tirto.id - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Dharma menyatakan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terpilih, Arifin Tasrif, perlu membenahi aturan di sektor energi terbarukan. Surya menjelaskan saat ini Energi Baru Terbarukan (EBT) kerap terhambat karena peraturan yang menyulitkan dunia usaha. Alhasil, capaian bauran EBT Indonesia baru 7-8 persen padahal targetnya 23 persen per 2025.
"Pembangunan EBT kan, masih jauh tertinggal dari harapan. Kalau harapan 23 persen masih jauh, mestinya porsi diupayakan seoptimal mungkin. Itu yang saya katakan tadi soal kualitas regulasi, yang masih buruk,” ucap Surya kepada wartawan saat ditemui di Kementerian ESDM Rabu (23/10/2019).
Saat memperkenalkan Arifin ke publik, Presiden Jokowi sendiri telah secara jelas memerintahkan menterinya itu untuk mengembangkan EBT.
Surya mengaku, saat ini dialog antara pemerintah dan pemangku kepentingan seperti LSM dan dunia usaha di EBT jauh dari harapan. Menurutnya, masukan mereka pun tidak tertampung dengan baik, meski di akhir periode Menteri ESDM sebelumnya, Ignasius Jonan mulai memberi sinyal positif untuk mendengar kritik yang disampaikan bahkan ada rencana membuat perpres khusus buat EBT.
Surya menganggap, regulasi di bidang EBT masih bermasalah di persoalan tarif yakni, pemerintah kerap meminta agar harga EBT semurah energi fosil, padahal pengembangannya belum komersial. Selain itu, skema build operate transfer (BOT) dinilai tidak adil karena waktu konsensinya terlalu singkat sehingga bank kerap enggan membiayai proyek ini.
“Saya kira kalau bisa duduk bersama dikaji ulang. Pengembangan EBT 23 persen itu mungkin asal ada niat dari pemerintah. Cina bisa meningkat 5 tahun 115 GW itu karena leadership,” ucap Surya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komite Tetap Energi Panas Bumi dan Energi dari Pengelolaan Sampah Kadin, Fauzi Imron menuturkan bahwa keluhan ini menjadi makanan sehari-hari dirinya saat berkeliling menawarkan proyek EBT di dunia. Berbagai lembaga pembiayaan dari Eropa dan Amerika kerap tidak tertarik mendanai proyek EBT semata-mata karena persoalan regulasi padahal potensi Indonesia besar.
Ia bilang, Menteri ESDM terpilih perlu mengambil langkah tegas untuk merevisi peraturan yang menghambat investasi. Fauzi mengingatkan poin tentang hambatan investasi ini menjadi sorotan Jokowi di periode keduanya untuk benar-benar dibereskan.
“Lembaga pembiayaan tidak tertarik investasi di Indonesia. Akhirnya mereka malah milih negara lain,” ucap Fauzi kepada wartawan saat ditemui di Kementerian ESDM Rabu (23/10/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Widia Primastika