Menuju konten utama

Apa Hukum Puasa Setengah Hari saat Ramadhan, Boleh atau Tidak?

Hukum puasa setengah hari saat Ramadhan diharamkan bagi mukalaf dewasa. Adapun bagi anak kecil, praktik ini dianjurkan sebagai pembiasaan ibadah puasa.

Apa Hukum Puasa Setengah Hari saat Ramadhan, Boleh atau Tidak?
Ilustrasi Anak Puasa. foto/istockphoto

tirto.id - Hukum puasa setengah hari saat Ramadhan haram bagi muslim yang telah mukalaf. Namun, praktik ini diperbolehkan dan bahkan dianjurkan bagi anak-anak yang belum balig sebagai pembelajaran ibadah puasa bagi mereka.

Dalam Islam, puasa merupakan ibadah menahan diri dari segala hal yang membatalkannya, termasuk makan, minum, dan hubungan suami istri dari terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) hingga tenggelamnya matahari (waktu maghrib).

Puasa Ramadan adalah ibadah wajib yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang telah mukalaf.

Mukalaf ialah keadaan yang menyebabkan seorang muslim dikenakan hukum wajib menjalankan rukun Islam seperti salat fardu hingga puasa Ramadan.

Orang mukalaf dianggap telah memenuhi syarat wajib puasa seperti balig, berakal sehat, dan tidak memiliki uzur syar’i, misalnya halangan safar, haid atau nifas bagi muslimah.

Seorang muslim mukalaf yang dengan sengaja melakukan puasa setengah hari saat bulan Ramadan tanpa adanya uzur syar’i, maka ia berdosa besar.

Orang ini juga diwajibkan untuk melakukan qada pada hari lain selain Ramadan dan sebelum bulan suci berikutnya.

Hal ini dinyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 187 sebagai berikut:

“... makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa,” (QS. Al Baqarah [2]:187).

Sementara itu, bagi orang yang beruzur syar’i, seperti melakukan perjalanan jauh, sakit parah, dan sebagainya, Allah SWT memberikan rukhsah atau keringanan tidak berpuasa bagi golongan ini.

Meskipun diperbolehkan, mereka yang beruzur tetap harus menggantinya dengan puasa qada pada hari lain di luar Ramadan.

Waktu qada yang paling baik adalah sesegera mungkin setelah Ramadan dan sebelum memasuki bulan suci berikutnya. Hal ini juga disampaikan oleh Allah SAW dalam firman-Nya sebagai berikut:

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.

"Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui,” (QS. Al-Baqarah [2];184)

Di sisi lain, pelaksanaan puasa setengah hari bagi anak-anak justru dianjurkan, dengan catatan mereka belum menginjak usia balig. Hal ini dilakukan sebagai pembelajaran dan pembiasaan ibadah bagi mereka.

Pelaksanaan ini sebaiknya dilakukan ketika anak sudah menginjak umur 7 tahun, kurang dari itu justru lebih baik.

Anak-anak kecil di bawah 10 tahun dan belum balig belum dikategorikan sebagai seorang mukalaf. Meskipun demikian, anak-anak yang telah menginjak umur 7 tahun sebaiknya mulai dididik untuk menunaikan ibadah puasa.

Dilansir dari laman NU Online, Al Imam Asy-Syairazi dalam kitab Muhadzzab fi Fiqhis Syafi’I menyatakan sebagai berikut:

“Anak kecil tidak wajib berpuasa karena ada hadis Nabi SAW: ‘Kewajiban diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia balig, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar.’ Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, sebagaimana dikiaskan dengan ibadah salat fardu”.

Pelatihan anak untuk berpuasa bukanlah suatu hal baru. Pembiasaan ini telah ada sejak zaman Rasulullah SAW.

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahihil Bukhari menjelaskan mengenai pelatihan puasa bagi anak-anak di masa Nabi Muhammad SAW. Hal itu berdasarkan riwayat Rubayyi’ binti Mu’awwidz sebagai berikut:

“Suatu pagi di hari Asyura’ Nabi SAW mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Anshar untuk menyampaikan pesan: ‘Barangsiapa yang pagi hari telah makan, maka hendaknya ia puasa hingga Magrib, dan siapa yang pagi ini berpuasa maka lanjutkan puasanya.’

Rubayyi’ berkata 'Kemudian kami mengajak anak-anak untuk berpuasa, kami buatkan bagi mereka mainan dari kain. Jika mereka menangis, maka kami beri mainan itu, begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka,” (H.R. Bukhari).

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Abdul Hadi