tirto.id - Rekening bank sejumlah orang yang terafiliasi dengan Front Pembela Islam (FPI) mulai menjadi sasaran penyelidikan kepolisian setelah organisasi ini resmi dilarang pemerintah. Puluhan rekening pengurus hingga keluarga pentolan organisasi dibekukan untuk sementara.
FPI resmi dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada 30 Desember 2020 lewat surat keputusan bersama tiga menteri plus kejaksaan, kepolisian, dan badan anti-teror. Seluruh aktivitas organisasi dilarang, termasuk penggunaan simbol dan foto.
Semula Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan pembekuan 59 akun rekening FPI dan individu terafiliasi. Berdasar pernyataan terbaru, angkanya meningkat jadi 87 dan diperkirakan terus bertambah. Berbagai akun yang diblokir disebut menyisakan puluhan juta rupiah hingga Rp1 miliar.
Eks pengurus FPI Munarman mengatakan rekening yang diblokir termasuk milik pentolan FPI, Rizieq Shihab. “Rekening putri-putri HRS juga diblokir,” kata Munarman, Senin (11/1/2021).
Ia sendiri merupakan salah satu target pemblokiran. Ia bilang pemblokiran sewenang-wenang karena tanpa mempertimbangkan untuk apa uang yang tak lagi bisa dipakai itu. Munarman sendiri berdalih rekening miliknya di Bank BNI berfungsi sebagai tempat penyimpanan uang ibunya, seorang pensiunan dosen yang kini sedang sakit.
Bank tempat rekening diblokir mulai BNI, Muamalat, BCA, hingga BSM.
Bukan hanya ring satu FPI, pemblokiran juga menyasar mereka yang ada di luar itu. Misalnya, seperti dilaporkan Kontan, rekening BCA untuk penggalangan donasi enam anggota FPI yang ditembak mati polisi. Jumlahnya mencapai Rp1,7 miliar.
Rekening BCA atas nama Irvan Gani tersebut tak bisa diakses sejak 4 Januari, bertepatan dengan pembekuan rekening terafiliasi FPI pada tahap awal. Irvan mencuit pada 4 Januari bahwa ia tertipu akun palsu pengaduan BCA.
PPATK berdalih pembekuan rekening FPI dan individu terafiliasi atas permintaan aparat penegak hukum. Meski begitu Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menampik ada permintaan blokir khusus terkait kasus pengusutan kematian Laskar FPI.
Dalam wawancara di Youtube PPATK, Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengatakan pembekuan rekening berlangsung 20 hari. Pembekuan hanya menempatkan rekening seperti ke dalam kotak: tidak bisa menerima dan mengambil uang. Dia menjamin saldo aman dan rekening akan berfungsi normal setelah analisis rampung.
Dia mempersilakan jika ada yang keberatan dengan pemblokiran, tapi menegaskan pembukaan hanya bisa usai analisis tuntas.
Hasil analisis sendiri akan diserahkan kepada polisi. “Kami bukan penegak hukum [..] PPATK hanya menganalisis, menyimpulkan, dan menyerahkan hasilnya ke aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri,” kata Dian, Jumat (8/1/2021).
Ia menampik tudingan FPI bahwa PPATK sewenang-wenang. Dian mengatakan untuk memblokir rekening tidak perlu ada bukti yang kuat; cukup ada dugaan awal penyelewengan saja.
Ia juga menampik PPATK punya kepentingan politis karena ikut menjatuhkan sanksi kepada FPI seperti pemerintah. Dian menyebut blokir adalah tugas rutin mereka. Setiap hari PPATK menerima 300 laporan transaksi keuangan yang mencurigakan. “Kebetulan saja ini FPI, high profile, sehingga kami dituduh macam-macam.”
Pemblokiran rekening biasanya berkaitan pidana pencucian uang--dari sumber ilegal menjadi legal atau sebaliknya. Itulah yang dijelaskan PPATK dalam keterangan resminya pekan lalu.
“Tindakan penghentian sementara transaksi dan aktivitas rekening FPI berikut afiliasinya tersebut dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi analisis dan pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain.”
Namun, bagi pengajar hukum Universitas Indonesia, Aristo Pangaribuan, pembekuan khususnya rekening atas nama organisasi bertentangan dengan hukum. Alasannya, karena secara organisasi FPI bukan tersangka.
Namun, ia juga mengatakan barangkali pertimbangannya adalah FPI telah mengganggu kedaulatan. “Jika sudah kedaulatan, hukum [jadi] nomor dua. Hukum bisa dicari-cari untuk menjustifikasi langkah pemerintah,” katanya.
Editor: Zakki Amali