Menuju konten utama

Apa Itu Pemilu Sistem Noken yang Sempat Dilakukan di Papua?

Sistem noken yang dilakukan di Papua pada pemilu periode sebelumnya, diterapkan untuk masyarakat yang beradal dari wilayah pegunungan.

Apa Itu Pemilu Sistem Noken yang Sempat Dilakukan di Papua?
Ilustrasi Noken. ANTARA FOTO/Indrayadi TH/tom.

tirto.id - Sistem noken dihapuskan dalam Pemilu (Pemilihan Umum) 2024 mendatang. Sebagai gantinya, masyarakat Papua dapat secara langsung menggunakan hak suaranya. Sistem tersebut dicabut setelah Papua dimekarkan menjadi empat provinsi.

Penggunaan sistem noken dilakukan sebelum terjadi pemekaran Provinsi Papua. Saat itu penerapannya dilakukan pada sejumlah kabupaten. Daerah-daerah di Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah tidak perlu lagi memakai cara ini saat pemilu nanti.

Pemilu 2024 menjadi pemilu pertama di Papua yang dilakukan tanpa noken.

Peniadaan sistem ini diharapkan dapat meminimalisasi sengketa pemilu.

Apa yang Dimaksud Pemilu Sistem Noken?

Sistem noken yang dilakukan di Papua pada pemilu periode sebelumnya, diterapkan untuk masyarakat yang beradal dari wilayah pegunungan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan noken menjadi bagian dalam pelaksanaan pilkada.

Pemilu dengan cara ini sudah berlangsung semenjak peristiwa Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 di Papua dan berlanjut hingga ke pemilu selanjutnya.

Noken (minya) adalah tas tradisional yang terbuat dari anyaman serat kulit kayu. Bahannya diambil dari serat pohon Manduam, pohon Nawa, atau Anggrek hutan. Orang-orang Papua kerap membawanya dengan menempatkannya di kepala.

Kaitannya dengan sistem pemilu, ada dua metode pelaksanaannya noken yaitu noken gantung dan noken big man. Noken gantung bermakna, noken hanya dipakai sebagai pengganti kotak suara. Pemilik hak suara harus datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan memasukkan kertas suaranya ke dalam noken.

Hanya saja, penerapan noken gantung lantas menjadi noken big man seperti yang selama ini berkembang dalam adat tradisional masyarakat Papua.

Mengutip Antara, dalam noken big man, keberadaan noken tidak lagi sekadar pengganti kotak suara.

Noken dipakai sebagai wadah surat suara dari sebuah kampung atau suku yang digunakan untuk mendukung calon atau partai tertentu, melalui kepala suku atau kepala kampung.

Hal inilah yang membuat sistem noken kerap menjadi sengketa dan rawan sebagai pemicu konflik. Pihak pelaku politik berusaha mempengaruhi kepala suku atau kepala kampung untuk memberikan suara seluruh warga yang dibawahinya, pada pihak tersebut.

Ada pun pihak yang dirugikan akan mengupayakan merebut kembali suara yang disengketakan sehingga bisa memunculkan gangguan keamanan.

Sistem noken mulanya adalah kebijakan pemerintah untuk menghormati budaya Papua, terutama untuk masyarakat di pedalaman.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009 menegaskan telah mengakomodasi hasil pemilu yang menerapkan sistem noken. Sistem tersebut sebagai nilai dan budaya yang berkembang di Papua sehingga mesti dilindungi dan dihargai.

Meski begitu, sistem noken terutama noken big man memiliki kontroversi dalam pemilu yang menganut demokrasi. Hak pilih individu untuk memberikan suaranya secara langsung menjadi tidak diakui.

Selain itu, sistem noken ini bertentangan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagai asas pemilu.

Alasan Sistem Pemilu Noken Pernah Diberlakukan di Papua

Ada beberapa alasan yang membuat sistem noken dalam pelaksanaan pemilu di beberapa wilayah Papua. Berikut faktor yang melandasinya:

1. Keadaan geografis.

Sebagian wilayah Papua tidak memungkinkan untuk dilakukan distribusi logistik pemilu secara cepat. Daerah pedalaman Papua memiliki kendala jarak tempuh dan keadaan medan yang sulit untuk ditembus.

Kebanyakan daerahnya berupa pegunungan terjal, curam, dan minim akses transportasi kecualia memakai pesawat berbadan kecil.

2. Sumber daya manusia (SDM)

SDM di sebagian masyarakat wilayah pegunungan Papua belum tersentuh pendidikan. Mereka hidup secara tradisional dan komunal.

Mereka belum memahami persoalan pemilu hingga manfaatnya, sehingga perlu diarahkan ke proses musyawarah bersama dalam mengambil keputusan memilih.

3. Sosial budaya

Wilayah pedalaman Papua masih menganut sistem politik bigman. Sistem politik tradisional tersebut menempatkan keputusan komunitas diambil secara kolektif kolegial.

Masyarakat berkumpul dan bermusarah, lalu dari semua gagasan dirumuskan menjadi keputusan mutlak yang akan dinyatakan oleh kepala suku (big man) sebagai keputusan resmi dan mengikat semuanya.

Oleh sebab itu, saat sistem noken big man masih dipakai dalam pemilu, keputusan memilih dari setiap warga berdasarkan kesepakatan bersama atau aklamasi.

Jika pelaku politik berhasil mempengaruhi kepala suku atau kepala kampungnya, dirinya berpotensi memperoleh suara yang cukup besar.

Baca juga artikel terkait PEMILU atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Nur Hidayah Perwitasari