tirto.id - Karya sastra puisi pada dasarnya diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni puisi lama dan baru. Di dalam puisi lama, ternyata terdapat pengelompokkan lagi menjadi beberapa ragam, meliputi syair, pantun, dan gurindam.
Berbeda dengan pantun dan syair, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terungkap bahwa gurindam merupakan susunan sajak yang terdiri dari dua baris dan pada isinya termuat sebuah nasihat atau petuah.
Berdasarkan pendapat Ani Rakhmawati dan Yant Mujiyanto dalam "Kupas Tuntas Gurindam 12: Apresiasi Sastra Klasik Sebagai Upaya Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia", gurindam berasal dari bahasa Sanskerta, yakni “Karindam”, yang artinya perumpamaan. Pemberian ibarat ini disajikan dalam bentuk susunan dua baris yang membentuk bait.
Termuat dalam Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, dan Tekniknya (2012) karya Mashun, karya sasta memiliki peran dalam memberikan pendidikan, ajaran, dan arahan terhadap suatu nilai. Gurindam ternyata berfungsi untuk meyampaikan ketiga hal tersebut.
Salah satu contoh gurindam yang memiliki fungsi tersebut adalah Gurindam 12 karya Raja Ali Haji. Berdasarkan pendapat di website Kemendikbud, gurindam ciptaan Raja Ali Haji ini berisi 12 pasal.
Lanjutnya, berbicara mengenai aturan ibadah, kewajiban raja, perilaku anak ke orangtua, budi pekerti, dan cara berkehidupan sosial.
Lantas, apa saja ciri-ciri yang bisa mendeskripsikan bahwa suatu karangan bisa disebut sebagai kelompok gurindam?
Ciri-ciri Gurindam
Puisi lama atau tradisional, gurindam, ditulis dalam bentuk dua baris dan keduanya berhubungan. Baik baris pertama maupun baris kedua memiliki kesamaan bunyi (senada) di akhir kalimatnya.
Terkait isinya, baris pertama lebih menjabarkan pernyataan terhadap sesuatu yang dilakukan seseorang. Lalu, di baris kedua akan dijelaskan megenai konsekuensi apa yang akan diterima seseorang jika menjalankan apa yang dituliskan di baris pertama.
Kita dapat melihat contoh “isi” gurindam. Seandainya di baris satu tertulis “Jikalau engkau cinta seorang manusia”, maka di baris kedua akan menjabarkan konsekuensi dari mencintai, misalnya “Maka engkau tidak bisa hidup tanpanya”.
Bisa saja terdapat pesan moral atau ajaran yang diberikan dari gurindam di atas, tergantung bagaimana pembaca menyikapinya. Jika kita “cinta” seseorang, maka kita “tidak bisa hidup tanpanya”.
Mungkin, gagasan yang ingin disampaikan penulis gurindam tersebut adalah ketika seorang manusia cinta terhadap manusia lain, maka ia harus menjaganya agar bisa tetap bahagia dalam menjalani kehidupan.
Selain itu, kasus gurindam harus senada atau sama bunyinya juga dapat terlihat dalam contoh gurindam di atas. Buktinya dari kata “manusia” dengan akhiran (–a) dan kata “tanpanya” yang juga berakhiran (–a).
Terkait jumlah katanya, gurindam terdiri dari 2 hingga 6 kata di setiap barisnya. Pada contoh gurindam di atas, terdapat 5 buah kata di baris pertama, sedangkan baris kedua ada 6 kata.
Berikut ini ciri-cirinya:
1. Terdiri dari dua baris
2. Baris pertama merupakan pernyataan dan baris kedua adalah konsekuensinya
3. Kedua baris punya bunyi akhiran yang senada
4. Memiliki fungsi sebagai ajaran atau arahan
5. Terdiri dari 2 sampai 6 kata setiap barisnya.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yandri Daniel Damaledo