tirto.id - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengakui amandemen Undang-Undang (UUD) 1945 tidak bisa dilakukan MPR pada periode ini. Alasannya karena belum memenuhi syarat waktu enam bulan.
"Kami berharap, nanti MPR yang akan datang, ini melakukan langkah percepatan untuk penyempurnaan UUD kita, menata kembali sistem politik dan demokrasi kita yang sudah terjebak pada situasi mencemaskan, membuat kita disorientasi dan kita takut terjebak pada potensi-potensi perpecahan diantara kita," kata Bambang dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (7/6/2024).
Sementara itu, Bamsoet mengakui MPR sangat siap untuk melakukan amandemen jika seluruh partai politik setuju. Termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi di Tanah Air.
Sementara itu, Ketua MPR RI periode 1999-2004, Amien Rais, mendukung usulan untuk mengubah amandemen 1945. Amien mendukung hal itu ketika bertemu dengan pimpinan MPR 2019-2024 di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Mereka membahas peluang amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya untuk mengubah tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden.
Terkait itu, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengatakan partainya tak sependapat dengan pernyataan Bamsoet dan Amien Rais itu. Menurut Demokrat, mengubah amandemen 1945 merupakan langkah mundur atas derajat dan kualitas demokrasi yang telah terbangun sebagai amanah reformasi.
"Menurut kami menjadi langkah mundur atas derajat dan kualitas demokrasi yang telah terbangun sebagai amanah reformasi," kata Kamhar kepada Tirto, Jumat.
Kamhar menilai aspirasi itu sebagai ekspresi kekecewaan atas proses pemilu yang semakin transaksional menjadi politik biaya tinggi.
Dia mengatakan politik biaya tinggi yang terus menerus terjadi ini memang membuat demokrasi mengalami distorsif dan hanya memberi karpet merah pada para pemilik modal atau kroni penguasa, bahkan memangsa para pejuang reformasi dan penggiat demokrasi.
Lebih lanjut, Kamhar menuturkan untuk pembenahannya mesti dilakukan pendekatan yang sistemik. Mulai dari pembenahan partai politik, mekanisme dan sistem pemilu serta pembangunan kultur demokrasi. Kamhar menyadari tak mudah dan tak bisa instan. Namun, mesti ditempuh jika kita ingin mewujudkan konsolidasi demokrasi yang substantif serta berkualitas.
"Jika mengembalikan Pilpres ke MPR hanya sebagai ekspresi frustasi kita terhadap kehidupan demokrasi kita saat ini, maka ini hanya kembali mengulang kesalahan yang sama. Bahkan bisa lebih buruk lagi," tutup Kamhar.
Sebelumnya, Bamsoet mengeklaim tinggal menunggu persetujuan partai politik untuk melakukan amandemen penyempurnaan UUD 1945 serta penataan kembali sistem dan demokrasi Indonesia.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin