tirto.id - Dilantiknya orang-orang dekat Prabowo Subianto sebagai Wakil Menteri jelang lengsernya Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut tak memiliki kepentingan mendesak. Mereka cuma aktif menjabat kurang dari empat bulan hingga Oktober mendatang.
Terlebih, penunjukan ini sarat politik akomodasi kekuasaan dan tanpa meritokrasi yang jelas. Dua dari tiga Wamen yang dilantik Jokowi merupakan sosok yang dekat dengan Prabowo.
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai rezim pemerintahan saat ini sudah hilang kewarasan dalam menentukan sosok yang pantas menyandang posisi Wamen. Penunjukan tiga Wamen baru cuma didasari selera objektif penguasa, alih-alih mempertimbangkan kapasitas sosok yang dipilih.
“Ini pertanda rezim kehilangan kewarasan dalam memutuskan pengangkatan wakil menteri,” kata pria yang akrab disapa Castro itu kepada Tirto, Jumat (19/7/2024).
Castro memandang, sikap ini semakin membuktikan bahwa politik bagi-bagi kekuasaan begitu terang-terangan dipertontonkan di pemerintahan Jokowi. Tak ada rasa malu lagi bagi penguasa menunjukkan politik transaksional di hadapan rakyat.
“Politik yang sama sekali tidak memberikan faedah bagi kepentingan publik, tapi semata kepentingan kelompok dan golongannya,” ujar Castro.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi melantik tiga Wamen baru di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/7/2024). Mereka adalah Thomas Djiwandono sebagai Wakil Menteri Keuangan II, Sudaryono sebagai Wakil Menteri Pertanian, dan Yuliot sebagai Wakil Menteri Investasi.
Thomas atau kerap disapa Tommy adalah keponakan dari Prabowo Subianto. Tommy punya karier panjang sebagai pengusaha sekaligus menjabat posisi Bendahara Umum Partai Gerindra. Sementara Sudaryono merupakan mantan asisten pribadi Prabowo. Dia juga menjabat sebagai Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) jadi punya dua orang wakil menteri dengan masuknya Tommy sebagai Wamenkeu II. Tommy mengaku tugasnya menjanjikan keberlanjutan program dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo sebagai presiden terpilih yang akan dilantik Oktober mendatang.
“Tugas kami, tugas saya adalah supaya semua hal yang menyangkut anggaran terutama di 2025 itu selaras dengan apa yang sudah dicetuskan oleh pemerintah sekarang,” kata Tommy usai dilantik di Istana Negara, Kamis.
Senada dengan Tommy, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, menambahkan bahwa penunjukan dirinya jadi pertanda bahwa sektor pertanian merupakan prioritas program kerja Prabowo ke depan. Sudaryono menegaskan, sektor pertanian menjadi prioritas sebab berkaitan dengan kedaulatan pangan.
“Oleh karena itu menjadi sebuah tugas yang tidak ringan sebagaimana telah dicanangkan oleh Presiden Jokowi dan sudah dilaksanakan sampai dengan hari ini, dan tentunya akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan oleh presiden terpilih kita Bapak Prabowo,” ucap Sudaryono dalam kesempatan yang sama.
Castro memandang dalih transisi di balik penunjukan Wamen baru yang notabene orang dekat Prabowo sebagai alasan tidak masuk akal. Transisi seharusnya berbasis fungsional bukan sekadar politik akomodatif.
“Ini menunjukkan betapa syahwat politik lebih menentukan keputusan-keputusan strategis,” kata Castro.
Politik akomodatif dengan bagi-bagi kekuasaan yang mengesampingkan meritokrasi, bukan tanpa risiko. Menurut Castro, hal ini bakal menimbulkan krisis legitimasi dari publik. Kedua, potensi salah urus lembaga/kementerian karena diisi oleh orang yang tidak berkompeten dalam bidangnya.
“Gaya nepotisme kekuasaan akan terus jadi model praktik ke depannya. Hal itu merusak tata kelola pemerintahan,” sebut Castro.
Tidak Ada Urgensi
Peneliti dari Perludem, Annisa Alfath, menduga penunjukan tiga Wamen baru kabinet Jokowi didasari negosiasi politik di belakang layar. Presiden Jokowi disebut ingin memastikan agenda-agenda penting yang telah disusun selama periode pemerintahannya dapat diteruskan pemerintah Prabowo ke depan.
“Urgensi pelantikan tiga Wamen menjelang akhir masa pemerintahan saat ini tampaknya sulit untuk dibenarkan dari segi profesionalitas dan cenderung dianggap sebagai pemborosan anggaran,” ujar Nisa kepada Tirto, Jumat.
Masa jabatan tiga Wamen baru yang singkat dinilai cuma membebani duit negara. Sumber daya anggaran seharusnya lebih difokuskan pada program-program strategis.
Nisa memandang, jika alasan pelantikan itu demi memfasilitasi transisi pemerintahan, hal tersebut kurang meyakinkan sebab yang ditunjuk merupakan orang dekat Prabowo tanpa meritokrasi. Alhasil, intervensi Jokowi untuk urusan pemerintahan selanjutnya jadi semakin terlihat.
“Jika pengangkatan dilakukan berdasarkan pertimbangan politik tanpa mempertimbangkan kompetensi, hal ini dapat mengarah pada penyalahgunaan wewenang atau peningkatan risiko korupsi,” terang Nisa.
Ia menegaskan, penunjukan individu untuk mengisi jabatan publik seharusnya mempertimbangkan kapasitas dan keahlian yang relevan dengan posisi yang dijabat. Oleh karena itu, kata Nisa, tantangan bagi Prabowo mendatang adalah menghindari intervensi atau cawe-cawe dari Jokowi sebab berpotensi memberikan citra buruk terhadap pemerintahan mendatang.
“Terutama dengan adanya Gibran, anak Presiden Jokowi, yang menjabat sebagai Wakil Presiden pada periode selanjutnya. Jika Jokowi terus terlibat dalam pemerintahan yang akan datang, hal tersebut dapat berdampak negatif pada citra pemerintahan Prabowo,” ujar Nisa.
Sementara itu, Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono, memandang pengangkatan tiga Wamen baru sarat aroma politik kekuasaan. Posisi Wamen, kata dia, seharusnya diisi figur yang memiliki kapasitas dan pengalaman untuk membantu kerja-kerja Kementerian dengan urusan strategis.
“Kalau kita mendudukannya secara politis ya tentu ini untuk mengakomodir kepentingan politik dua orang gitu. Baik Presiden Jokowi dan juga Presiden terpilih Prabowo dengan menempatkan orang-orangnya,” ujar Afrianto kepada Tirto, Jumat.
Menurut Arfianto, pola bagi-bagi kekuasaan dengan alasan transisi semacam ini tidak terjadi saat periode pemerintahan sebelumnya. Misalnya transisi presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Jokowi, hanya dibentuk tim transisi yang terdiri dari parpol dan simpatisan, namun tak sampai masuk rezim petahana.
“Di satu sisi, mungkin Pak Jokowi juga punya kepentingan yang berbeda. Apakah itu untuk kepentingan politik tertentu, apa mungkin bisa jadi kepentingan politik elektoral,” kata Arfianto.
Ia mengingatkan, sebelumnya Sudaryono gencar digadang-gadang maju sebagai bakal calon di Pilkada Jateng. Belakangan, nama putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, juga disebut-sebut berpotensi maju di Pilkada Jateng. Usai dilantik sebagai Wamen Pertanian, Sudaryono memutuskan mundur dari kontestasi Pilkada Jateng.
“Dilihat dalam kacamata politik ya ini adalah pertukaran kepentingan dari dua pemimpin kita,” sebut dia.
Arfianto menilai penunjukan tiga Wamen baru secara urgensi publik sama sekali tidak ada alasan. Namun tentu hal itu berbeda dengan urgensi elite-elite politik yang berupaya mengamankan kekuasaan.
“Secara urgensi bagi masyarakat memang ini tidak terlalu relevan. Kami melihatnya bahwa ini adalah urgensi bagi elite politik [semata] untuk mempertukarkan kepentingan,” terangnya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai langkah reshuffle jabatan tiga wakil menteri jelang Jokowi lengser tidak akan efektif. Kecuali Wamen sebelumnya bermasalah secara hukum atau berhalangan tetap.
“Meskipun ada menteri yang berhalangan tetap, sebaiknya presiden menunjuk pejabat sementara (plt) daripada mengangkat wakil menteri baru,” kata Anthony kepada Tirto, Jumat.
Menurutnya, penambahan jabatan atau posisi baru seperti wakil menteri, hanya untuk memenuhi politik balas budi kepada pihak tertentu yang dianggap berjasa saat Pilpres 2024. Ia memandang, seharusnya langkah ini bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang jabatan presiden karena merugikan keuangan negara.
“Dengan kata lain, tindak pidana seperti dimaksud Pasal 3 UU Tipikor. Karena, penunjukkan posisi baru ini tidak akan bermanfaat terhadap pengelolaan perekonomian nasional,” ujar Anthony.
“Sebaliknya, penambahan posisi baru menjelang 3 bulan lengser akan menjadi pemborosan APBN, yang merugikan keuangan negara,” tambahnya.
Di sisi lain, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengatakan keberadaan dua Wakil Menteri di Kementerian Keuangan bukan hal yang baru di Kabinet Indonesia Maju. Menurutnya, Presiden Jokowi pernah memberikan dua Wakil Menteri di Kementerian BUMN, yaitu Kartika Wirjoatmodjo dan Pahala Nugraha Mansury, meski kemudian Pahala berpindah menjadi Wakil Menteri Luar Negeri.
Maka itu, pelantikan dan penambahan kursi Wamen merupakan kewenangan mutlak Presiden Joko Widodo. Pratikno menegaskan tidak perlu ada Peraturan Presiden dalam proses pelantikannya.
“Wamen kan memang tidak ditentukan dalam Perpres kelembagaan bukan hanya di Kementerian Keuangan,” kata Pratikno di Istana, Kamis (18/7/2024).
Menurut Pratikno, Tommy akan banyak menyiapkan program yang akan dijalankan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Salah satu persiapan yang dilakukan Tommy adalah berkoordinasi dengan Bappenas.
“Ini sudah direncanakan sejak awal di Kementerian Keuangan dan Bappenas, juga memang sudah didiskusikan dengan presiden terpilih, karena ini bagian dari keberlanjutan,” kata dia.
Saat dikonfirmasi apakah Tommy disiapkan Prabowo untuk menggantikan Sri Mulyani di kabinet pemerintahan mendatang, Pratikno enggan menjawab. Dia menegaskan dirinya hanya fokus pada kabinet periode ini.
“Itu lain soal, ini Wamen periode kabinet sekarang ini sampai Oktober tahun ini,” ujarnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi