Menuju konten utama

Bagaimana Jika Transgender Berdinas di Militer?

Trump menyebut biaya medis bagi anggota militer bergender LGBT jauh lebih mahal.

Bagaimana Jika Transgender Berdinas di Militer?
Tentara Amerika Serikat berpartisipasi dalam St. Patrick's Day Parade di 5th Avenue, Kota New York, AS. Getty Images/iStock Editorial

tirto.id - Donald Trump, Rabu (26/7) mengeluarkan kebjakan baru: transgender dilarang bekerja dalam militer Amerika Serikat. Trump mengumumkan hal tersebut lewat Twitter.

Dalam tweet-nya Trump mengaku telah berkonsultasi dengan para Jenderal (dengan J. kapital) dan ahli militer. Namun James Mattis, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, mengaku baru dihubungi satu hari sebelum Trump mengeluarkan kebijakan tersebut.

Mattis sendiri sedang berlibur dan belum memberi komentar apa pun. Menurut New York Times, sumber yang dekat dengan Mattis menyebut Mattis terkejut dengan keputusan Trump.

Departemen Pertahanan Amerika Serikat sendiri, ketika dimintai keterangan, menolak berkomentar. Pentagon memilih untuk menunggu pernyataan dari Gedung Putih.

“Kami akan terus berhubungan dengan Gedung Putih mengenai pedoman baru yang ditetapkan oleh panglima tertinggi mengenai individu transgender dalam militer,” ujar juru bicara Pentagon sebagaimana dikutip dari Guardian. “Kami akan menetapkan pedoman yang telah diperbaiki kepada departemen (pertahanan) dalam waktu dekat.”

Juru bicara Gedung Putih sendiri, Sarah Huckabee Sanders, belum mampu memberi keterangan bahkan untuk pertanyaan mendasar mengenai kebijakan ini.

New York Times menyebut Trump mengambil keputusan ini untuk menyelesaikan perdebatan di Kongres Amerika Serikat. Perdebatan ini mengenai biaya medis anggota militer transgender, yang didanai oleh uang pajak. Biaya transisi gender dan terapi hormon sepenuhnya ditanggung oleh Pentagon.

Kebijakan Trump bertentangan dengan kebijakan Barrack Obama. Pada 30 Juni tahun lalu, pemerintahan Obama menetapkan transgender dapat secara terbuka mengabdi dalam militer. Rasmussen Reports melakukan penelitian menyangkut kebijakan ini. Hasilnya, 23% masyarakat AS berpendapat bahwa kebijakan pemerintah mengizinkan transgender mengabdi adalah baik untuk militer; 31% berpendapat hal ini berpengaruh buruk; 38% merasa tidak akan ada pengaruh signifikan.

Selain bertentangan dengan kebijakan Obama, kebijakan Trump menunjukkan perubahan haluan yang terang-terangan. Semasa kampanye Trump menyebut dirinya sekutu gay, lesbian, biseksual, dan transgender.

Lebih Murah dari Viagra

Trump menyinggung biaya medis yang tinggi dan ketidakmampuan transgender sebagai alasan di balik pengambilan keputusannya. Padahal hasil penelitian menunjukkan sebaliknya.

Jumlah anggota aktif dalam militer Amerika Serikat adalah 1,3 juta. Menurut data dari hasil penelitian RAND Corporation, yang mendapat perintah dari Pentagon (per 2016), hanya 11 ribu di antaranya yang transgender.

Menurut hasil penelitian RAND Corporation, biaya medis anggota militer transgender akan meningkat dari 2,4 juta ke 8,4 juta Dolar AS dalam satu tahun. Jumlah tersebut hanya 0,04 dan 0,13 persen dari total jumlah pengeluaran Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Bahkan jumlah tersebut jauh lebih kecil dari jumlah pengeluaran Pentagon untuk Viagra pada 2014, yang mencapai 41 juta Dolar AS. Dan menurut hasil penelitian tersebut, tidak semua anggota militer transgender menjalani penanganan yang berhubungan dengan transisi gender.

Masih menurut hasil penelitian yang sama, “perubahan kebijakan untuk membuka lebih banyak peran kepada perempuan serta mengizinkan anggota gay dan lesbian untuk secara terbuka mengabdi dalam militer AS tidak berpengaruh signifikan terhadap kepaduan unit, efektivitas operasional, maupun kesiapan (individu).”

infografik LGBT dalam militer

Militer sebagai Eksperimen Sosial

“Saya pikir kita sedang bergerak maju, namun rasanya kita mundur sepuluh langkah,” ujar Umut Dursun, eks Marinir yang menjalani transisi dari perempuan ke laki-laki setelah pengabdian militernya, sebagaimana dikutip dari New York Times. “Kami tidak takut peluru, tapi kami takut kepada keahlian seseorang menyoal gender karena kami tidak memahami pengertian mereka.”

Komentar Dursun senada dengan pernyataan Paul Rieckhoff, pendiri Iraq and Afghanistan Veterans of America. “Ini kemunduran, berbahaya, dan bertentangan dengan nilai-nilai Amerika. Ini juga buruk untuk keamanan nasional,” ujarnya sebagaimana dikutip dari New York Times. “Ribuan tentara transgender mengabdi dalam militer saat ini. Beberapa dari mereka di medan perang hari ini.”

Politikus ikut bersuara mengenai hal ini. “Tidak ada alasan untuk memaksa anggota yang mampu bertempur, berlatih, dan dikerahkan untuk meninggalkan militer – terlepas dari identitas gender mereka,” ujar Senator John McCain, yang juga menyandang jabatan kepala Senate Armed Services Committee.

Golongan yang mendukung keputusan Trump menilai keputusan yang diambil oleh sang presiden sudah tepat, karena mereka menganggap transgender tidak kompeten dalam menjalankan tugas militer, dan kebijakan Obama merupakan eksperimen sosial yang membahayakan keamanan nasional.

Tony Perkins, veteran Marinir sekaligus kepala Family Research Council (kelompok advokasi konservatif), memuji Trump “karena telah memenuhi janjinya untuk kembali ke prioritas militer – dan tidak meneruskan eksperimen sosial era Obama, yang telah melumpuhkan militer negara kita.”

Politikus Vicky Hartzler, perwakilan Missouri, menyebut kebijakan Trump sebagai keputusan yang menentukan. “Dengan tantangan yang kita hadapi dari seluruh dunia, kami meminta warga Amerika untuk menginvestasikan pendapatan yang mereka raih dengan susah payah kepada pertahanan nasional,” ujarnya. “Setiap Dolar harus dikeluarkan untuk ancaman yang dihadapi negara kita.”

Sementara itu Ashton Carter, Menteri Pertahanan pada pemerintahan Obama, pejabat yang mengumumkan kebijakan transgender dalam militer tahun lalu, termasuk di antara yang menentang kebijakan Trump.

“Yang penting dalam memilih siapa yang mengabdi (dalam militer) adalah memilih siapa pun yang paling memenuhi kualifikasi,” ujar Carter kepada Guardian. “Memilih anggota atas dasar lain di luar alasan kualifikasi militer adalah kebijakan sosial dan tidak memiliki tempat dalam militer kita. Sudah ada individu transgender yang mengabdi dengan cakap dan terhormat. Kebijakan ini juga akan mengirim isyarat yang keliru kepada generasi muda yang terpikir untuk bergabung dengan militer.”

Baca juga artikel terkait TRANSGENDER atau tulisan lainnya dari Taufiq Nur Shiddiq

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Taufiq Nur Shiddiq
Penulis: Taufiq Nur Shiddiq
Editor: Zen RS