Menuju konten utama

Apa Itu Darurat Sipil Corona yang Disampaikan Jokowi?

Kebijakan darurat sipil ala Joko Widodo dalam mencegah penyebaran virus corona Covid-19 di Indonesia.

Apa Itu Darurat Sipil Corona yang Disampaikan Jokowi?
Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

tirto.id - Tagar #TolakDaruratSipil sempat trending di Twitter pada, Selasa (31/3/2020). Darurat Sipil merupakan salah satu usulan kebijakan Presiden Joko Widodo dalam menekan penyebaran virus Covid-19 di Indonesia.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi," kata Jokowi dalam rapat terbatas dengan para menteri, Senin (30/3/2020).

"Sehingga tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil."

Menurut Jokowi, kebijakan pembatasan sosial dalam skala besar akan diikuti dengan aturan pelaksana. Sehingga penerbitan kebijakan tersebut akan menjadi panduan bagi provinsi, kabupaten, dan kota dalam bekerja melawan Covid-19.

Darurat sipil diatur dalam Perppu nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Dalam Perppu tersebut, darurat sipil merupakan keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang untuk seluruh atau sebagian wilayah negara.

Darurat sipil diberlakukan apabila:

Pertama, keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

Kedua, timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.

Ketiga, hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Sementara Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang. Kebijakan darurat sipil hanya bisa dilaksanakan oleh Presiden, dan dibantu oleh badan yang dibentuk oleh Presiden.

Badan tersebut terdiri dari Menteri pertama, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Kepala Staf Angkata Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, dan Kepala Kepolisian Negara. Presiden memiliki weweanng untuk mengangkat pejabat lain untuk masuk di badan tersebut.

Menurut Jokowi, saat ini pemerintah Indonesia belum akan mengambil langkah lockdown seperti yang sudah dijalankan Italia atau di Wuhan, Cina. Indonesia masih memberlakukan kebijakan jaga jarak fisik antar individu masyarakat alias physical distancing.

Selain itu, Jokowi juga mengingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan, termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga meminta agar seluruh apotek dan toko yang menjual kebutuhan pokok tetap beroperasi dengan menerapkan protokol jaga jarak.

Di sisi lain, pemerintah akan menerapkan stimulus dan program perlindungan sosial kepada UMKM, pelaku usaha dan pekerja informal.

"Kemudian bagi UMKM, pelaku usaha, dan pekerja informal, tadi kita sudah kita bicarakan pemerintah segera menyiapkan program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi. Ini yang segera kita umumkan kepada masyarakat," tegas Jokowi.

Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Korona (Covid-19) menjelaskan pembatasan sosial skala besar yang disampaikan Jokowi mengacu kepada tiga dasar, yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Bencana, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, dalam hal ini adalah darurat sipil.

“Kemudian dapat dipastikan bahwa pemerintah, dalam hal ini negara, tidak mengikuti apa yang telah dilakukan oleh sejumlah negara yang ternyata juga tidak efektif dalam mengambil kebijakan dan justru menimbulkan dampak yang baru,” ujar Doni.

Terkait darurat sipil corona, anggota koalisi dari Imparsial, Anton Aliabbas mengatakan, pemerintah RI perlu berhati-hati dalam membuat kebijakan darurat sipil sebagai penyerta kebijakan pembatasan sosial.

"Tetap mengacu pada UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," ujar peneliti senior Imparsial ini.

Menurutnya pemerintah belum semestinya menerapkan status darurat sipil. Ketika UU Kekarantinaan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dioptimalkan guna mengatasi pandemik Covid-19.

Baca juga artikel terkait DARURAT SIPIL atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yantina Debora
Editor: Agung DH