Menuju konten utama

Bagi-Bagi Sembako, Gimik Jokowi yang Melanggar Imbauannya Sendiri?

Aksi Presiden Joko Widodo membagikan sembako ke sembarang masyarakat di pinggir jalan dikritik sejumlah pihak.

Bagi-Bagi Sembako, Gimik Jokowi yang Melanggar Imbauannya Sendiri?
Layar menampilkan rapat terbatas (ratas) melalui konferensi video yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Bogor di ruang wartawan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/3/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - Para sopir ojek online dengan jaket khas berwarna hijau yang tengah mangkal di Harmoni sigap berbaris di samping motor masing-masing saat sebuah mobil hitam berhenti persis di depan mereka. Mobil mewah itu dikelilingi orang-orang berbadan tegap. Sebagian dari para pengawal itu mengatur lalu lintas, lainnya membuka kantong plastik dan lantas membaginya ke para sopir.

Di dalam mobil itu ternyata ada Presiden Joko Widodo.

Aksi bagi-bagi sembako itu terjadi pada Kamis (9/4/2020). Ketika itu Jokowi tengah dalam perjalanan pulang dari Istana Jakarta ke Bogor. Seseorang merekam peristiwa itu dari sudut atas. Videonya lantas viral.

Angkie Yudistia, juru bicara Presiden bidang sosial, mengatakan aksi itu adalah salah satu bentuk kepedulian Presiden kepada warga yang terdampak COVID-19, terutama yang tinggal di Jakarta, kota yang menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 10 April.

"Kegiatan ini dilakukan tanpa memberi tahu warga terlebih dulu dan dibagikan secara langsung serta berpindah-pindah lokasi," kata Angkie dalam keterangan tertulis, Jumat lalu.

Jokowi kembali melakukan hal serupa pada Jumat malam. Kali ini di Bogor. Caranya sama: Jokowi di mobil, Paspampres yang membagikan paket.

Dikritik

Apa yang dilakukan Jokowi mendapat kritik dari sejumlah pihak, terutama karena dampaknya masyarakat jadi berkerumun, padahal di sisi lain pemerintah berkali-kali menyerukan jaga jarak fisik (physical distancing).

Di Jakarta, polisi bahkan pernah menangkapi warga karena mengabaikan instruksi tidak berkerumun. Dasar hukumnya adalah Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Para pelanggar karantina--PSBB termasuk karantina kesehatan--diancam "pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta."

Permenkes 9/2020 yang jadi dasar PSBB DKI Jakarta pun mengatur pembatasan ini. Di sana, misalnya, disebutkan bahwa "Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang."

"Jauh lebih baik jika beliau mengeluarkan kebijakan yang lebih appropriate sesuai kebutuhan rill, di samping secara pribadi juga memberikan keteladanan dalam bentuk pencegahan kegiatan yang memicu kerumunan," kata dosen Administrasi Publik di Universitas Indonesia Defny Holidin kepada reporter Tirto, Senin.

Defny menduga hal ini sengaja dilakukan atas sejumlah pertimbangan. "Pada satu sisi, pemerintah terhindar dari kewajiban menanggulangi dampak sosial-ekonomi jika memilih opsi kebijakan karantina wilayah. Pada sisi lain, Presiden tetap berkeinginan menyelamatkan citra kepedulian bagi masyarakat."

PSBB beda dengan karantina wilayah--yang menurut para ahli cocok untuk memutus penyebaran pandemi. Tidak seperti karantina wilayah, dalam PSBB pemerintah pusat tidak wajib menanggulangi kebutuhan hidup masyarakat.

Satria Imawan, peneliti dari Center for Population and Policy Studies UGM, mengatakan sebenarnya langkah Jokowi tidak sepenuhnya salah karena ia "menunjukkan kita harus bersatu melawan COVID-19." "Tapi mungkin caranya yang memang kurang tepat," katanya kepada reporter Tirto.

Dengan segala infrastruktur yang dimiliki pemerintah, Satria bilang semestinya mereka bisa "menemukan cara lain yang lebih pas untuk membagikan sembako."

"Presiden seharusnya gunakan jalur pemerintah, bisa melalui perangkat pemerintah daerah agar bantuan sampai hingga ke rumah dan warga tidak perlu berkerumun," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada reporter Tirto.

"Tetapi cara ini tidak akan mendapatkan simpati politik. Mungkin Presiden kurang menyukainya," tambahnya, menjelaskan kenapa bagi-bagi sembako dilakukan.

Menurutnya sikap ini juga tak bisa dilepaskan dari sikap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam penanganan COVID-19.

"Bisa juga terprovokasi popularitas kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang senada, membagi kebutuhan pokok hingga ke pintu-pintu rumah warga. Tentu itu luar biasa untuk membangun reputasi politik di arena wabah," katanya.

Angkie Yudistia mengatakan sebenarnya bagi-bagi sembako itu "tetap memerhatikan jarak sesuai protokol physical distancing." Buktinya adalah pembagian "berpindah-pindah lokasi agar menghindari kerumunan publik."

Deputi Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan akan mengevaluasi program bagi-bagi sembako Jokowi.

"Terlebih lagi, Jakarta dan Bogor sudah ditetapkan Menteri Kesehatan sebagai wilayah PSBB. Tentunya kami semua harus mendukung pelaksanaan PSBB ini," kata Bey Machmudin dalam keterangan tertulis, Minggu.

==========

(Revisi: awalnya naskah ini berjudul: Bagi Sembako PSBB, Gimik Jokowi yang Melanggar Aturannya Sendiri? Judul diubah karena Tirto luput dengan fakta keras bahwa PSBB DKI tanggal 10 April, sementara bagi bagi sembako sehari sebelumnya)

Baca juga artikel terkait BANTUAN SOSIAL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino