tirto.id - Bachtiar Nasir kembali tidak hadir dalam pemeriksaan ketiganya, dengan alasan sedang berada di luar negeri. Ia pun terancam penjemputan paksa.
“Hari ini penyidik menerima informasi dari pengacaranya, yang bersangkutan tidak bisa hadir karena dia sedang kegiatan di luar negeri,” ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (14/5/2019).
Maka, lanjut dia, penyidik berwenang melakukan penjemputan paksa kepada Bachtiar.
“Itu sesuai dengan Pasal 112 KUHAP ayat (2) yang menyebutkan kalau tidak hadir lagi maka penyidik punya kewenangan untuk melakukan penjemputan, kemudian dibawa ke Bareskrim, lalu didengar keterangannya,” jelas Dedi.
Penyidik akan berkoordinasi juga dengan stakeholder terkait kepulangan Bahctiar. Polisi, sambung dia, tidak sembarangan menjadikan ulama tersebut sebagai DPO karena ada tahapan.
Selain itu, Bachtiar dan kuasa hukumnya dianggap mau bekerja sama dalam perkara ini.
“Penyidik sudah sangat paham tentang manajemen penyidikan. Masalah teknis, tahapan itu pasti bakal dilakukan oleh penyidik. Yang jelas kami masih fokus (pemeriksaan) karena pihak pengacara masih kooperatif,” ucap Dedi.
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu berharap Bachtiar sebagai warga negara Indonesia yang baik taat hukum dan menghargai seluruh proses penegakan hukum yang ada.
Polri menetapkan mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) pada Selasa (7/5/2019).
Tak tanggung-tanggung, Bachtiar dijerat dengan tiga pasal di UU TPPU, yaitu: pasal 3, pasal 5, dan pasal 6.
Selain dijerat dengan pasal TPPU, Bachtiar juga dijerat dengan sejumlah pasal lainnya, antara lain: pasal 70 juncto pasal 5 ayat (1) UU Yayasan; pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan; pasal 63 ayat (2) UU Perbankan Syariah; pasal 374, pasal 372, dan pasal 378 KUHP.
Kasus ini bermula kala YKUS menghimpun dana sebesar Rp3,8 miliar dari sekitar 4.000 donatur. Uang itu sedianya digunakan untuk Aksi Bela Islam 4 November 2016 dan 2 Desember 2016.
Selain itu, uang itu juga akan disumbangkan ke korban gempa di Pidie Jaya, Aceh dan banjir di Nusa Tenggara Barat.
Namun, pada 6 Februari 2017 penyidik kepolisian menduga ada aliran dana dari YKUS ke lembaga non-pemerintah milik Bachtiar Nasir, Indonesian Humanitarian Relief (IHR). Polisi menduga uang ini kemudian mengalir lagi ke kelompok Jaysh Al-Islam, sebuah kelompok bersenjata di Suriah yang memberontak melawan Presiden Bashar Al-Assad.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari