tirto.id - Pemerintah Arab Saudi pada Selasa (23/4/2019) mengeksekusi mati kepada 37 warga Saudi karena kasus kejahatan yang berhubungan dengan terorisme.
Salah satu "pembangkang" pemerintahan Arab Saudi, Ali Al-Ahmed yang juga mengelola Gulf Institute di Washington, mengidentifikasi 34 warga adalah orang-orang Syiah.
“Ini adalah eksekusi massal Syiah terbesar dalam sejarah kerajaan,” kata Al Ahmed dilansir AP News.
Al-Ahmed menggambarkan eksekusi itu sebagai pesan yang bermotif politik untuk Iran. Saudi dengan sekutunya AS sedang menekan kepemimpinan ulama Syiah Iran, dan memberikan sanksi hukuman untuk melumpuhkan ekonomi Iran.
“Ini politik. Mereka tidak harus mengeksekusi orang-orang ini, tetapi penting bagi mereka untuk menyetir gelombang anti-Iran Amerika.” tegasnya.
Respons serupa dari Amnesty International dalam cuitannya di Twitter, mengatakan eksekusi massal yang dilakukan oleh pemerintah Saudi merupakan pengabaian otoritas Saudi terhadap kehidupan manusia.
“Ini adalah indikasi mengerikan lainnya tentang bagaimana hukuman mati digunakan sebagai alat politik untuk menghancurkan perbedaan pendapat,” katanya.
Mereka yang dieksekusi dinyatakan bersalah, karena menyerang instalasi keamanan dengan bahan peledak, hingga menewaskan sejumlah petugas keamanan. 34 warga juga bekerja sama dengan organisasi musuh melawan kepentingan kerajaan.
Kementerian Dalam Negeri Saudi mengatakan mereka yang dieksekusi mengadopsi ideologi ekstremis dan membentuk sel-sel teroris dengan tujuan menyebarkan kekacauan yang dapat memicu perselisihan sektarian.
Kementerian Dalam Negeri menambahkan mereka yang dieksekusi dinyatakan bersalah menurut hukum, dan diperintahkan untuk dieksekusi oleh Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Kriminal Khusus di Riyadh, yang berfokus pada kasus terorisme.
Menurut catatan AP News, eksekusi dilakukan di kota Riyadh, kota suci Muslim Mekkah dan Madinah, provinsi Qassim tengah, dan Provinsi Timur, wilayah yang minoritas berkependudukan Syiah di Saudi.
Dewan tertinggi ulama Arab Saudi yang semuanya menganut Islam Sunni ultra-konservatif, mengatakan eksekusi dilakukan sesuai dengan hukum syariat Islam.
Raja Arab Saudi, Raja Salman telah menetapkan keputusan kerajaan untuk eksekusi masal kepada 37 warganya. Raja Salman melalui putranya, Mohammed bin Salman, menegaskan sebagai gaya kepemimpinan yang lebih berani sejak naik takhta pada tahun 2015.
Eksekusi dilakukan secara tradisional setelah shalat dzuhur waktu setempat. Mayat diperlihatkan di depan umum dengan kepala dan tubuh yang terpenggal dan diangkat ke puncak tiang mengahadap alun-alun utama. Proses eksekusi ini berlangsung sekitar tiga jam hingga salat ashar.
Al-Ahmed mengatakan salah satu yang dieksekusi adalah pemimpin Syiah, Sheikh Mohammed al-Attiyah yang telah terdakwa berusaha membentuk kelompok sektarian di kota Jiddah di Pakistan barat, dan seorang pria muda yang dihukum karena kejahatan yang terjadi ketika dia berusia 16 tahun.
Eksekusi ini merupakan jumlah terbesar di Saudi yang dilakukan dalam satu hari sejak 2 Januari 2016, ketika kerajaan mengeksekusi 47 orang untuk kejahatan terkait terorisme.
Hal ini membuat jumlah orang yang dieksekusi sejak awal tahun 2019 menjadi 100 orang. Menurut data Amnesty International yang dikutip dari Aljazeera, pada tahun lalu kerajaan Saudi telah mengeksekusi 149 orang, dengan kasus penyelundup narkoba, terorisme, pembunuhan, pemerkosaan, dan perampokan bersenjata.
Eksekusi massal ini didukung oleh pihak Kerajaan Saudi sebagai alat ampuh untuk mengingatkan kepada warga Saudi, bahwa kerajaan tidak akan ragu untuk menggunakan kekuatan penuh dari sistem peradilan untuk menghukum warga yang berusaha mengganggu keamanan kerajaan.
Editor: Yantina Debora