tirto.id -
Ketua Umum DPP Aprindo, Roy N Mandey mengatakan bahwa pernyataan pemerintah tersebut hanya klaim sepihak, tanpa koordinasi lebih dahulu dengan para pemilik usaha atau management. Roy juga mengatakan bahwa Aprindo sebagai Asosiasi Pengusaha Toko Modern tidak diajak berkomunikasi terkait itu.
"Keputusan ini tidak mendidik masyarakat di samping itu pemerintah seolah-olah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bertindak di luar tata krama, moral, etika, multi tafsir dan kurang berbudaya," papar Roy dalam keterangan resminya pada Senin (1/10/2018).
Roy mengatakan peritel modern telah turut pula selama ini memberikan kontribusi bagi kemajuan dan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta selalu hadir dalam memberikan bantuan sembako kepada masyarakat, seperti saat terjadi kejadian serupa (gempa bumi) di Lombok, Yogyakarta, Padang, Aceh dan lain-lain.
Informasi terbaru sampai saat ini telah terjadi pengambilan barang oleh masyarakat di 40 gerai Alfamart dan 1 gerai Hypermart di Kota Palu.
Sementara itu, Aprindo mencatat terdapat kerugian materiil dan non-materiil yang sangat besar dialami oleh para peritel di sana, yakni Rp450 miliar. Kerugian tersebut dialami anggota-anggota Aprindo yang memiliki gerai toko modern, seperti Ramayana, Matahari, Hypermart, Alfamidi, dan sebagainya di Poso, Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
"Kerugian ini meliputi kerusakan bangunan, display barang dagangan dan stok barang di gudang serta sedikitnya 5 orang korban jiwa dari para penjaga toko akibat gempa dan tsunami," ujar Roy.
Roy kemudian mengatakan bahwa sampai saat ini gerai ritel Aprindo yang berada di Palu dan Donggala masih belum beroperasi dikarenakan masih dalam proses konsolidasi dan pendataan. "Semoga dalam waktu singkat dapat segera beroperasi kembali untuk melayani kebutuhan masyarakat," ujar Roy.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri