tirto.id - Kepala Kampanye Forest Global untuk Indonesia Greenpeace Kiki Taufik menilai komitmen pemerintah Indonesia dalam mengatasi deforestasi masih belum serius.
Pasalnya, kendati sepanjang 2017 mengalami penurunan, deforestasi masih terjadi dalam luasan yang signifikan. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pun masih muncul sebagai salah satu penyebab dominan deforestasi.
Pernyataan Kiki tersebut merespons klaim pemerintah dalam pertemuan World Economic Forum.
Di pertemuan itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah telah memahami dan sedang mengatasi persoalan kehutanan. Bahkan, kebijakan yang melarang pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit juga telah dikeluarkan.
“Data University of Maryland, tahun 2017 kita kehilangan 355,5 ribu hektar hutan dan 80 ribu hektarnya dari palm oil. Penyebab terbesarnya masih industri kelapa sawit,” ucap Kiki saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (28/1).
Kiki mengatakan data Greenpeace menunjukkan besaran hutan yang hilang selama 2 tahun terakhir setara dengan dua kali luas Singapura. Menurutnya, jika pemerintah mengacu pada Paris Agreement terkait penurunan emisi, jumlah bukaan hutan seluas itu tetap tidak dapat dibenarkan.
Selain kelapa sawit, Kiki juga menyoroti adanya ekspansi pembukaan hutan di Papua. Menurutnya, selain digunakan untuk proyek infrastruktur seperti lintas Papua, penggunaannya pun masih berujung pada industri perkebunan untuk kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk keperluan kertas.
“Saya bilang ini rada aneh juga. Justru itu dia [kelapa sawit]. Di Papua setelah ada illegal logging lahannya malah jadi kelapa sawit,” ucap Kiki.
Sebelumnya, Luhut mengatakan pemerintah membuka peluang dan kerja sama untuk mengatasi masalah deforestasi. Namun, dalam sambutan di workshop bertama Accelerating Partnerships and Actions for Forest di sela WEF, Davos Swiss, dia tidak menerima niat negara asing untuk mendikte Indonesia.
“Kami sangat terbuka, tapi jangan mendikte kami,” ucap Luhut dalam keterangan yang dipublikasikan dalam maritim.go.id.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri