tirto.id - Belakangan, isu dokter residen dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) ramai diperbincangkan di jagad maya Indonesia. Lantas, apa Itu PPDS dan dokter residen?
Isu tersebut mencuat usai salah satu dokter PDSS Unpad Priguna Anugerah Pratama, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap kelurga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) beberapa waktu lalu.
Menurut laporan Tirto, Priguna mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tidak sadarkan diri. Pada pukul 04.00 WIB, korban tersadar, pelaku kemudian mengantarkan korban ke ke lantai dasar.
Kasus tersebut kini telah ditangani oleh pihak berwajib. Priguna disangka melanggar Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2021 yakni tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan ancaman hukuman pidana penjara paling lama adalah 12 tahun.
Perbedaan PPDS dan Dokter Residen
Salah satu tahap pendidikan calon dokter spesialis ialah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Selama menempuh PPDS, dokter umum yang mengambil tahapan studi dokter spesialis tersebut disebut dokter residen.
PPDS ditempuh oleh calon dokter spesialis selama 4-6 tahun tergantung pada bidang yang diambil. Beberapa program dalam PPDS ialah Spesialis Mata (Sp.M), Spesialis Paru (Sp.P), Spesialis Anak (Sp.A), Spesialis Gizi (Sp.G), Spesialis Bedah (Sp.B), Spesialis Urologi (Sp.U) dan lainnya.
PPDS bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan spesialisasi dokter dalam bidang tertentu.
Berkaitan dengan PPDS, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan turut menyelenggarakan program PPDS. Program ini kemudian diperbarui menjadi PPDS RSPPU (Program Pendidikan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Pendidikan-Penyelenggara Utama) pada Mei 2024 lalu.
Merunut laporan ANTARA, PPDS RSPPU atau PPDS Hospital Based ini merupakan program pendidikan yang diselenggarakan di rumah sakit yang sudah ditetapkan oleh kementerian Kesehatan. Program ini menggunakan standar kompetensi dari kolegium yang sama dengan pendidikan spesialis yang saat ini berjalan di universitas.
Program tersebut dapat diikuti oleh seluruh lulusan dokter baik yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun Non ASN.
Selanjutnya, dokter residen wajib lulus ujian yang diselenggarakan oleh IDI. Melalui ujian itu, dokter residen dapat memperoleh sertifikat dan diakui sebagai dokter spesialis oleh pemerintah.
Dokter spesialis akan mendapat gelar tambahan sebagai dokter spesialis, setelah gelar dr. dan S.Ked.
Dokter spesialis juga memiliki kemampuan menangani kasus-kasus yang lebih spesifik dan kompleks, sehingga meningkatkan kualitas layanan medis yang diberikan.
Dalam jenjang karier, dokter spesialis umumnya memiliki jenjang karier dan penghasilan yang lebih baik dibandingkan dengan dokter umum. Pada bidang medis, seperti kardiologi, bedah, atau obstetri, permintaan terhadap dokter spesialis sangat tinggi.
Lebih lanjut, saat ini, dokter spesialis memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang strategis, baik di institusi publik maupun swasta.
Berikut beberapa bidang spesialis yang dapat diambil oleh dokter umum dalam PPDS, antara lain:
- Spesialis Mata (Sp.M)
- Spesialis Paru (Sp.P)
- Spesialis Anak (Sp.A)
- Spesialis Gizi (Sp.G)
- Spesialis Bedah (Sp.B)
- Spesialis Urologi (Sp.U)
- Spesialis Anestesi (Sp.An)
- Spesialis Radiologi (Sp.R)
- Spesialis Penyakit Dalam (Sp.PD)
- Spesialis Kulit dan Kelamin (Sp.KK)
- Spesialis Kedokteran Forensik (Sp.F)
- Spesialis Saraf atau Neurologis (Sp.N)
- Spesialis Kandungan dan Ginekologi (Sp.OG)
- Spesialis Kedokteran Jiwa dan Psikiater (Sp.KJ)
- Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan (Sp. THT)
- Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah atau Kardiologi
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Beni Jo