Menuju konten utama

Bamsoet Siap Pertaruhkan Jabatannya Jika Pengkritik DPR Dipenjara

Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengklaim pasal 122 huruf K UU MD3 tidak akan membuat para pihak yang mengkritik DPR menerima hukuman pidana.

Bamsoet Siap Pertaruhkan Jabatannya Jika Pengkritik DPR Dipenjara
Ketua DPR Bambang Soesatyo. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengklaim siap mempertaruhkan jabatannya jika ada individu atau kelompok tertentu yang menerima hukuman pidana karena mengkritik DPR.

"Saya pertaruhkan jabatan saya kalau ada rakyat, termasuk wartawan yang mengkritik DPR, lalu dijebloskan ke penjara," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, pada Kamis (15/2/2018).

Dia mengimbuhkan, "Sebab, kritik bagi saya itu vitamin."

Menurut Bamsoet, DPR tidak akan bisa memperbaiki diri secara kelembagaan jika tidak ada kritik dari masyarakat.

"Sebagai mantan ketua komisi III dan wartawan yang bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik dan UU Pers, saya paham dan tahu persis, mana kritik, mana penghinaan dan fitnah," kata Bamsoet.

Bamsoet menambahkan setiap individu tidak perlu menjadi anggota DPR untuk dapat memidanakan seseorang atas dasar pencemaran nama baik dan fitnah.

"Kalau memenuhi unsur (delik), kita bisa langsung lapor ke penegak hukum sebagaimana diatur dalam KUHP/KUHAP. Penghinaan, penistaan, pelecehan dan fitnah adalah delik aduan," kata Bamsoet.

Pernyataan ini disampaikan oleh Bamsoet guna menanggapi kritik terhadap hasil revisi UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD atau UU MD3, khususnya pasal 122 huruf K. Pasal itu memberi kewenangan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum jika ada pihak atau individu merendahkan kehormatan DPR dan anggota dewan.

Pasal tersebut menuai kritik karena memuat ketentuan karet dan rentan memidanakan wartawan atau pihak-pihak lain yang mengkritik DPR. Apalagi, pasal itu tidak menjelaskan secara detail maksud dari “perbuatan merendahkan kehormatan DPR”.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai pasal itu berpotensi menjadikan DPR lembaga yang antikritik karena MKD bisa memidanakan semua orang yang dianggap berlawanan dengan kebijakan dewan.

“DPR mengembalikan demokrasi di negara ini ke masa orde baru, ketika pemerintah atau elite politik selalu curiga terhadap rakyat,” kata Lucius kepada Tirto.

Sebagai catatan, revisi UU MD3 telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, Senin (12/2/2018). Dua fraksi tidak setuju dengan pengesahan undang-undang tersebut, yakni PPP dan Nasdem.

Dua hari setelah pengesahan itu, pihak yang mengatasnamakan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) juga mengajukan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan uji materi tersebut mempermasalahkan Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245.

Baca juga artikel terkait UU MD3 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom