tirto.id - 72% keluarga di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mempunyai sepeda motor. Sebagai bahan perbandingan, keluarga yang memiliki mobil hanya 25%.
Sepeda motor memang alat transportasi andalan di Jakarta dan sekitarnya. Pada 2003, sehari-hari terdapat 3,9 juta unit sepeda motor lalu-lalang di Jakarta, sedangkan mobil tak sampai separuhnya, hanya 1,6 juta. Tujuh tahun kemudian, menurut laporan Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral-UGM) pada 2013, jumlah sepeda motor berlipat menjadi 8,77 juta unit.
Dari 1,1 juta perjalanan per hari di Jakarta pada 2010, 21%-nya ditempuh dengan sepeda motor. Dalam situasi demikian, mengganti ban sepeda motor adalah rutin yang tak dapat ditawar, terutama karena itu berkorelasi langsung dengan keamanan dan kenyamanan berkendara.
Erenn Pratama, seorang pekerja kreatif, sempat merisaukan kondisi jalanan Jakarta yang diperbaiki di mana-mana. Dalam kondisi demikian, kontur jalan biasanya tidak rata, bergelombang, dan itu menyulitkan para penggunanya, lebih-lebih pengendara sepeda motor.
“Jalan sedang diperbaiki begitu kan biasanya tidak rata, jadi bikin ban goyang-goyang,” kata Erenn kepada Tirto. Namun demikian, setelah Honda Scoopy miliknya dipasangi ban Corsa V22, dia tidak lagi merasakan goyangan atau goncangan apa pun ketika melintasi jalan Fatmawati. “Laju motorku jadi lebih stabil, padahal melewati jalan yang tidak rata,” katanya.
Tahun lalu, untuk menguji kualitas produk-produk seri V, termasuk V22 (tubeless) dan V33 (tube-type), PT Multistrada Arah Sarana Tbk selaku produsen ban motor Corsa memberangkatkan empat orang rider senior dari Sabang ke Bandung lewat kegiatan Jelajah Tangguh.
Rute Jelajah Tangguh melewati 8 kota, yaitu Sabang, Medan, Pekanbaru, Padang, Jambi, Palembang, Lampung, dan Bandung, dan berlangsung selama 18 hari. Hendrianto Prabowo, salah seorang peserta, mengisahkan pengalamannya kepada Tirto.
“Dari Titik 0 KM Sabang sampai Bandung, Corsa V22 sangat memuaskan. Cengkeraman ban ke aspal sangat bagus, dan itu berlaku buat semua lintasan: aspal, tanah, aspal rusak, dan jalan berbatu. Dalam kondisi hujan sekalipun, Corsa V22 tetap nyaman digunakan,” katanya.
Sebelum Jelajah Tangguh, keamanan, daya cengkeram, serta daya tahan produk lain Corsa, Platinum V Series, juga diuji dengan perjalanan belasan ribu KM. Salah satu hasilnya: saat daya tahan merek lain terhenti di angka 10 ribu KM, Corsa V Series masih awet hingga 18 ribu KM.
“Corsa V Series 50% lebih awet dibandingkan ban lain berkat formula silica compound yang terus disempurnakan. Selain berdaya tahan tinggi, Corsa V Series juga dilengkapi dengan rancangan tapak ban yang memberikan cengkeraman maksimal pada lintasan kering maupun basah,” kata Pieter Tanuri, Presiden Direktur PT Multistrada Arah Sarana Tbk.
Di kalangan pengendara, ada anggapan bahwa salah satu syarat keawetan ban adalah traksi atau gesekan yang rendah. Corsa Platinum V Series mematahkan anggapan tersebut. “Dibekali teknologi compund silika, ban Corsa memiliki traksi maksimum, namun ban tetap awet. Dengan kata lain: ban awet, konsumsi bahan bakar hemat,” kata Pieter.
Saat tim Jelajah Tangguh ngebut di jalur Lintas Sumatera yang terkenal berkelok-kelok, kata Hendrianto, sepeda motornya yang dilengkapi Corsa V22 melibas tikungan demi tikungan dengan mudah. “Selain telapak bannya tampak stylish, V22 juga stabil dalam jalur menikung, walau dipacu dalam kecepatan tinggi. Ini yang membuat produk Corsa berbeda dari produk lainnya,” ujarnya.
Ramah Lingkungan
Kendaraan bermotor sering dianggap biang kerok kerusakan lingkungan. Maka, pabrik-pabrik otomotif terus berinovasi menciptakan berbagai produk ramah lingkungan. Selain mesin, elemen lain yang punya dampak langsung terhadap bahan bakar—dan karena itu berdampak langsung pula terhadap lingkungan—adalah ban.
Produsen ban yang ingin turut merawat lingkungan memberi perhatian lebih pada tiga hal, kata situs tires-easy.com, yaitu bahan baku, rolling resistance (hambatan gulir), serta daya tahan ban. Ketiga soal itu sebetulnya bisa dikerucutkan menjadi soal bahan baku ban itu sendiri.
Hambatan gulir adalahjumlah energi yang diserap ban saat menggelinding. Semakin rendah hambatan gulir suatu kendaraan, kerja mesinnya akan semakin ringan dan irit. Pada mobil, hambatan gulir bisa menyerap 10-15% bahan bakar. Bila ban yang digunakan berhambatan gulir rendah, serapan bensinnya berkisar di angka 2-3%.
“Ban berhambatan gulir rendah tidak hanya membantu mengurangi emisi, tetapi juga ramah terhadap dompet Anda,” demikian situs itu melanjutkan.
Bahan produksi ban compound silika terbagi jadi tiga jenis, yakni soft, medium, dan hard. Pemilik Rumah Ban Motor Andreas Aldrin menerangkan: material soft membuat daya cengkeram ban lebih baik, tapi masa pakainya cenderung pendek. Adapun bahan medium biasanya untuk sepeda motor yang dipakai rutin setiap hari: cengkeramannya cukup dan masa pakainya lumayan awet. Terakhir, ban dengan bahan hard dinilai sebagai ban paling tahan lama karena tidak mudah aus. Sayangnya, ban jenis ini mudah kehilangan daya cengkeram bila suhu ban tiba-tiba berubah, misalnya saat jalanan tiba-tiba basah.
“Bila terjadi penurunan suhu ban, daya cengkeramnya akan berkurang drastis,” sambung Aldrin.
Maka, paling tidak ada tiga ukuran untuk menilai kualitas ban: hambatan gulir-nya rendah, daya cengkramnya mantap, dan masa pakainya awet. Di Indonesia, ban semacam itu bisa Anda temukan pada produk-produk Corsa, salah satunya V22 yang dibikin dari compound medium.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis