Menuju konten utama

Apa Itu Sianida dalam Kasus Pengirim Satai Beracun di Bantul?

Selama Perang Dunia II, Nazi menggunakan sianida sebagai alat untuk genosida di kamar gas.

Apa Itu Sianida dalam Kasus Pengirim Satai Beracun di Bantul?
Petugas Kepolisian menunjukan barang bukti sianida yang disita di Mapolda Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Senin (21/1/2019). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/hp.

tirto.id - Kasus yang terjadi di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) baru-baru ini turut menyita sejumlah pemberitaan. Pasalnya, seorang perempuan berinisial NA (25) diduga menjadi pelaku pengirim satai beracun yang mengakibatkan seorang anak di Bantul tewas.

Kata Kapolres Bantul AKBP Wachyu Tri Budi, NA nekat memberikan satai beracun lantaran sakit hati ditinggal menikah. Awalnya, satai ayam itu hendak ia berikan kepada Tomy, yang belakangan diketahui seorang polisi di Polresta Yogyakarta.

“Motifnya sakit hati kepada T [Tomy] karena ditinggal nikah, tapi salah sasaran kepada keluarga ojek,” kata Wachyu kepada reporter Tirto lewat sambungan telepon, Senin, 3 Mei 2021.

NA, kata Wachyu, mengirimkan satai itu lewat driver ojek online bernama Badiman secara manual ke Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul untuk Tomy dengan imbalan Rp30.000.

Tapi Tomy sedang tidak ada di rumah, Badiman lantas menghubungi nomor Tomy yang sebelumnya sudah diberikan oleh NA. Namun, Tomy merasa tidak pernah memesan makanan, bahkan ia mengaku tidak kenal dengan pengirim makanan, sehingga tak mau menerimanya.

Akhirnya, Badiman mencoba memberikan paket makanan itu kepada orang yang ada di rumah Tomy, tapi juga tak mau menerima dan meminta Badiman membawa pulang makanan itu. Badiman pun pulang.

Sesampainya di rumah, Badiman memberikan makanan itu kepada istri dan anaknya yang berusia 8 tahun kemudian memakannya. Ternyata makanan berupa sate ayam itu beracun, anaknya meninggal dan istrinya sempat dirawat dirumah sakit. Belakangan diketahui, satai ayam itu sudah diberi racun sianida.

Apa Itu Racun Sianida?

Kasus racun siandia juga pernah viral dalam pemberitaan Indonesia tatkala terjadi dalam tragedi pembunuhan Wayan Mirna Salihin dan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Bedanya, pembunuhan Munir dilakukan dengan racun arsenik, yang sama ganasnya dengan racun sianida. Sementara pembunuhan Mirna dilakukan dengan racun sianida.

Sebagaimana dilansir laman NCBI, sianida adalah zat beracun yang bekerja dengan sangat cepat. Sianida bisa ditemukan di industri manufaktur dan industri lainnya seperti insektisida, larutan fotografi, pembuatan plastik, pembersih perhiasan, pembuatan karet dan plastik dan pestisida.

Awalnya, sianida pertama kali diekstraksi dari almond sekitar tahun 1800. Sianida dapat berbentuk gas, hidrogen sianida, garam, kalium sianida. Zat alami yang terdapat di beberapa makanan seperti kacang almond dapat melepaskan sianida.

Siandia juga digunakan sebagai racun dalam pembunuhan massal. Selama Perang Dunia II, Nazi menggunakan sianida sebagai alat untuk genosida di kamar gas. Keracunan sianida juga dapat terjadi apabila kebakaran, paparan industri, paparan medis seperti natrium nitroprusida dan makanan tertentu.

Berdasarkan Sistem Pengawasan Paparan Beracun, ada sekitar 3.165 orang yang terpapar sianida dari tahun 1993 sampai 2002. Dari jumlah itu, ada 2,5 persen yang berakibat fatal. Bagi negara Industri seperti Amerika Serikat, api adalah sumber paparan sianida yang paling umum terjadi.

Sekitar 35 persen dari semua korban kebakaran akan memiliki tingkat racun sianida daam darah mereka saat menjalani perawatan medis.

Baca juga artikel terkait SIANIDA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya