tirto.id - Sosiologi adalah ilmu yang berfokus pada kehidupan sosial. Sama seperti ilmu sosial lain, sosiologi berkembang dan berubah seiring dengan dinamika yang muncul dalam kehidupan masyarakat.
Sosiologi klasik, istilah yang digunakan untuk menyebut sosiologi pada awal kemunculannya, adalah bidang keilmuan yang memiliki kelindan dengan ilmu alam, sehingga metodologi yang digunakan berasaskan pada positivisme.
Auguste Comte, dalam bukunya berjudul The Positive Philosophy of Auguste Comte (1853, hlm. 28) menyatakan, untuk memahami masyarakat dibutuhkan beberapa tahapan yang ia susun dalam The Law of Three Stages (tahap teologis, metafisik, dan ilmiah atau positivistik).
Comte beranggapan, sosiologi akan menjadi ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai pedoman kehidupan sosial manusia.
Seiring dengan perkembangannya, sosiologi klasik mulai dikritik. Pengetahuan bukan setir yang dapat menentukan laju hidup manusia, justru sebaliknya. Maka dari itu, muncul sosiologi kontemporer pada awal abad ke-20.
Sosiologi kontemporer adalah periode sosiologi antara periode klasik dan postmodern yang berfokus pada kajian individu dan masyarakat, konstruksi sosiokultural atas pengetahuan, dan ketimpangan, kekuatan & diskriminasi.
Berbeda dengan sosiologi klasik yang berasaskan positivisme, sosiologi kontemporer berasaskan pada realisme.
Fadhil Nurdin dalam artikel berjudul Sosiologi Kontemporer : Filsafat Dan Orientasi Perubahan dalam Sosioglobal: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi (Vol. 2, No.1, 2017), mendefinisikan realisme sebagai, “pemikiran realistik sesuai fakta dan fenomena kehidupan kemasyarakatan."
Teori struktural-fungsionalisme milik Talcott Parsons yang ditulis dalam buku The Structure of Social Action pada 1937 ditandai sebagai awal munculnya sosiologi kontemporer. Teori ini menyatakan, masyarakat adalah sekumpulan individu yang saling berhubungan dan bergantung satu sama lain.
Tokoh-tokoh sosiologi kontemporer lain, seperti Baudrillard, Berger, Bourdieu, mengembangkannya melalui paradigma konstruktivisme, paradigma yang memandang manusia memiliki cara pandang masing-masing dalam mengkonstruksikan alam sekitarnya.
Dengan paradigma ini, setiap teori yang disampaikan oleh sosiolog akan saling kritik demi mengembangkan kajian sosiologi kontemporer.
Latar belakang munculnya sosiologi kontemporer dapat dilihat dari peristiwa sosial yang terjadi pada awal kemunculannya, yakni perang dunia II, Great Depression di Amerika Serikat (AS), perang dingin antara Blok Timur dan Blok Barat, dan kebangkitan fasisme yang mempengaruhi sebagian besar sosiolog pada 1930-1960.
Sejumlah teori sosiologi kontemporer yang berasal dari isu-isu yang melatarbelakangi sosiologi kontemporer adalah:
- Teori sistem dunia (1974) oleh Immanuel Wallerstein menyatakan, dominasi ekonomi oleh Blok Barat menjadikan negara lain sulit untuk bersaing dalam ranah perekonomian global. Teori ini muncul setelah AS pulih dari Great Depression dan menjadi penguasa ekonomi dunia.
- Teori kewarganegaraan (1950) oleh Marshall adalah tanggapan atas krisis ekonomi AS yang berdampak pada kenaikan jumlah pengangguran. Teori ini menyatakan bahwa warga negara tak hanya memiliki kesamaan dalam hak politik, namun juga hak atas ekonomi dan sosial.
- Teori konflik (1957) oleh Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa konflik hanya terjadi antara pihak-pihak yang berkuasa dengan pihak-pihak yang tidak berkuasa. Teori ini lahir sebagai responnya atas kediktatoran Hitler dalam upayanya meningkatkan fasisme.
Penulis: Fatimatuzzahro
Editor: Dipna Videlia Putsanra