggak begitu penjelasannya. Jadi karbo itu bisa nasi, bisa kentang, bisa [yang lain-lain]. Jadi kalau udah makan kentang, nggak usah makan nasi. Udah nggak usah nasi. Itu namanya diversifikasi pangan. Udah makan udang, ya nggak perlu lagi kan makan daging, misalnya. Itu kan komposisi itu harus dibuat dalam menu. Menunya itu beragam, bergizi seimbang, dan aman," kata Arief.

Baca juga artikel terkait KEBUTUHAN BERAS atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi