tirto.id - Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ferry Juliantono mengatakan, 20 persen dari total pasar yang terdata di APPSI maupun Induk Koperasi Pedagang Pasar sudah menerapkan pasar online.
Saat ini, 20 persen tersebut dijadikan pilot project untuk pasar online. Transaksi dilakukan dengan cara digital lewat aplikasi Digipas. Namun, ia mengatakan masih ada kendala dalam pelaksanaan pasar digital.
"Memang kita alami kesulitan secara kultural untuk bisa melakukan edukasi kepada pedagang pasar untuk biasa menggunakan aplikasi online atau digitalisasi pasar. Tapi, ini harus kita lakukan dan kami menerima tantangan dari Presiden untuk pedagang ini masuk ke ranah yang lebih modern," kata Ferry usai bertemu Presiden Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Dalam pertemuan tersebut, APPSI juga memohon agar pemerintah menerbitkan undang-undang khusus mengatur soal pasar.
"Kami menyampaikan kepada presiden bahwa selama ini keberadaan pasar itu hanya merujuk pada payung hukum Perpres dan Permendag," ujarnya.
"Kami merasa itu kurang cukup oleh karena itu kami bisa mewacanakan untuk membuat Rancangan UU tentang pasar," ungkapnya.
Menurut Ferry, ketiadaan undang-undang merugikan pedagang pasar. Ia mencontohkan keberadaan dikotomi pedagang pasar tradisional dan modern. Pengklasifikasian pasar tradisional membuat pedagang pasar rakyat menjadi pedagang kelas dua.
Di sisi lain, persaingan ritel modern semakin berat. Saat ini, tidak sedikit pedagang ritel melanggar aturan zonasi bahwa syarat minimal jarak pasar kurang lebih 500 meter.
Kedua, Presiden meminta agar pasar Indonesia bergerak ke online. Presiden ingin agar pasar bisa melayani masyarakat via digital.
"Jadi tadi disarankan oleh presiden kita harus sekarang ngebut juga untuk jangan ragu-ragu untuk menggunakan aplikasi online untuk bisa menjual barang-barang dari pedagang-pedagang pasar, melayani online untuk Masyarakat," kata Ferry.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali