tirto.id - Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat akan melaksanakan rapid test atau tes cepat secara massal untuk pemeriksaan imuniglobulin sebagai screening awal. Rapid test ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona COVID-19, yang hingga saat ini sudah menginfeksi 309 orang di Indonesia.
"Menggunakan pemeriksaan imunoglobulin sebagai upaya tes screening awal dan bisa dilaksanakan secara massal adalah sebuah keputusan yang baik," kata Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto saat Konferensi Pers di Gedung BNPB, Kamis (19/3/2020).
Metode pemeriksaan coronavirus ini ada beberapa macam, dilihat dari sensitifitasnya. Untuk virus ini yang paling sensitif adalah pemeriksaan dengan metode molekuler yaitu menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR).
"Beberapa negara sudah melakukan hal ini dan kita juga akan melaksanakannya. Tujuannya adalah untuk secepatnya bisa mengetahui tentang kasus positif COVID-19 yang berada di masyarakat," kata dia.
Bagaimana Proses Tes Coronavirus COVID-19 Dilakukan?
Di beberapa negara yang telah lebih dahulu melakukan tes ini, seperti Amerika Serikat, petugas kesehatan akan menggunakan cotton bud panjang untuk menyeka bagian belakang tenggorokan dan kemudian mengirim sampel itu untuk pengujian. Jika Anda berada di negara yang telah mengembangkan tes antibodi, seperti Cina, Anda mungkin akan diambil darahnya.
Apa yang terjadi pada kedua sampel ini sangat berbeda. Hasil swab atau usapan tenggorokan akan digunakan untuk pengujian dengan cara Polymerase Chain Reaction, atau dikenal denganPCR, sedangkan sampel darah akan digunakan untuk tes antibodi penyakit baru, yang dikenal sebagai COVID-19.
Kedua tes hanya memakan waktu beberapa jam, artinya hasil bisa keluar dalam satu hari, kata Dr. Amesh Adalja, spesialis penyakit menular dan seorang sarjana senior di Johns Hopkins Center for Health Security di Baltimore. Namun, begitu tes cepat (rapid test) dengan PCR dan antibodi ini dibentuk, hasilnya bisa siap dalam waktu kurang dari satu jam, katanya.
Tes PCR bekerja dengan mendeteksi bahan genetik spesifik di dalam virus. Tergantung pada jenis PCR yang ada, petugas kesehatan mungkin menyeka bagian belakang tenggorokan; mengambil sampel air liur; mengumpulkan sampel cairan dari saluran pernapasan bawah; atau mengambil sampel tinja, demikian dikutip dari Live Science.
Apa itu Rapid Test?
Para ilmuwan dari Departemen Ilmu Teknik Universitas Oxford dan Oxford Suzhou Centre for Advanced Research (OSCAR) telah mengembangkan teknologi pengujian cepat (rapid test) untuk virus corona baru SARS-CoV-2 (COVID-19). Tim, yang dipimpin oleh Prof Zhanfeng Cui dan Prof Wei Huang, telah bekerja untuk meningkatkan kemampuan uji coba ketika virus menyebar secara internasional.
Tes baru ini jauh lebih cepat dan tidak memerlukan instrumen yang rumit. Tes viral load sebelumnya membutuhkan 1,5 hingga 2 jam untuk memberikan hasil. Tim peneliti telah mengembangkan tes baru, berdasarkan pada teknik yang mampu memberikan hasil hanya dalam setengah jam - tiga kali lebih cepat daripada metode saat ini.
"Keindahan tes baru ini terletak pada desain deteksi virus yang secara khusus dapat mengenali fragmen RNA dan RNA SARS-CoV-2 (COVID-19). Tes ini memiliki pemeriksaan bawaan untuk mencegah positif atau negatif palsu dan hasilnya sangat akurat," ujar Prof Wei Huang, seperti dikutip situs web Oxford.
Selain itu, teknologinya sangat sensitif. Ini berarti bahwa pasien pada tahap awal infeksi dapat diidentifikasi lebih cepat, berpotensi membantu mengurangi penyebaran coronavirus SARS-CoV-2 (COVID-19).
Teknologi ini hanya membutuhkan blok panas sederhana yang mempertahankan suhu konstan untuk transkripsi balik RNA dan amplifikasi DNA, dan hasilnya dapat dibaca dengan mata telanjang. Ini membuatnya berpotensi berguna di daerah pedesaan atau pusat kesehatan masyarakat.
Teknologi ini telah divalidasi dengan sampel klinis nyata di Rumah Sakit Shenzhen Luohou di Cina. Rumah Sakit Luohu Shenzhen telah menerapkan rapid test pada 16 sampel klinik, termasuk 8 positif dan 8 negatif, yang telah dikonfirmasi oleh metode RT-PCR konvensional dan bukti klinis lainnya. Hasil tes menggunakan rapid test semuanya berhasil.
"Saya bangga dengan tim kami yang telah mengembangkan teknologi yang bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam memerangi CoV-19, dan kami sangat berterima kasih kepada tim medis rumah sakit yang dipimpin oleh Dr Xizhou Sun , Dr Xiuming Zhang dan Dr Dan Xiong untuk bagian mereka dalam menguji teknologi baru ini," kata Prof Zhanfeng Cui, Direktur OSCAR.
Para ilmuwan Oxford sekarang sedang bekerja untuk mengembangkan perangkat terintegrasi sehingga tes dapat digunakan di klinik, bandara, atau bahkan untuk digunakan di rumah. Mereka berencana untuk menjalankan validasi klinis di Inggris dan menjajaki opsi untuk memproduksi alat tes.
Proyek ini diprakarsai oleh OSCAR, pusat Universitas Oxford di Taman Industri Suzhou. Eksperimen untuk mengembangkan teknologi dilakukan di Departemen Ilmu Teknik di Universitas Oxford.
Rapid Test Bisa Kurangi Penyebaran Coronavirus
Dr Gaetan Burgio, dari John Curtin School of Medical Research, Universitas Nasional Australia, mengatakan seberapa cepat hasil tes coronavirus keluar, “tergantung pada teknologi (robot), reagen yang tersedia, jumlah teknisi dan protokol untuk melakukan tes. Beberapa dilengkapi lebih baik daripada yang lain, karena itu ada perbedaan dalam pengiriman."
Namun dia mengatakan "kecepatan sangat penting" dalam menghadapi pandemi coronavirus.
“Para pasien, pada prinsipnya, terisolasi untuk menunggu hasil tetapi [pasien] ini mungkin tidak patuh. Memberikan hasil dengan cepat memungkinkan kita untuk dengan cepat mendeteksi positif COVID-19 dan segera menindaklanjuti pasien dalam isolasi atau karantina."
"Deteksi cepat mengurangi jumlah pasien yang tidak perlu ditindaklanjuti. Dalam konteks pandemi dengan ribuan pasien untuk dites dalam satu hari, ini [rapid test] sangat penting," ujarnya, seperti dikutip The Guardian.
Rapid test dapat membantu petugas kesehatan di seluruh dunia. Meski begitu, para ahli juga memperingatkan tes ini kemungkinan akan kurang akurat daripada tes PCR berbasis laboratorium karena rapid test mencari antibodi, bukan virus itu sendiri.
Oleh karena itu, Jubir Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan, jika saat rapid test ditemukan gejala COVID-19, maka tetap harus dilakukan konfirmasi dengan menggunakan PCR.
''Tetap harus dilakukan konfirmasi dengan menggunakan PCR karena ini menjadi penting. PCR memiliki sensitifitas yang jauh lebih tinggi dibanding pemeriksaan rapid,'' ujar dia.
"Tapi pemeriksaan rapid ini adalah dalam rangka untuk meyakinkan masyarakat apakah dirinya tertular atau tidak. Ini beberapa langkah yang harus kita lakukan secara terus menerus simultan, dan inilah yang akan menjadi upaya kita di dalam pengendalian penyakit (Covid-19)," ujar Achmad.
Editor: Agung DH